Menangkal Kejahatan Rekayasa Sosial Lewat Literasi Digital

 

 

Di balik pandemi Covid-19 yang mengancam kesehatan masyarakat dan juga perekonomian Indonesia, rupanya ada berkah tersendiri bagi layanan perbankan dan transaksi e-commerce yang mencatatkan pertumbuhan signifikan. Bila pada era sebelum pandemi Covid-19, banyak melakukan kegiatan di luar rumah. Kini banyak hal yang dilakukan dari rumah. Maka tak heran, pandemi ini juga merubah prilaku masyarakat untuk terbiasa melakukan transaksi secara digital.

Ya, pembatasan aktivitas masyarakat menyebabkan kebiasaan berbelanja pun berubah menjadi pemesanan lewat aplikasi. Dalam survei yang dilakukan Redseer, terdapat 51% responden yang mengaku pertama kali menggunakan aplikasi belanja saat pembatasan sosial berskala besar (PSBB). Hal ini membuat volume permintaan di ­e-commerce pun melonjak antara 5-10 kali dibandingkan sebelum pandemi. Demikian pula transaksi hariannya pun meningkat menjadi 4,8 juta transaksi pada April lalu. Padahal sebelumnya hanya mampu menjangkau rata-rata 3,1 juta transaksi per hari pada kuartal II-2019.

Kata Kepala Departemen Kebijakan Sistem Pembayaran Bank Indonesia (BI) Filianingsih Hendarta, transaksi e-commerce naik sebesar 26% selama pandemi virus corona. Tidak hanya itu, peningkatan transaksi harian juga terjadi hingga 4,8 juta. Fenomena ini, menurutnya, merupakan salah satu kondisi yang menguntungkan di tengah pandemi karena masyarakat diharuskan untuk melakukan mayoritas pekerjaan dari rumah sehingga mendorong penggunaan tehnologi untuk berbagai kebutuhan.

Namun di tengah meningkatnya transaksi online di masyarakat di ikuti dengan tren meningkatnya serangan siber atau kejahatan digital saat pandemi. Berdasarkan data dari Badan Siber dan Sandi Negara ( BSSN), sepanjang bulan Januari hingga Agustus 2020, terdapat hampir 190 juta upaya serangan siber di Indonesia, naik lebih dari empat kali lipat dibanding periode yang sama tahun lalu yang tercatat di kisaran 39 juta. Angka terbanyak dicatat pada Agustus 2020, di mana BSSN mencatat jumlah serangan siber di kisaran 63 juta, jauh lebih tinggi dibandingkan Agustus 2019 yang hanya di kisaran 5 juta.

Kasubdit Identifikasi Kerentanan dan Penilaian Risiko Infrastruktur Informasi Kritikal Nasional III BSSN, Sigit Kurniawan mengatakan, kenaikan tajam jumlah serangan siber di Indonesia dipengaruhi langsung oleh perubahan pola hidup masyarakat selama pandemi yang lebih menggunakan internet dan transaksi online. Selain itu, minimnya literasi digital juga menjadi celah bagi penipu untuk menjalankan aksinya.

Hal senada juga disampaikan, Tony Seno Hartono selaku Adjunct Researcher Center for Digital Society (CfDS) Universitas Gajah Mada (UGM). Pengetahuan yang minim mengenai keamanan online memperbesar potensi kejahatan penipuan berteknik memanipulasi psikologis (magis).“Teknik ini sifatnya sederhana, tidak perlu meretas sistem namun dampaknya luar biasa. Kami mengamati selama masa pandemi penipuan jenis ini tetap ada dan cenderung meningkat,” ujarnya.

Disampaikannya, teknik manipulasi psikologis merupakan teknik lama yang menyasar pengguna yang kurang waspada dalam bertransaksi online dan memancing korban untuk memberikan informasi pribadi seperti nomor rekening, nomor kartu ATM bahkan bisa sampai password dan nama ibu kandung. Umumnya, para pelaku tersebut menggunakan iming-iming atau mengatasnamakan dari suatu lembaga resmi.“Sekarang mereka biasanya mengatasnamakan aplikasi tertentu atau lembaga tertentu, kalau dulu modusnya mama minta pulsa atau saudara sedang sakit,” ungkapnya.

