Oleh: Agus Yuliawan
Pemerhati Ekonomi Syariah
Ketika mengikuti diskusi online dengan menggunakan jasa aplikasi webiner dengan para pelaku Lembaga Keuangan Mikro Syariah (LKMS) seperti Koperasi syariah beberapa waktu ini, saya melihat ada rasa kegetiran yang kini dialami oleh para pelaku LKMS ditengah krisis yang disebabkan oleh wabah covid–19.
Dimana para pelaku LKMS dihadapkan dengan masalah “kebangrutan” karena banyaknya berbagai faktor yang dialami oleh LKMS, diantaranya adalah pertama, ketidakmampuan dari anggota atau nasabah yang merupakan pelaku usaha mikro kecil dan menengah (UMKM) dalam melakukan angsuran pembayaran karena usahanya mengalami kemacetan. Kedua, gencarnya penarikan dana yang dilakukan oleh para anggota karena jelang ibadah Ramadhan dengan dibarengi banyaknya kebutuhan hidup yang diperlukan oleh anggota saat ini, sehingga likuiditas LKMS tergerus secara tajam.
Ketiga, tanggung jawab LKMS dalam mengangsur dana dari pihak ketiga (lembaga keuangan) di program linked program yang harus dibayar, sementara pendapatan LKMS dari lending sangat kecil. Hal ini menjadikan kemacetan bagi LKMS dan harus di restrukturisasi utangnya sebagai solusinya. Keempat, minimnya dana maal (sosial) yang dimiliki oleh LKMS, sehingga tak ada dana lain yang mampu digunaan dalam mengcover pembiayaan dari anggota. Situasi ini yang menjadikan dilematis dari para pelaku LKMS ditambah beban operasional yang harus dituinakan setiap bulannya. Jika situasi pandemi ini masih berjalan dalam satu semester saja dan tak ada solusinya, maka akan banyak LKMS sebagai penyangga ekonomi masyarakat ekonomi bawah akan mengalami keruntuhan.
Tentunya kemacetan itu akan berdampak secara derivatif kepada lembaga keuangan lainnya seperti perbankan yang menjadi mitra dari LKMS, bahkan akan mendorong pula pada tingginya tingkat inflasi masyarakat. Permasalahan ini tak bisa diatasi sendiri oleh LKMS atau perkumpulan LKMS tanpa intervensi dari pemerintah dengan berbagai kebijakan yang adil. Bayangkan jika ini terjadi pembiaran dalam masalah ini berapa banyak LKMS yang akan tumbang karena tak mampu menahan beban yang ditanggungnya.
Perlu diakui wabah corona bukan hanya sekedar horor bagi masyarakat yang menjadikan social distress, tapi juga menjadi beban ekonomi yang sangat tinggi yang harus dipikul oleh masyarakat terutama pelaku UMKM. Saat ini kita sudah diperlihatkan di depan mata kita bagaimana peternak ayam pedaging harus menurunkan harga ayam akibat banyaknya katering, restoran dan warung makan yang tak membuka usahanya. Kemudian dampak kebijakan pembatasan sosial bersekala besar (PSBB) sudah banyak peraturan pelarangan pelaku UMKM memperdagangkan usahanya di pinggir jalan. Situasi buram ini menjadikan UMKM dan LKMS mengalami krisis paling dalam.
Melihat kondisi yang demikian pemerintah tak boleh diam begitu saja, apalagi LKMS semuanya adalah berbadan hukum koperasi. Kita tahu semua koperasi merupakan salah satu cabang perekonomian nasional sekaligus juga soko guru ekonomi, maka perlu diselamatkan oleh pemerintah dengan berbagai regulasi yang memberikan iklim yang kondusif bagi ketahanan LKMS. Dengan demikian pemerintah terlibat dalam mencegah dan menghindari menurunya kepercayaan publik.
Kemudian diperlukan pula peningkatan likuiditas dana LKMS sehingga LKMS bisa survive dalam menghapi krisis yang terjadi saat ini. Dalam hal ini pihak pemerintah dengan lembaga keuangannya bisa berkoordinasi dengan LKMS dalam bentuk dana bantuan talangan likuiditas. Apabila diperlukan LKMS juga diajak bermitra sebagai penyalur program dana murah yang berasal dari pemerintah sebagai program bantuan langsung tunai (BLT). Tak lupa pula agar terus menjaga keoptimisan masyarakat dan pelaku UMKM dalam menghadapi krisis ini, keberadaan jaringan pengaman sosial terus digalakkan dengan mengoptimalkan program bantuan sosial. Sehingga masyarakat bisa merasa negara hadir di tengah penderitaan yang terjadi saat ini.
Sekali lagi nasib LKMS sangat penting diperhatikan oleh pemerintah disaat kondisi seperti ini, maka kementerian terkait seperti Kementerian Koperasi dan UKM, Kementerian Keuangan, Bank Indonesia, Kemenko Perekonomian, OJK harus memiliki persepsi yang sama. Bagaimana untuk mempercepat pemulihan dan pertumbuhan kembali LKMS, menjaga rasa aman dan kepercayaan publik terhadap LKMS. Kita yakin LKMS di Indonesia bisa bertahan dalam kondisi krisis seperti saat ini, apabila saling ada kesalahpahaman dan koordinasi yang dilakukan oleh para stakeholders yang ada di negeri ini.
Oleh: Budi Santoso Menteri Perdagangan Neraca perdagangan Indonesia pada April 2025 mencatatkan surplus sebesar USD0,16 miliar. Surplus April 2025…
Oleh : Agus Yuliwan Pemerhati Ekonomi Syariah Sejak dilantik pada 20 Oktober 2024 hingga sekarang, masyarakat Indonesia menanti kepada pemerintah…
Oleh: Dr. Edy Purwo Saputro, MSi Dosen Pascasarjana Universitas Muhammadiyah Solo Hari Tanpa Tembakau Sedunia (HTTS) 2025 setiap…
Oleh: Budi Santoso Menteri Perdagangan Neraca perdagangan Indonesia pada April 2025 mencatatkan surplus sebesar USD0,16 miliar. Surplus April 2025…
Oleh : Agus Yuliwan Pemerhati Ekonomi Syariah Sejak dilantik pada 20 Oktober 2024 hingga sekarang, masyarakat Indonesia menanti kepada pemerintah…
Oleh: Dr. Edy Purwo Saputro, MSi Dosen Pascasarjana Universitas Muhammadiyah Solo Hari Tanpa Tembakau Sedunia (HTTS) 2025 setiap…