Persepsi Negara Gagal

Sejumlah pihak termasuk kalangan Istana mendadak geger gara-gara munculnya publikasi indeks negara gagal hasil kajian The Fund for Peace, yang menempatkan Indonesia di peringkat ke-63 dari 177 negara. Lantas skor ini dipersepsi cukup buruk, karena sejajar dengan kondisi Kamboja, Laos, Iran, Malawi, Fiji, Lebanon, Filipina, dan Tanzania. Sedangkan kondisi terburuk 2012 ada di Somalia dan Kongo.

Sekretaris Kabinet Dipo Alam berpendapat, Indonesia mungkin punya kekurangan dalam hal efektivitas tata kelola pemerintahan, tetapi terlalu jauh jika disimpulkan sebagai negara gagal. Dia menyayangkan pernyataan sejumlah pihak yang sepakat dengan temuan lembaga penelitian internasional tersebut karena tidak berpihak pada negeri ini.  

Menurut Robert Rotberg (2003) dalam bukunya, When States Fail, menyatakan bahwa negara dianggap gagal jika terperangkap dalam konflik dan kekerasan internal berkepanjangan dan pemerintahnya kehilangan legitimasi atau pengakuan dari warganya sebagai pemimpin sah di negeri itu. Namun gagal perlu dibedakan dengan lemah.

Pemerintahan yang lemah menurut para pakar ekonomi politik, karena negara tidak sanggup memenuhi tugasnya untuk melayani kepentingan publik dan terperangkap dalam korupsi dan ketamakan segelintir orang. Dalam teori, negara yang lemah justru dibutuhkan untuk memperkuat demokrasi karena pelembagaan ketidakpastian adalah karakter utama demokrasi yang khas (Przeworski 1991).

Kita tidak sepakat dengan penilaian Indonesia sebagai negara gagal. Sebab, menurut studi yang pernah ada, kegagalan suatu negara biasanya berpangkal pada model pengelolaan bangsa yang belum modern di mana perbedaan pendapat, konflik, dan kejahatan tidak diselesaikan dengan mekanisme hukum, tapi dengan kekuatan otot dan senjata. Lebih parah lagi bila negara bergeming menyaksikan warga saling baku hantam demi “mencari jalan pintas".

Kekerasan, menurut Rotberg, tidak harus menjadi indikasi negara gagal karena negara bisa saja memagari diri dengan segala macam ancaman, teror, dan kebrutalan sehingga warga tak punya kapasitas untuk melawan negara.  

Negara gagal (failed states) umumnya mendeskripsikan suatu kondisi di mana negara sebagai penanggung jawab dan pengelola suatu bangsa dan wilayah yang berdaulat tidak mampu memenuhi prinsip keadaban, kemanusiaan,ketertiban, dan kesejahteraan bagi warga negaranya hingga negeri itu terperangkap dalam kekerasan yang berkepanjangan.

Bagi Indonesia menurut hasil penelitian lembaga asing itu, skor terburuk pada tekanan demografis yang komponennya terdiri atas 21 indikator turunan; mulai dari jumlah kasus HIV/AIDS, kemampuan mengendalikan penyakit, epidemi penyakit, bencana kekeringan, dan malnutrisi. Skor ini sebenarnya sama dengan Filipina, Kamboja, Papua Nugini, dan Bolivia. Sementara skor terbaik Indonesia adalah di sisi kemiskinan dan penurunan ekonomi, yang setara dengan kondisi di Ghana, Vietnam, dan Rumania.

Kalau dibandingkan dengan negara ASEAN, kondisi di Thailand dan Malaysia lebih baik karena jumlah kemiskinan yang lebih rendah dan jumlah warga yang meninggalkan negeri itu jauh lebih sedikit ketimbang Indonesia. Skor itu menutup kekurangan poin dalam perlindungan HAM. Sedangkan China ada di tujuh peringkat lebih baik dari Indonesia. Namun, China juga punya nilai buruk dalam tekanan demografi, perlindungan HAM, penanganan keluhan warga, dan pembangunan yang tidak merata.

Karena itu, para pejabat dan masyarakat jangan cepat reaktif merespon hasil studi The Fund for Peace supaya tidak terperangkap persepsi negatif. Bagaimanapun, idealnya sebuah kajian ilmiah sebaiknya melihat informasi pembanding lainnya secara proporsional. Publikasi hasil penelitian umumnya bertujuan membentuk persepsi untuk menggalang opini publik sesuai agenda setting pihak tertentu.



BERITA TERKAIT

Sikap Tegas Presiden

     Pemerintah menunjukkan komitmen kuat dalam upaya melindungi kelestarian lingkungan Raja Ampat dengan melakukan pengawasan ketat terhadap aktivitas tambang…

Penggerak Ekonomi Desa

    Pemerintah terus menguatkan pijakan pembangunan nasional dari akar rumput dengan menghadirkan Koperasi Merah Putih sebagai instrumen utama penggerak…

Sinergi Danantara-Himbara

   Badan Pengelola Investasi Daya Anagata Nusantara (Danantara) Indonesia bersama Himpunan Bank Milik Negara (Himbara) terus menunjukkan langkah konkret dalam…

BERITA LAINNYA DI Editorial

Sikap Tegas Presiden

     Pemerintah menunjukkan komitmen kuat dalam upaya melindungi kelestarian lingkungan Raja Ampat dengan melakukan pengawasan ketat terhadap aktivitas tambang…

Penggerak Ekonomi Desa

    Pemerintah terus menguatkan pijakan pembangunan nasional dari akar rumput dengan menghadirkan Koperasi Merah Putih sebagai instrumen utama penggerak…

Sinergi Danantara-Himbara

   Badan Pengelola Investasi Daya Anagata Nusantara (Danantara) Indonesia bersama Himpunan Bank Milik Negara (Himbara) terus menunjukkan langkah konkret dalam…