KEPASTIAN HUKUM JADI UJIAN PEMERINTAH - Tax Amnesty "Menabrak" Prinsip Hukum

KEPASTIAN HUKUM JADI UJIAN PEMERINTAH
Tax Amnesty "Menabrak" Prinsip Hukum 
Jakarta - Ketua Yayasan Satu Keadilan Sugeng Teguh Santoso, penggugat UU No 11/2016 tentang Pengampunan Pajak ke Mahkamah Konstitusi (MK) menilai, undang-undang baru tersebut meruntuhkan prinsip Indonesia sebagai negara hukum. Sementara kalangan pengusaha meminta pemerintah untuk memberikan kepastian hukum yang jelas.
NERACA
“Kita ingin mengingatkan pemerintah bahwa kepentingan-kepentingan yang sifatnya kontemporer sesaat tidak boleh menabrak prinsip negara hukum,” ujar Sugeng dalam acara talk show salah satu radio swasta di Jakarta, Sabtu (23/7).
Menurut dia, sejumlah pasal di UU Pengampunan Pajak sudah melenceng dari filosofi amnesti pajak itu sendiri. Beberapa pasal pun dinilai saling bertentangan satu sama lain dan justru mereduksi UU lainnya.
Misalnya,  pada pasal 1 ayat 1 disebutkan bahwa penghapusan pajak adalah penghapusan wajib dari sanksi administratif dan sanksi pidana pajak dengan membayar uang tebusan. Sementara di pasal 20 disebutkan bahwa data dan informasi yang bersumber dari program amnesti pajak tidak dapat dijadikan sebagai dasar penyelidikan, penyidikan, dan atau penuntutan pidana terhadap wajib pajak (WP).
Para penggugat menilai Pasal 20 sudah melompat jauh dari persoalan hukum pajak ke hukum pidana lainnya, atau dengan kata lain, data para wajib pajak yang ikut amnesti pajak tidak bisa dijadikan dasar hukum untuk kasus pidana di luar kasus pajak.
“Jadi dari garis demarkasi UU Pajak, UU Pengampunan Pajak justru melompat dari bahu jalan ke samudera karena yang dihapuskan juga penegakan hukum lainnya,” ujarnya. 
Menurut Sugeng, sedikitnya ada 9 UU yang direduksi oleh Pasal 20 UU 11 Tahun 2016 tentang Pengampunan Pajak tersebut. Selain itu, para penggugat juga menduga UU Pengampunan Pajak akan digunakan sejumlah pihak melakukan pencucian uang hasil kejahatan di luar negeri.
Karena itu, kalangan pengusaha yang tergabung Kadin Indonesia terkesan masih agak setengah-setengah menanggapi program tax amnesty. Karena disebut program pengampunan, tapi sayangnya masih ada namanya uang tebusan dan mesti melunasi tunggakan pajak sebagai syarat mengikuti program ini.
Menurut Ketua Umum Kadin Indonesia Rosan Roeslani, uang tebusan itu memang menjadi perhatian bagi pengusaha, meskipun memang mereka itu sejauh ini tidak keberatan. “Tapi yang penting angka tebusan itu cukup fair dan dalam kisaran yang reasonable,” ujarnya di Jakarta, pekan lalu. 
Kepastian Hukum
Rosan mengatakan, jika semua pengusaha sudah melakukan deklarasi dan sudah membayar tebusan, maka pemerintah juga perlu memastikan secara hukum. “Karena bagi pengusaha itu yang penting ada kepastian hukum. Sejauh ini sih, bagi pengusaha besar atau sedang rata-rata mereka menerima dari tebusan itu,” ujarnya. 
Jangan sampai, setelah pemerintah ikut deklarasi tax amnesty, tapi kemudian malah pemerintah tidak memberikan kepastian secara hukum. “Jadi ke depannya harus dipastikan, jangan ada apa-apanya. Saya rasa sih pengusaha itu melihatnya positif. Dan akan merasa comfort. Yang penting hal tadi, uang tebusannya harus fair. Apalagi masih ada uang pelunasan tunggakan pajak,” ujarnya. 
Secara terpisah, pengamat ekonomi Yanuar Rizki menilai adanya opsi deklarasi dalam amnesti pajak menjadi celah dalam UU No 11 Tahun 2016 tentang Pengampunan Pajak. Celah tersebut bisa dimanfaatkan berbagai pihak untuk main-main. “Kenapa undang-undang ini memberikan celah?” ujarnya. 
Di dalam program amnesti pajak, para wajib pajak yang menyimpan dananya di luar negeri memiliki dua opsi yakni melakukan repatriasi atau deklarasi.
Repatriasi berarti membawa pulang asetnya ke Indonesia sedangkan deklarasikan hanya mencatatkan hartanya dalam data pajak negara. Saat ini menurut dia, perbankan Singapura sudah memanfaatkan celah kebijakan amnesti pajak tersebut.
Caranya, menawarkan pembayaran tarif deklarasi 2% kepada Warga Negara Indonesia (WNI) asalkan dananya tetap berada di Negeri Singa tersebut. “Perbankan Singapura melihat celah peluang karena UU itu memperkenankan (tetap menyimpan uang di luar negeri),” ujarnya. 
Yanuar khawatir, celah di dalam UU Pengampunan Pajak itu justru dimanfaatkan sejumlah pihak untuk tidak membawa pulang dana ke Indonesia sekaligus tidak membayar tarif deklarasi.
“Sebagai orang kaya, bisa main game theory disini. Misalnya bilang saja ke bank Singapura ‘eh Bank Singapura, ini uang segini saya mau pindahin ke Indonesia kerena ada tax amnesty’. