NERACA
Jakarta - Pertanian Indonesia bisa terkena dampak dari berlarutnya krisis yang terjadi di Timur Tengah dan Pantai Gading. Pasalnya, meskipun tidak berpengaruh secara langsung, namun lonjakan harga minyak bisa mendorong kenaikan harga gas.
“Sebenarnya krisis di Timur Tengah tidak besar pengaruhnya bagi pertanian. Tapi krisis itu membuat harga minyak meningkat yang dapat berdampak kepada petani Harga pupuk bisa meningkat karena harga gas juga naik,” kata Wakil Menteri Pertanian Bayu Krisnamurthi di Bogor, Rabu.
Selain itu, imbuh Bayu, biaya transportasi di luar negeri juga naik karena harga minyak naik sehingga dapat mempengaruhi produk pertanian yang diekspor.
Namun, sambung Dia, krisis di Timur Tengah juga bisa berpengaruh positif karena bisa menyebabkan harga "biofuel" (bahan bakar dari nabati) juga meningkat. "Ini juga peluang,” ujar Wamentan.
Dia mengungkap, krisis politik di Pantai Gading bisa berpengaruh positif terhadap produk kakao Indonesia.
Menurutnya, Pantai Gading adalah pengekspor kakao yang besar. Adanya krisis politik membuat ekspor kakao Pantai Gading menurun, Indonesia pun dapat mengisi pasar kakao yang ditinggalkan negara itu.
Sementara itu Ketua Harian Himpunan Kerukunan Tani Indonesia (HKTI) Sutrisno Iwantono mengatakan Indonesia harus dapat mengambil peluang dari krisis yang terjadi di Timur Tengah dan Afrika untuk meningkatkan kesejahteraan petani.
Dia mengingatkan bahwa krisis yang terjadi antara lain juga karena adanya masalah pangan. “Perubahan iklim telah menyebabkan produk pertanian terganggu. Hal ini dapat menyebabkan kondisi suatu negara terganggu juga,” paparnya.
Iwantono pun meminta agar pemerintah benar-benar memperhatikan sektor pertanian. Apalagi sekitar 45% sampai 50% dari penduduk Indonesia hampir bekerja di sektor pertanian.
Sementara itu, mengenai peluang meningkatkan mengekspor kakao, Iwantono menyebut, biasanya negara tujuan ekspor tidak begitu saja mau membuka pasarnya tanpa Indonesia juga membuka pasar untuk produk mereka. Untuk itu pemerintah harus berhati-hati.
HET Pupuk
Sementara itu, anggota Komisi IV DPR, Rofi Munawar menyatakan, kebijakan pemerintah tidak menaikkan HET Pupuk pada 2011 harus dikawal karena seringnya terjadi kelangkaan pada musim tanam dan permainan harga di tingkat distributor dan pengecer, terutama di daerah yang terpencil dan minim pengawasan.
Menurut Dia, pemerintah juga harus mempertimbangkan untuk tidak menaikkan Harga Pembelian Pemerintah (HPP) terhadap gabah dan beras petani selama 2011. Apalagi, pemerintah juga berharap dapat mencapai salah satu target prioritasnya, yakni surplus beras hingga 10 juta ton tercapai minimal pada 2014.
Dia menilai, kondisi ini menjadi pertimbangan dari pemerintah untuk tidak menaikkan HET pupuk dan mengingat iklim yang ekstrem saat ini membuat risiko sawah puso atau sawah kebanjiran kemungkinan besar meningkat.
Dia mengaku mendukung opsi ini walaupun ada konsekuensi penurunan volume pupuk bersubsidi.
“Pewarnaan pupuk bersubsidi sebagai salah satu mekanisme penyaluran pupuk bersubsidi harus segera direalisasikan, sehingga ada diferensiasi antara pupuk yang disubsidi dan tidak,” jelasnya.
Rofi mengungkap, pewarnaan pupuk bersubsidi juga memudahkan para petani untuk segera melaporkan pelanggaran ke pihak berwajib, bila terjadi permainan harga oleh pengecer.
Dia berharap, dengan tidak dinaikkannya HET Pupuk pada 2011 akan ada peningkatan produksi beras sebesar 2 juta ton. “Bila pemerintah serius dan semua sektor saling bekerja sama, maka surplus beras di angka 6 juta ton pada akhir 2011 bisa jadi kenyataan,” terangnya.
Berdasarkan Nota Keuangan RAPBN TA 2011, HET Pupuk seharusnya naik di kisaran 0-15,15% dari harga sebelumnya. Total volume pupuk bersubsidi 2011 awalnya direncanakan mencapai 11,2 juta ton dengan rincian Urea 5,8 juta ton, SP-36 1 juta ton, ZA 950 ribu ton, NPK 2,42 juta ton dan Organik 1 juta ton.
Ketika HET Pupuk tidak berubah, total volume pupuk bersubsidi 2011 hanya mencapai 9,7 juta ton yang terdiri atas Urea 5,1 juta ton, SP-36 750 ribu ton, ZA 850 ribu ton, NPK 2,3 juta ton dan Organik 703 ribu ton.
Dengan semakin turunnya volume pupuk bersubsidi, Rofi berharap penggunaan pupuk organik yang semakin luas di masyarakat, untuk itu HET pada Pupuk Organik di setujui guna di turunkan harganya dari Rp700 menjadi Rp500 per kg.
Dengan tidak naiknya HET Pupuk, maka harga pupuk Urea masih Rp1.600 per kg, SP-36 Rp2.000 per kg, ZA Rp1.400 per kg dan NPK Rp2.300 per kg.
NERACA Jakarta - Menteri Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) Maman Abdurrahman mengajak seluruh Pemerintah Daerah (Pemda) tingkat provinsi maupun…
NERACA Jakarta – Pertamina New & Renewable Energy (Pertamina NRE) resmi meluncurkan Green Movement sebagai wujud nyata komitmen perusahaan dalam…
NERACA Jakarta – Kementerian Perindustrian (Kemenperin) terus menunjukkan komitmennya dalam memberikan layanan jasa bagi para pelaku industri dan pemangku kepentingan…
NERACA Jakarta - Menteri Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) Maman Abdurrahman mengajak seluruh Pemerintah Daerah (Pemda) tingkat provinsi maupun…
NERACA Jakarta – Pertamina New & Renewable Energy (Pertamina NRE) resmi meluncurkan Green Movement sebagai wujud nyata komitmen perusahaan dalam…
NERACA Jakarta – Kementerian Perindustrian (Kemenperin) terus menunjukkan komitmennya dalam memberikan layanan jasa bagi para pelaku industri dan pemangku kepentingan…