Perlunya Terobosan Baru LKMS

Oleh : Agus Yuliawan

Pemerhati Ekonomi Syariah

Banyak orang menilai dan merendahkan peran dan manfaat lembaga keuangan mikro syariah (LKMS), begitu juga para pelaku LKMS banyak yang minim inovatif dalam mengelola LKMS, bahkan dari mereka masih banyak menyadari bahwa LKMS itu hanya membiayai komunitas orang kecil saja atau wong cilik. Sehingga yang mereka bayangkan dan menjadi paradigma adalah LKMS adalah lembaga pembiayaan kepada wong cilik semata selain itu tidak.

Padahal sebenarnya tidak demikian. LKMS bisa membiayai proyek yang sangat besar, bahkan yang tak bisa dibiayai oleh perbankan sekalipun bisa dilakukan. Asalkan LKMS memahami financial engeneering dalam melakukan rekasaya keuangan. Minimnya inovasi – inovasi yang dilakukan oleh LKMS, terkadang, menjadikan pelaku usaha mengeluh karena ketidakmampuan LKMS dalam membiayai proyeknya,ketika pelaku usaha tersebut memenangkan tender proyek. Pada hal itu bisa dilakukan jika LKMS bisa memanajemen dengan baik.

Memang secara regulasi dalam melakukan penyaluran pembiayaan LKMS mengacu kepada namanya LLL (legal lending limit) atau batas maksimum pemberian pembiayaan. Meskipun barupa LKMS dan bukan perbankan, tetap saja LKMS mengacu pada LLL tersebut yang acuannya berupa rasio – rasio. Seperti permodalan (capital), kualitas aktiva produktif (asset), manajemen, rentabilitas (earning) dan likuiditas. Analisis tersebut selama ini dikenal dengan CAMEL. Terkait dengan LLL tentunya LKMS tak bisa membiayai secara maksimal kepada anggotanya ketika dana yang dihimpun melalui tabungan dan deposito tak mencukupinya.

Namun demikian ada cara yang lain dan bisa dilakukan oleh LKMS untuk bisa membiayai secara besar melalui dana cash ratio yang selama ini dicadangkan dan ditempatkan melalui perbankan syariah sebagai penempatanya. Rata – rata untuk LKMS yang sehat menempatkan cash ratio dengan portofolio sebesar 15 persen, sementara  kalau perbankan 5 persen dari jumlah modal yang dimiliki. Sisanya adalah dana disalurkan ke berbagai sektor – sektor pembiayaan.

Cash ratio yang selama ini ditempatkan di perbankan syariah berupa deposito dan tabungan tersebut bisa digunakan oleh LKMS dalam membiayai kepada anggota, jika membutuhkan pendanaan. Dengan cara cash ratio yang ditempatkan tersebut dijadikan agunan pembiayaan oleh LKMS dalam membiayai para anggotanya. Contohnya anggota LKMS perlu dana Rp 500.000.000 sementara cash ratio LKMS di bank syariah Rp.1.000.000.000, maka uang Rp 500.000.000 milik LKMS bisa dijadikan agunan ke bank syariah tanpa harus mengagunkankan asset milik anggota.

Dengan model back to back inilah, maka bank syariah bisa cepat mengucurkan pembiayaan kepada anggota LKMS yang membutuhkan. Selain itu nisbah bagi hasil (NBH) yang diberikan dalam pembiayaan sangat kecil yakni hanya  3 % equivalent rate, sementara jika tanpa mekanisme seperti ini si anggota LKMS mengakses sendiri rata – rata NBH nya bisa 16 % equivalent rate-nya. Dengan skema yang demikian, akan memberikan kemudahan kepada para anggota LKMS yang membutuhkan modal yang besar untuk usaha sementara LKMS tersandung dengan  LLL, maka back to back financing bisa menjadi sebuah solusi. 

Selain itu dengan model financial engeneering yang demikian secara otomatis akan menjadikan sebuah public relation secara masif ternyata LKMS bukan sebuah lembaga keuangan gurem atau wong cilik. Tapi LKMS mampu memberikan pembiayaan secara besar kepada para anggotanya dan benar – benar bisa diandalkan oleh masyarakat. 

Salah satu LKMS yang sudah menjalankan konsep ini adalah Baitut Tamwil Muhammadiyah (BTM), dengan model skema yang demikian, maka ketika Amal Usaha Muhammadiyah (AUM) butuh pembiayaan besar dan miliaran  dalam membangun gedung dan perlengkapan sekolah, cukup dengan back to back yang dilakukan oleh BTM dengan bank syariah. Bahkan saking sayangnya BTM terhadap AUM dalam pembiayaan seperti ini AUM hanya dikenakan pengembalan secara qardhul hasan saja dengan syarat semua dana – dana AUM, gaji karyawan dan semua cash manajemen dikelola oleh BTM. Hebat bukan cara yang demikian untuk pengembangan LKMS.            

BERITA TERKAIT

April 2025, Neraca Perdagangan Surplus

Oleh: Budi Santoso Menteri Perdagangan   Neraca perdagangan Indonesia pada April 2025 mencatatkan surplus sebesar USD0,16 miliar.  Surplus April 2025…

Menagih Janji Ekonomi Syariah

Oleh : Agus Yuliwan Pemerhati Ekonomi Syariah Sejak dilantik pada 20 Oktober 2024 hingga sekarang, masyarakat Indonesia menanti kepada pemerintah…

Industrialisasi Rokok

  Oleh: Dr. Edy Purwo Saputro, MSi Dosen Pascasarjana Universitas Muhammadiyah Solo   Hari Tanpa Tembakau Sedunia (HTTS) 2025 setiap…

BERITA LAINNYA DI

April 2025, Neraca Perdagangan Surplus

Oleh: Budi Santoso Menteri Perdagangan   Neraca perdagangan Indonesia pada April 2025 mencatatkan surplus sebesar USD0,16 miliar.  Surplus April 2025…

Menagih Janji Ekonomi Syariah

Oleh : Agus Yuliwan Pemerhati Ekonomi Syariah Sejak dilantik pada 20 Oktober 2024 hingga sekarang, masyarakat Indonesia menanti kepada pemerintah…

Industrialisasi Rokok

  Oleh: Dr. Edy Purwo Saputro, MSi Dosen Pascasarjana Universitas Muhammadiyah Solo   Hari Tanpa Tembakau Sedunia (HTTS) 2025 setiap…

Berita Terpopuler