Perdagangan Internasional - Pemerintah Diminta Melonggarkan Restriksi Impor Pangan

NERACA

Jakarta – Lembaga Center for Indonesian Policy Studies (CIPS) menginginkan pemerintah melonggarkan sejumlah restriksi impor pangan dalam rangka menurunkan tingkat harga sehingga menguntungkan konsumen nasional. Pemerintah juga perlu meningkatkan target penanganan pangan menjelang datangnya bulan puasa

"Jika memang harga barang-barang seperti beras dan gula lebih murah yang impor, maka seyogyanya pemerintah melonggarkan restriksinya agar barang-barang tersebut bisa masuk ke Indonesia dengan lebih mudah," kata peneliti CIPS bidang perdagangan, Hizkia Respatiadi dalam pernyataan menyambut Hari Konsumen Nasional di Jakarta, Kamis.

Menurut dia, pada saat ini slogan konsumen cerdas dan cinta produk Indonesia yang digadang-gadang pada Hari Konsumen Nasional (Harkonas) yang dirayakan setiap tanggal 20 April sepertinya masih angan-angan.

Dia berpendapat slogan itu masih belum bisa terwujud sepenuhnya karena harga bahan pangan di Indonesia lebih mahal dibanding negara tetangga seperti Singapura dan Australia.

"Ketika konsumen membandingkan barang buatan dalam negeri dengan barang impor, mereka tentu melihat kualitas dan harganya. Jika kualitasnya sama tapi harga barang impor lebih murah, konsumen tentu dengan cerdas akan memilih barang impor," kata Hizkia.

Sebelumnya, Anggota Komisi IV DPR RI Andi Akmal Pasluddin mengatakan, pemerintah perlu meningkatkan target penanganan pangan menjelang datangnya bulan puasa hingga lebaran karena masih banyak yang perlu dibenahi.

"Bukan hanya stabilisasi stok pangan, namun juga perlu adanya kestabilan harga di mana selama ini baik harga-harga terutama pangan selalu mengalami lonjakan," kata Andi Akmal Pasluddin.

Menurut politisi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) itu, target pemerintah dinilai baru pada tataran memberikan kecukupan akan ketersediaan pangan pada momen strategis tiap tahun pada bulan puasa.

Akmal mengatakan Komisi IV DPR senantiasa mengingatkan kepada pemerintah untuk berupaya keras pada stabilisasi harga pangan, baik di pusat hingga ke daerah. "Banyak daerah besar seperti DKI Jakarta, Bandung, Surabaya, Makasar dan kota besar lainnya menyatakan kesiapan menghadapi stabilisasi stok pangan. Bahkan pemerintah pusat melalui Kementerian Pertanian dan Kementerian Perdagangan menyatakan kesiapannya," tuturnya.

Namun, ujar dia, tidak ada satupun pernyataan pemerintah baik pemerintah daerah maupun pemerintah pusat yang menyatakan siap menjamin harga yang sama ketika puasa dan Lebaran seperti pada bulan-bulan lain. Padahal, Akmal juga mengingatkan bahwa inflasi sangat rentan pada komoditas pangan.

Indonesia menghadapi tantangan besar dalam perdagangan internasional pada 2017 mulai dari target pertumbuhan ekonomi, usaha peningkatan ekspor, hingga kebijakan dari negara lain terhadap Indonesia, kata pejabat Kementerian Perdagangan.

"Perkembangan ekonomi kita dalam beberapa tahun terakhir cukup lambat, dan kami berharap dapat meningkatkannya pada 2017-2018 dengan proyeksi kurang lebih 5,1 hingga 5,3 persen," kata Sekretaris Direktorat Jenderal Pengembangan Ekspor Nasional Kementerian Perdagangan Ari Satria sebagaimana disalin dari Antara.

Dia mengatakan selain proyeksi pertumbuhan ekonomi, Kementerian Perdagangan juga menargetkan angka ekspor Indonesia pada 2017 sebesar 5,63 persen untuk produk non-migas.

Pangsa pasar juga akan mulai meluas hingga ke wilayah Afrika karena banyak potensi perdagangan yang dapat dilakukan oleh Indonesia dengan negara-negara di Afrika melalui erjanjian pasar bebas (FTA) bilateral antara Indonesia dengan negara terkait.

"Negara-negara tujuan ekspor terbesar kita adalah Amerika Serikat, China, Jepang, India, dan Singapura. Selain ASEAN sebagai target perdagangan terdekat, pasar di luar ASEAN juga masih sangat luas dan dapat kita maksimalkan potensinya, salah satunya di Afrika Untuk awalnya kami akan berfokus pada Afrika Selatan, Kenya, Mozambik dan Nigeria," katanya.

Selain perluasan pangsa pasar melalui FTA di beberapa negara Afrika, dia juga menyinggung aspek logistik dalam perdagangan internasional yang sering menjadi permasalahan bagi industri kecil dan menengah untuk lebih aktif dalam ekspor.

"Untuk ASEAN tarif logistik mahal itu dikarenakan jasa pengiriman yang aktif adalah milik asing. Pemerintah bersama kementerian terkait telah mengeluarkan 14 paket kebijakan ekonomi dan sedang berdiskusi untuk kebijakan yang ke-15, kebijakan terbaru itu membahas sisi logistik dimana kita akan mewajibkan ekspor komoditas tertentu untuk menggunakan jasa pelayaran logistik nasional," ujar pria yang pernah menjabat sebagai Atase Perdagangan itu.

BERITA TERKAIT

Distribusi dan Stabilitas Harga Ikan Selama Ramadhan Terus Dikawal

NERACA Jakarta – Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) memastikan akan terus mengawal ketersediaan serta kestabilan harga ikan. KKP menyebut bahwa…

Indonesia dan Sri Lanka Perkuat Hubungan Dagang Bilateral

NERACA Jakarta – Indonesia dan Sri Lanka meluncurkan perundingan Indonesia–Sri Lanka Preferential Trade Agreement (ISL–PTA). Penandatanganan dilaksanakan secara simultan melalui…

2023, Kontribusi Parekraf Terhadap PDB Mencapai 3,9 Persen

NERACA Jakarta – Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif/Kepala Badan Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Menparekraf/Kabaparekraf) Sandiaga Salahuddin Uno memaparkan realisasi program…

BERITA LAINNYA DI Perdagangan

Distribusi dan Stabilitas Harga Ikan Selama Ramadhan Terus Dikawal

NERACA Jakarta – Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) memastikan akan terus mengawal ketersediaan serta kestabilan harga ikan. KKP menyebut bahwa…

Indonesia dan Sri Lanka Perkuat Hubungan Dagang Bilateral

NERACA Jakarta – Indonesia dan Sri Lanka meluncurkan perundingan Indonesia–Sri Lanka Preferential Trade Agreement (ISL–PTA). Penandatanganan dilaksanakan secara simultan melalui…

2023, Kontribusi Parekraf Terhadap PDB Mencapai 3,9 Persen

NERACA Jakarta – Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif/Kepala Badan Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Menparekraf/Kabaparekraf) Sandiaga Salahuddin Uno memaparkan realisasi program…