Oleh: Dr. Edy Purwo Saputro, MSi
Dosen Pascasarjana Universitas Muhammadiyah Solo
Sensitivitas harga merupakan salah satu persoalan utama dalam pemasaran sehingga situasinya menjadi sangat rentan terhadap daya beli. Padahal, kemampuan daya beli itu sendiri dipengaruhi oleh banyak faktor, misal pendapatan, kondisi ekonomi, gaya hidup, perilaku sosial, dll. Oleh karena itu sensitivitas harga ini menjadi sangat rentan terhadap terjadinya perubahan perilaku konsumen terkait konsumsinya.
Artinya, fakta sensitivitas harga sangat fatal memicu terjadi perubahan konsumsi dari suatu merek produk ke merek yang lain karena pertimbangan selisih harga. Bahkan, kenaikan dari kasus konsumsi produk bajakan atau produk palsu cenderung meningkat karena fakta sensitivitas harga tersebut. Jadi, sensitivitas harga ini juga sangat rentan jika menjelang ramadhan – lebaran. Ironisnya, kecenderungan ini rutin terjadi setiap tahun tanpa ada upaya serius untuk meminimalisasinya.
Fakta membuktikan sensitivitas harga juga rentan memicu terjadinya inflasi. Selama ini ada 2 ancaman inflasi musiman yang terjadi, pertama: inflasi musiman ramadhan - lebaran dan yang kedua: inflasi musiman natal – tahun baru. Oleh karena itu, gejolak kenaikan harga sejumlah komoditas selama ramadhan - lebaran patut diwaspadai agar tidak memicu gejolak dan keresahan di masyarakat. Di satu sisi, ancaman inflasi dari musiman ramadhan – lebaran dan natal – tahun baru cenderung terus terjadi dan pasti terus berulang.
Padahal, ancaman dari situasi ini bisa diprediksi dan tentunya mampu diantisipasi dengan mempertimbangkan kepastian pasokan dan distribusinya. Realitas yang ada juga menunjukan bahwa setiap tahun masyarakat selalu direcoki dengan hal ini dan daya beli selalu terbelit oleh kenaikan harga sebelum ramadhan berlangsung. Situasinya terus merana sampai lebaran karena harga pasti terus meroket. Di sisi lain tidak ada kemampuan dari masyarakat untuk meronta karena memang dipaksa untuk menerima keadaan dan situasi ini.
Sensitivitas harga yang kemudian rentan memicu terjadinya ancaman inflasi musiman selama ramadhan – lebaran dan natal – tahun baru memang perlu perhatian bersama. Artinya, tidak bisa hanya menyalahkan kepada pemerintah pusat dan daerah, tapi hal ini juga harus mempertimbangkan perilaku konsumsi masyarakat. Betapa tidak, fakta menunjukan selama ramadhan – lebaran cenderung terjadi peningkatan konsumsi dan tentu ini bertentangan dengan ajaran agama karena sejatinya puasa itu menahan hawa nafsu termasuk tentunya nafsu konsumsi. Ironisnya trend peningkatan konsumsi pada ramadhan – lebaran cenderung terus meningkat dan hal ini dibuktikan dengan jumlah uang beredar yang meningkat setiap tahun. Meskipun pandemi 2 tahun terakhir dapat mereduksi inflasi musiman tapi fakta secara umum menunjukan ancaman inflasi terus saja terjadi pada musim ramadhan – lebaran dan natal – tahun baru.
Publik sejatinya juga bisa berperan aktif untuk mereduksi terjadinya inflasi musiman, terutama dengan cara menekan konsumsi dan tidak berperilaku boros. Bukankah tiap tahun ada THR, bonus, gaji ke-13 dll yang semua itu sangat riskan untuk dihabiskan demi pemenuhan belanja untuk kepentingan ramadhan-lebaran dan natal-tahun baru. Oleh karena itu mekanisme dibalik sensitivitas harga dan ancaman inflasi musiman di republik ini sejatinya sangat tergantung kepada perilaku konsumsi masyarakat. Meski demikian tidaklah mudah untuk mengontrol perilaku tersebut karena juga dipengaruhi oleh banyak faktor, baik internal dan eksternal. Puasa juga butuh asupan gizi dan hal ini juga perlu nutrisi yang terbaik sehingga pemenuhan konsumsinya juga harus lebih ekstra dibanding hari biasa.
Terlepas dari problem tahunan di balik ancaman inflasi musiman selama ramadhan – lebaran dan natal - tahun baru, pastinya, persoalan sensitivitas harga tetaplah penting untuk dicermati karena menyangkut hajat hidup - keadilan sosial. Jangan sampai lalu situasi ini memicu kerawanan sosial. Betapa tidak, angka kriminalitas pada ramadhan - lebaran biasanya cenderung meningkat karena memang banyak orang membutuhkan uang untuk belanja ramadhan – lebaran. Jadi tidak ada salahnya jika publik perlu juga melakukan introspeksi agar ancaman inflasi musiman dapat diredam.
Oleh: Budiman Aktuari, Peneliti di Urban Catalyst Institute Dalam beberapa waktu terakhir, muncul seruan dan narasi yang menyebutkan…
Oleh: Nana Sukmawati, Mahasiswa PTS di Palembang Narasi Palsu terkait "Indonesia Gelap" yang beredar belakangan ini mencuat…
Oleh : Doni Wicaksono, Pemerhati Pangan Pemerintah terus menunjukkan komitmen kuat dalam membangun generasi sehat dan…
Oleh: Budiman Aktuari, Peneliti di Urban Catalyst Institute Dalam beberapa waktu terakhir, muncul seruan dan narasi yang menyebutkan…
Oleh: Nana Sukmawati, Mahasiswa PTS di Palembang Narasi Palsu terkait "Indonesia Gelap" yang beredar belakangan ini mencuat…
Oleh : Doni Wicaksono, Pemerhati Pangan Pemerintah terus menunjukkan komitmen kuat dalam membangun generasi sehat dan…