Urgensi Aturan Turunan PPN atas Migas

 

Oleh: Aditya Pradana Putra, Penyuluh Pajak KPP Minyak dan Gas Bumi *)

Suatu hari ada wajib pajak (WP) bertanya kepada petugas helpdesk di KPP Minyak Dan Gas Bumi (KPP Migas). “Pak, kami adalah wajib pajak yang melakukan penyerahan minyak bumi ke Pertamina. Apakah penyerahan ini terutang PPN?”

Pertanyaan yang serupa mulai muncul sejak April 2022 ketika ketentuan mengenai Pajak Pertambahan Nilai (PPN) yang diatur dalam Undang-undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP) berlaku. Undang-undang yang disahkan 29 Oktober 2021 ini mengubah beberapa peraturan perpajakan, di antaranya ketentuan mengenai PPN.

Dalam penjelasan UU HPP, perubahan materi PPN meliputi, antara lain pengurangan pengecualian objek PPN, pengaturan kembali fasilitas PPN, perubahan tarif PPN, dan pengenaan tarif PPN final. Salah satu perubahan yang memiliki dampak yang besar adalah pengurangan pengecualian objek PPN.

Adalah barang kebutuhan pokok yang sangat dibutuhkan oleh rakyat banyak dan barang hasil pertambangan atau hasil pengeboran yang diambil langsung dari sumbernya, tidak termasuk hasil pertambangan batu bara, saat ini menjadi Barang Kena Pajak (BKP). Pengurangan pengecualian objek PPN diberikan agar lebih mencerminkan keadilan dan tepat sasaran, serta dengan tetap menjaga kepentingan masyarakat dan dunia usaha.

Perubahan peraturan ini tentu memengaruhi WP dalam melaksanakan kewajiban perpajakannya, khususnya wajib pajak kontraktor kontrak kerja sama (WP KKKS). Karena selama ini WP KKKS tidak memungut PPN ketika melakukan penyerahan barang hasil pertambangan berupa minyak dan gas bumi (migas).

Dengan adanya perubahan aturan tersebut, penyerahan migas dikenai PPN dan WP KKKS diwajibkan memungut PPN. Ini menjadi hal baru bagi WP KKKS. Ada beberapa konsekuensi yang dihadapi oleh WP KKKS atas perubahan aturan ini, antara lain mengajukan permohonan untuk dikukuhkan menjadi Pengusaha Kena Pajak (PKP), melakukan permohonan Aktivasi Akun PKP, membuat faktur pajak dengan menggunakan aplikasi e-faktur, dan melaporkan SPT Masa PPN setiap bulannya.

Meskipun ada pengurangan pengecualian objek PPN, pemerintah akan memberikan fasilitas terhadap objek PPN tersebut. Melalui Siaran Pers Kementerian Keuangan nomor SP-39/KLI/2022, pemerintah menyampaikan bahwa barang dan jasa tertentu tetap diberikan fasilitas bebas PPN, antara lain minyak bumi, gas bumi (gas melalui pipa, LNG dan CNG), dan panas bumi. Namun, sampai saat ini, belum ada peraturan turunan terkait pemberian fasilitas tersebut.

Perlu diketahui ada beberapa hal yang perlu diperhatikan WP KKKS atas dampak perubahan aturan ini sebagai berikut:

Pertama, WP KKKS ditunjuk sebagai Pemungut PPN. Berdasarkan Pasal 2 PMK 73/PMK.03/2010, Kontraktor atau Pemegang Kuasa/Pemegang Izin ditunjuk sebagai pemungut Pajak Pertambahan Nilai. Jadi, selain menyampaikan SPT Masa PPN 1111, WP KKKS juga diwajibkan menyampaikan SPT Masa PPN 1107 PUT.

Kedua, pengkreditan pajak masukan. Berdasarkan Pasal 16B UU PPN yang telah diubah dengan UU HPP, pajak masukan yang atas penyerahannya dibebaskan dari pengenaan PPN tidak dapat dikreditkan. Hal ini tentu menjadi perhatian bagi WP KKKS apabila penyerahan migas merupakan penyerahan yang dibebaskan dari pengenaan PPN.

Ketiga, penentuan jumlah PPN terutang. Pasal 9 PMK 70/PMK.03/2015 mengatur bahwa pembayaran Pajak Penghasilan yang wajib dibayar dan dilaporkan oleh Kontraktor dalam bentuk tunai, dilakukan ke Kas Negara melalui Bank Persepsi Mata Uang Asing sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Berdasarkan pasal ini, WP KKKS menyelenggarakan pembukuan dalam bahasa Inggris dan satuan mata uang dolar AS. Transaksi penyerahan migas menggunakan mata uang US$ sehingga penghitungan PPN terutang harus dikonversi ke dalam satuan mata uang Rupiah. Karena itu, pemerintah diharapkan segera menerbitkan peraturan pelaksanaan terkait perlakuan PPN di bidang usaha minyak dan gas bumi.