Pengalaman pahit menjadi korban kejahatan digital juga dialami Gojek sebagai perusahaan starup, baik itu yang menimpa mitranya ataupun masyarakat sebagai pelanggannya. Tahun lalu, penyanyi Maia Estianty mengalami penipuan karena akun aplikasi Gojek miliknya diretas. Maia mengaku bahwa peretasan tersebut dilakukan oleh oknum pengemudi Gojek.

Awalnya, dia hendak membeli makanan, namun pengemudi ojek online memperlihatkan hal yang mencurigakan. Secara tiba-tiba, driver ojek online mengatakan bahwa motornya mogok dan driver ingin merngubah. Driver tersebut meminta Maia untuk mengeklik *21* 0821 78912261#. Setelah mengeklik kode tersebut, Maia mengaku bahwa isi Gopay miliknya terkuras.

Senior Manager Corporate Affairs Gojek, Alvita Chen angkat bicara dan sudah melakukan pengusutan. Pada kasus tersebut, baik Maia dan Gojek menjadi korban. Pasalnya, pelaku yang menipu Maia bukan pengemudi Gojek. Dia menjelaskan, orang yang melakukan penipuan itu mengambil alih akun seorang driver Gojek. "Jadi kronologinya penipu ini take over dulu akun driver karena driver tak sengaja share OTP. Kemudian akun tersebut dipakai untuk menipu Maia," kata Alvita.

Adapun OTP adalah One Time Password atau kode verifkasi. Oleh karena itu, dirinya mengimbau kepada pengguna dan mitra Gojek agar tidak memberikan kode atau informasi rahasia apa pun kepada pihak yang mengaku dari Gojek. "Keamanan pengguna dan mitra adalah prioritas kami dan kami mengecam kasus penipuan berbasis social engineering yang menimpa Maia Estianti dan mitra Gojek, Yusdi Alamsyah," kata Alvita.

 

Literasi Digital

 

Maraknya aksi penipuan terhadap pengguna dan mitra Gojek, perusahaan bersama Kominfo memperkuat literasi digital bagi mitranya dan pengamanan aplikasinya dengan meluncurkan #AmanBersamaGojek. Slogan ini fokus terhadap edukasi, poteksi dan teknologi. Kolaborasi Gojek dengan Kemkominfo pentingnya menjaga keamanan transaksi akan menjadi langkah berkelanjutan sepanjang tahun dan khusus meningkatkan literasi digital kepada masyarakat, mitra, dan pelanggan Gojek. Literasi digital tersebut berupa akses edukasi dalam berbagai bentuk seperti poster, infografis, kuis di aplikasi Gojek, dan video iklan layanan masyarakat.

Charles Lim, Pakar IT dan Ahli Keamanan Digital dari Swiss German University mengapresiasi langkah Gojek yang tak hanya berinovasi di sisi teknologi saja, namun juga menjalankan edukasi untuk mitra-mitranya terkait keamanan digital. “Penting sekali bagi platform digital untuk selangkah di depan dalam perlombaan dengan pelaku kejahatan digital, baik melalui inovasi teknologi, ataupun dengan memastikan pihak-pihak didalamnya punya literasi yang cukup lewat edukasi. Hal ini menjadi semakin penting mengingat pandemi telah memaksa masyarakat untuk semakin intens menggunakan platform digital bagi kesehariannya,”jelasnya.

Mengenai keberadaan aplikasi modifikasi yang ilegal, Charles menambahkan bahwasanya permasalahan muncul akibat kurangnya pemahaman atau literasi masyarakat. “Aplikasi semacam ini sangat jamak di industri, biasanya untuk mendapatkan akses premium tanpa harus membayar biaya langganan. Sayangnya, masyarakat kurang waspada dan cenderung abai terhadap keamanannya sendiri. Akibatnya berbagai risiko bisa muncul, mulai dari pemblokiran akun, sampai yang paling parah adalah ancaman atas keamanan data dan perangkat elektronik pribadi. Saya lihat, langkah Gojek menindak penggunaan aplikasi ilegal sudah tepat, karena secara tidak langsung Gojek sedang melindungi mitranya dari kerugian yang lebih besar,”ungkapnya.

