Harmonisasi Kebijakan Fiskal dan Moneter Jadi Kunci Utama - DUKUNG PEMULIHAN PEMULIHAN EKONOMI

Jakarta- Bangkit dari pandemi Covid-19 menjadi target pemerintah di tahun 2021 sebagai tahun pemulihan ekonomi. Maka berbagai macam kebijakan terus ditelurkan untuk meningkatkan daya beli masyarakat dan mendorong roda pertumbuhan ekonomi. Direktur Eksekutif Departemen Ekonomi dan Kebijakan Moneter Bank Indonesia (BI), Yoga Affandi mengatakan, harmonisasi kebijakan moneter dan fiskal menjadi kuncinya. Apalagi, keduanya merupakan kebijakan ekonomi yang tujuannya sama-sama untuk menjaga stabilitas ekonomi negara, sehingga tercipta pembangunan yang merata. 

NERACA

Menurut dia, kedua kebijakan tersebut bisa saling melengkapi untuk menopang perekonomian. Selain itu, harmonisasi kebijakan moneter dan fiskal diharapkan dapat terus terjaga sehingga dapat mendukung pemulihan ekonomi nasional di tengah pandemi Covid-19.”Akibat sinergi moneter dan fiskal kita telah melakukan quantitative easing dan kita lihat terjadi penurunan suku bunga perbankan. Dan longgarnya likuiditas ini mendorong PUAB turun sekitar 3,04%,” ujarnya dalam diskusi webinar di Jakarta, kemarin (24/2).

Bank Indonesia sendiri belum lama ini baru menurunkan suku bunga acuan BI 7-days Reverse Repo Rate sebesar 25 bps menjadi 3,50%. Kebijakan ini diharapkan dapat direspon oleh industri keuangan khususnya perbankan untuk dapat segera menurunkan suku bunga kreditnya. Maka dengan demikian, permintaan kredit akan meningkat dan mendorong konsumsi masyarakat.

Harmonisasi stimulus kebijakan antara regulator fiskal dan moneter sudah terjadi melalui pelonggaran DP 0% Kredit Kendaraan Bermotor (KKB) dari Bank Indonesia serta stimulus Pajak Penjualan Atas Barang Mewah (PPnBM) 0% dari Kementerian Keuangan (Kemenkeu). Kebijakan-kebijakan ini tentu diharapkan dapat berdampak signifikan terhadap konsumsi masyarakat. Dengan begitu, perekonomian akan mulai terangkat.

Dalam melakukan harmonisasi kebijakan dengan lembaga lain, tentu terlebih dahulu dilakukan pembahasan dan merumuskan kebijakan-kebijakan yang akan dikeluarkan. Setiap kebijakan yang akan dikeluarkan BI, peran lembaga pengawas sangatlah penting. Dalam hal ini, ada Badan Supervisi Bank Indonesia (BSBI) yang memiliki peran dalam pengawasan setiap kebijakan BI. Hal ini tak lain untuk meningkatkan akuntabilitas, independensi, transparansi dan kredibilitas.

BI sendiri, lanjut Yoga begitu optimistis stimulus fiskal yang digelontorkan pemerintah akan mendongkrak konsumsi masyarakat ekonomi menengah ke bawah pada 2021. Pasalnya, perbaikan konsumsi ini menjadi kunci untuk 2021 mengingat kekuatannya diperkirakan masih tertahan. Berdasarkan survei Bank Indonesia terhadap ekspektasi penghasilan dan ketersediaan lapangan kerja pada triwulan pertama 2021, masih lemah. Namun, dengan gelontoran stimulus fiskal yang disiapkan dalam program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) 2021 akan menahan kontraksi lebih dalam. Adapun salah satu titik cerah yang ikut mendorong konsumsi lebih baik adalah penjualan secara daring yang diperkirakan akan terus membaik.

Konsumsi Rumah Tangga

Sementara itu, Kepala Pusat Kebijakan Ekonomi Makro Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kemenkeu Hidayat Amir dalam kesempatan yang sama mengatakan, konsumsi rumah tangga menyumbang 57,7% terhadap total produk domestik bruto (PDB) pada 2020. Dirinya memperkirakan, konsumsi rumah tangga akan menunjukkan perbaikan seiring pemerintah menggelontorkan program perlindungan sosial dalam PEN.

Disampaikannya, pemerintah telah mengeluarkan berbagai kebijakan fiskal yang berfungsi untuk menjaga perekonomian masyarakat. Menurut dia, kebijakan fiskal pemerintah telah berhasil memulihkan konsumsi rumah tangga pada awal tahun 2021. Selain itu, lanjut dia, pemerintah juga mengeluarkan program bantuan kepada masyarakat seperti Perlinsos (Perlindungan Sosial) PEN untuk masyarakat kelas bawah. Program ini bertujuan memberi dukungan daya beli untuk menekan laju kemiskinan serta mendorong konsumsi masyarakat, khususnya kelas bawah.“Perlinsos ini membantu semua kalangan masyarakat, tetapi tetap dikonsentrasikan untuk masyarakat yang di bawah,” paparnya.

