Oleh: Agus Yuliawan
Pemerhati Ekonomi Syariah
Dalam sepekan ini publik dikejutkan dengan adanya pemberitaan media nasional mengenai rencana penarikan dana milik Muhammadiyah yang ditempatkan di tiga bank BUMN syariah yang kini melakukan merger menjadi satu dengan nama Bank Syariah Indonesia (BSI). Penarikan dana Muhammadiyah tersebut didasari dari keinginan dari Muhammadiyah yang ingin berkerjasama dengan bank syariah yang memiliki komitmen tinggi terhadap penyaluran pembiayaan ke sektor Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) dan keummatan.
Selain masalah penarikan dana Muhammadiyah di BSI, saat ini di lingkungan persyarikatan suara semakin menggema keinginan dari warga Muhammadiyah yang ingin mendirikan Bank Syariah Muhammadiyah. Hal ini didasari dari komitmen Muhammadiyah dalam mengembangkan pilar ketiga (ekonomi) sebagai implementasi dari hasil Muktamar ke 47 di Makassar, Sulawesi Selatan. Kehadiran dari Bank Syariah Muhammadiyah dinilai sangat penting sebagai wadah dalam mengkonsolidasikan ekonomi warga dan amal usaha Muhammadiyah (AUM), apalagi di tengah umur Muhammadiyah saat ini sudah berumur satu abad lebih. Jadi, kehadiran dari Bank Syariah Muhammadiyah menjadi sebuah keniscayaan untuk di realisasikan.
Gelora Bank Syariah Muhammadiyah sudah kencang disuarakan pada tahun 2019 ketika Induk Baitul Tamwil Muhammadiyah (BTM) sebagai pusat keuangan Muhammadiyah di masing–masing Pimpinan Daerah Muhammadiyah mengadakan Muhammadiyah Microfinance Summit di Pekalongan, Jawa Tengah. Pada kesempatann itu, Induk BTM mengeluarkan 7 rekomendasi penting yang ditujukan untuk eksternal dan internal persyarikatan. Diantaranya rekomendasi tersebut adalah mendorong konsolidasi keuangan Muhammadiyah secara masif untuk mewujudkan sebuah Bank Umum Syariah (BUS) milik Muhammadiyah, agar terwujud pengelolaan keuangan di persyarikatan yang sinergis dan memberikan manfaat optimal bagi gerakan dakwah amar ma’ruf nahi munkar.
Rekomendasi tersebut, bagi Induk BTM harus diwujudkan menimal jelang atau setelah Muktamar ke-48 di Solo, Jawa Tengah. Apalagi saat ini di BTM sendiri sejak 2018 telah menjalankan Gerakan Muhammmadiyah Microfinance (GMM) dalam mendorong berdirinya satu PDM satu BTM. Maka kehadiran dari Bank Syariah Muhammadiyah sejalan dan linier dengan cita–cita dalam mewujudkan pusat keuangan Muhammadiyah yang dijalankan oleh BTM selama ini.
Mengapa harus punya Bank Syariah Muhammadiyah? Hal ini disebabkan aset yang dimiliki oleh Muhammadiyah sangat besar sekali, dan peredaran uang di dalamnya seperti “ikan di aquarium” tinggal menangkapnya saja tanpa harus bersusah payah memancingnya. Selama ini uang dana tersebut berceceran dimana-mana di berbagai lembaga keuangan bukan milik Muhammadiyah. Tentunya karena lembaga keuangan itu bukan milik Muhammadiyah yang memperoleh keuntungan besar dari bisnis keuangan tersebut adalah pihak lembaga keuangan tersebut dalam bentuk dividen.
Sementara Muhammadiyah dan warga yang menempatkan dananya di lembaga keuangan berupa deposito dan tabungan hanya memperoleh sedikit keuntungan saja. Ini yang sangat berbeda apabila Muhammadiyah punya lembaga keuangan sendiri. Maka, penting bagi Muhammadiyah ke depan memiliki bank syariah sendiri untuk mengkonsolidasikan perekonomian di Muhammadiyah.
Namun sebelum kita mendirikan bank syariah, perlu menjadi catatan perlunya AUM dan warga Muhammadiyah mendirikan banyak sektor riil seperti PKU Muhammadiyah mendirikan perusahaan farmasi, perhotelan untuk menginap keluarga pasien, katering dan alat kesehatan. Begitu juga bagi Perguruan Tinggi Muhammadiyah (PTM) bisa mendirikan sektor riil berupa perusahan konveksi, percetakan dan penerbitan, distributor alat pendidikan, jasa penyewaan dan pengadaan motor dan mobil dll.
Hal yang sama bagi warga yang tergabung dalam Jaringan Saudagar Muhammadiyah (JSM) juga berlomba untuk mendirikan bisnis sektor riil. Dengan demikian, hadirnya Bank Syariah Muhammadiyah harus diiringi dengan hadirnya berbagai sektor riil di Persyarikatan. Kemudian terkait dengan “traumatik” bisnis keuangan dimasa lalu sebagai alasan selama ini oleh persyarikatan, perlu kita singkirkan dan harus move on, karena yang ingin kita dirikan pada saat ini adalan bank syariah yang sehat sesuai dengan arah regulator yang benar dan bukan bank yang bermasalah yang “sekarat” seperti bank di masa lalu.
Oleh: Dr. Edy Purwo Saputro, MSi Dosen Pascasarjana Universitas Muhammadiyah Solo Perburuhan dan industrialisasi di era now tidak…
Oleh: Marwanto Harjowiryono Pemerhati Kebijakan Fiskal Kondisi perekonomian nasional saat ini tengah menghadapi tekanan berat akibat memburuknya perekonomian…
Oleh: Achmad Nur Hidayat Ekonom UPN Veteran Jakarta Ketika judi minta legalitas, tentu pertanyaan yang terus mengemuka dan…
Oleh: Dr. Edy Purwo Saputro, MSi Dosen Pascasarjana Universitas Muhammadiyah Solo Perburuhan dan industrialisasi di era now tidak…
Oleh: Marwanto Harjowiryono Pemerhati Kebijakan Fiskal Kondisi perekonomian nasional saat ini tengah menghadapi tekanan berat akibat memburuknya perekonomian…
Oleh: Achmad Nur Hidayat Ekonom UPN Veteran Jakarta Ketika judi minta legalitas, tentu pertanyaan yang terus mengemuka dan…