Pemberian fasilitas terhadap barang hasil pertambangan, khususnya minyak dan gas bumi, perlu diperjelas, apakah mendapatkan fasilitas tidak dipungut atau dibebaskan. Dalam siaran pers di atas, minyak dan gas bumi termasuk barang yang mendapatkan fasilitas dibebaskan dari pengenaan PPN.

Namun, dalam pasal 16B ayat (1a) UU PPN, pajak terutang tidak dipungut sebagian atau seluruhnya atau dibebaskan dari pengenaan pajak baik untuk sementara waktu maupun selamanya diberikan terbatas untuk tujuan tertentu. Tujuan pemberian fasilitas terhadap minyak dan gas bumi tidak tercantum dalam pasal tersebut.

Pelaporan PPN bagi WP KKKS perlu disederhanakan karena setiap perolehan barang yang dilakukan, selain dilaporkan dalam SPT Masa PPN 1107 PUT, WP KKKS juga melaporkannya dalam SPT Masa PPN 1111.

Pedoman pengkreditan pajak masukan bagi WP KKKS juga perlu dijelaskan. Berdasarkan jenis kontraknya, WP KKKS dapat dibagi menjadi dua, yaitu WP KKKS dengan skema Production Sharing Contract (PSC) dan WP KKKS dengan skema Gross Split (GS).

Pada skema PSC, terdapat fasilitas Value Added Tax (VAT) Reimbursement atau Cost Recovery. PPN yang telah dibayarkan dapat dikembalikan kepada WP KKKS melalui Direktorat Jenderal Anggaran (DJA) sedangkan pada skema GS, fasilitas tersebut tidak tersedia.

WP KKKS dengan skema GS mengkreditkan pajak masukan sesuai Pasal 9 UU PPN yang telah diubah terakhir dengan UU HPP, padahal pajak masukan atas penyerahan migas tidak dapat dikreditkan.

Saat PPN terutang bagi WP KKKS juga perlu dirinci karena ini digunakan sebagai dasar menentukan kurs yang digunakan untuk menghitung PPN terutang.

Hingga saat ini, WP KKKS yang telah berproduksi dan menghasilkan minyak dan/atau gas bumi membuat faktur pajak menggunakan kode faktur 080.

Dengan aturan yang lebih rinci tentang tata cara pemungutan PPN migas, penulis berharap tidak lagi terjadi kebingungan bagi WP KKKS untuk melaksanakan kewajiban perpajakannya. Harapannya aturan turunan bukan hanya menjadi petunjuk bagi WP, tetapi juga menjelaskan dampak dari kebijakan tersebut.  *) Tulisan ini merupakan pendapat pribadi

BERITA TERKAIT

Bansos Pangan atau Beras oleh Bapanas dan Bulog Langgar UU Pangan dan UU Kesejahteraan Sosial?

  Oleh: Anthony Budiawan, Managing Director PEPS (Political Economy and Policy Studies) Presiden Joko Widodo memutuskan perpanjangan pemberian Bantuan Sosial…

Pembangunan Papua Jadi Daya Tarik Investasi dan Ekonomi

  Oleh : Clara Anastasya Wompere, Pemerhati Ekonomi Pembangunan   Bumi Cenderawasih memang menjadi fokus pembangunan yang signifikan di era…

Pastikan Stabilitas Harga dan Stok Beras, Pemerintah Komitmen Ketahanan Pangan

  Oleh : Nesya Alisha, Pengamat Pangan Mewujudkan ketahanan pangan di Indonesia sangat penting karena memiliki dampak besar pada stabilitas…

BERITA LAINNYA DI Opini

Bansos Pangan atau Beras oleh Bapanas dan Bulog Langgar UU Pangan dan UU Kesejahteraan Sosial?

  Oleh: Anthony Budiawan, Managing Director PEPS (Political Economy and Policy Studies) Presiden Joko Widodo memutuskan perpanjangan pemberian Bantuan Sosial…

Pembangunan Papua Jadi Daya Tarik Investasi dan Ekonomi

  Oleh : Clara Anastasya Wompere, Pemerhati Ekonomi Pembangunan   Bumi Cenderawasih memang menjadi fokus pembangunan yang signifikan di era…

Pastikan Stabilitas Harga dan Stok Beras, Pemerintah Komitmen Ketahanan Pangan

  Oleh : Nesya Alisha, Pengamat Pangan Mewujudkan ketahanan pangan di Indonesia sangat penting karena memiliki dampak besar pada stabilitas…