Komitmen Gojek melindungi mitranya dari kejahatan digital adalah melakukan inovasi dan terbaru berupa Fitur Lapor Ofik (Order Fiktif) Gak Pake Lama serta teknologi untuk mendeteksi perangkat ilegal secara otomatis yang menjadikan sistem keamanan ekosistem Gojek semakin dapat diandalkan. Melalui fitur-fitur ini, keamanan dan kenyamanan mitra dalam bekerja senantiasa terjaga, sehingga dapat turut meningkatkan kualitas layanan dan keamanan bagi pengguna ekosistem Gojek secara keseluruhan.

Berdasarkan hasil riset Gojek mencatat mayoritas mitra pengemudi (sebesar 92%) menyatakan bahwa akun mereka kini lebih aman. Salah satunya dengan adanya fitur verifikasi wajah, ditambah kenyamanan dalam beraktivitas sebagai buah dari sistem suspensi yang transparan. Hal yang sama juga dirasakan mitra merchant Gojek. Mayoritas mitra GoFood (sebesar 93%) merasa aman dalam memanfaatkan GoBiz sebagai platform untuk berjualan dan pembayaran nontunai.

Hasil survey menyebutkan, tiga aspek utama yang membuat mitra merchant tenang berusaha dengan menggunakan GoBiz adalah keamanan pembayaran, keamanan data usaha, serta keleluasaan dalam pengelolaan mandiri akun GoBiz. “Kami bangga dapat terus mendukung dan melindungi mitra-mitra kami lewat teknologi Gojek SHIELD yang kemampuan serta fitur-fiturnya terus ditingkatkan untuk menjawab kebutuhan mitra kami di lapangan. Teknologi machine learning dan kecerdasan buatan telah kami manfaatkan untuk mendeteksi serta menindak berbagai tindakan curang yang merugikan mitra driver, termasuk diantaranya order fiktif dan penggunaan perangkat ilegal. Sebelumnya teknologi sejenis juga telah banyak membantu meningkatkan keamanan mitra, misalnya lewat fitur verifikasi muka dan penyamaran nomor telepon,”kata Kelvin Timotius, Head of Driver Operations - Trust & Safety Gojek

BERITA TERKAIT

IHSG Melemah di Tengah Penguatan Bursa Asia

NERACA Jakarta – Mengakhiri perdagangan saham di Bursa Efek Indonesia (BEI) Rabu (17/4) sore, indeks harga saham gabungan (IHSG) ditutup…

Danai Refinancing - Ricky Putra Globalindo Jual Tanah 53 Hektar

NERACA Jakarta – Perkuat struktur modal guna mendanai ekspansi bisnisnya, emiten produsen pakaian dalam PT Ricky Putra Globalindo Tbk (RICY)…

Libur Ramadan dan Lebaran - Trafik Layanan Data XL Axiata Meningkat 16%

NERACA Jakarta – Sepanjang libur Ramadan dan hari raya Idulfitr 1445 H, PT XL Axiata Tbk (EXC) atau XL Axiata…

BERITA LAINNYA DI Bursa Saham

IHSG Melemah di Tengah Penguatan Bursa Asia

NERACA Jakarta – Mengakhiri perdagangan saham di Bursa Efek Indonesia (BEI) Rabu (17/4) sore, indeks harga saham gabungan (IHSG) ditutup…

Danai Refinancing - Ricky Putra Globalindo Jual Tanah 53 Hektar

NERACA Jakarta – Perkuat struktur modal guna mendanai ekspansi bisnisnya, emiten produsen pakaian dalam PT Ricky Putra Globalindo Tbk (RICY)…

Libur Ramadan dan Lebaran - Trafik Layanan Data XL Axiata Meningkat 16%

NERACA Jakarta – Sepanjang libur Ramadan dan hari raya Idulfitr 1445 H, PT XL Axiata Tbk (EXC) atau XL Axiata…