Melalui kebijakan fiskal yang dilakukan pemerintah, konsumsi RT (Rumah Tangga) terus membaik secara kuartal ke kuartal. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), konsumsi RT pada kuartal III-2020 membaik menjadi -4,0% dibandingkan kuartal sebelumnya yang minus 5,5%. Lalu konsumsi RT kembali membaik pada kuartal IV-2020 menjadi -3,6%. Program Perlinsos PEN efektif menahan penurunan konsumsi RT dan tingkat kemiskinan. 

Pemerintah saat ini juga fokus pada program vaksinasi nasional yang akan berdampak timbulnya confidence pada perekonomian masyarakat. Kemudian dengan memfokuskan target vaksinasi pada lansia, pemerintah berharap pemulihan ekonomi akan semakin cepat karena beban rumah sakit sudah mulai berkurang. Sebagai informasi, program PEN 2021 mencapai Rp699,43 triliun atau naik 21% dari realisasi sementara 2020 mencapai Rp579,78 triliun. Adapun alokasinya yakni untuk perlindungan sosial sebesar Rp157,41 triliun, kesehatan Rp176,30 triliun, dukungan UMKM dan korporasi Rp186,81 triliun, insentif usaha Rp53,86 triliun, program prioritas Rp125,06 triliun.

Anggota Komisi XI DPR RI Fraksi PKB, Fathan Subchi mendukung kebijakan BI menurunkan suku bunga acuan terhadap bunga kredit. Hanya saja, hal ini tidak langsung direspon cepat oleh bank sehingga penurunan suku bunga bank sentral belum berdampak ke sektor riil,”Saya menyoroti satu hal misalnya tentang penurunan suku bunga. Saya kira menarik kemarin kita diskusi dengan BI dan Menteri Keuangan juga, cuma memang ini kok belum berpengaruh di bawah, di sektor riil," tuturnya.

Menurut dia, masih tingginya bunga kredit itu perlu diteliti lebih lanjut oleh pemerintah, BI, maupun Otoritas Jasa Keuangan (BI). Selain itu, regulator juga dinilai perlu melihat kondisi secara riil di lapangan. Untuk itu, Fathan juga meminta BI dan OJK untuk memastikan bunga kredit bisa turun dan dapat mendorong pemulihan ekonomi."Karena kita lihat kuartal terakhir kemarin minusnya tidak parah 2,09%, tapi kita belum bisa optimis, jangan-jangan Maret ini masih negatif juga, belum juga bisa positif, belum bisa 1% atau 2%,” tuturnya.

Sebagai informasi, BI sudah menurunkan suku bunga acuan 25 basis poin menjadi 3,5% di bulan ini. Suku bunga ini merupakan level terendah sepanjang sejarah Indonesia. Sementara suku bunga dasar kredit (SBDK) perbankan masih tinggi. Bahkan bank-bank BUMN memiliki SBDK sebesar rata-rata 10,79%, Bank Pembangunan Daerah (BPD) 9,8%, bank bank umum swasta nasional 9,67%. Selanjutnya, SBDK paling rendah adalah kantor cabang bank asing sebesar rata-rata 6,17%. Dari sisi jenis kredit, SBDK kredit mikro sebesar 13,75%, bunga kredit konsumsi non-KPR 10,85%, kredit konsumsi KPR 9,70%, kredit ritel 9,68%, dan kredit korporasi tercatat 9,18%. bani

 

 

 

BERITA TERKAIT

MENAKER IDA FAUZIYAH: - Kaji Regulasi Perlindungan Ojol dan Kurir

Jakarta-Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziyah akan mengkaji regulasi tentang perlindungan bagi ojek online (ojol) hingga kurir paket, termasuk mencakup pemberian tunjangan…

TRANSISI EBT: - Sejumlah Negara di Asteng Alami Kemunduran

Jakarta-Inflasi hijau (greenflation) menyebabkan sejumlah negara di Asia Tenggara (Asteng), termasuk Indonesia, Malaysia, dan Vietnam mengalami kemunduran dalam transisi energi…

RENCANA KENAIKAN PPN 12 PERSEN PADA 2025: - Presiden Jokowi akan Pertimbangkan Kembali

Jakarta-Presiden Jokowi disebut-sebut akan mempertimbangkan kembali rencana kenaikan pajak pertambahan nilai (PPN) menjadi 12 persen pada 2025. Sebelumnya, Ketua Umum…

BERITA LAINNYA DI Berita Utama

MENAKER IDA FAUZIYAH: - Kaji Regulasi Perlindungan Ojol dan Kurir

Jakarta-Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziyah akan mengkaji regulasi tentang perlindungan bagi ojek online (ojol) hingga kurir paket, termasuk mencakup pemberian tunjangan…

TRANSISI EBT: - Sejumlah Negara di Asteng Alami Kemunduran

Jakarta-Inflasi hijau (greenflation) menyebabkan sejumlah negara di Asia Tenggara (Asteng), termasuk Indonesia, Malaysia, dan Vietnam mengalami kemunduran dalam transisi energi…

RENCANA KENAIKAN PPN 12 PERSEN PADA 2025: - Presiden Jokowi akan Pertimbangkan Kembali

Jakarta-Presiden Jokowi disebut-sebut akan mempertimbangkan kembali rencana kenaikan pajak pertambahan nilai (PPN) menjadi 12 persen pada 2025. Sebelumnya, Ketua Umum…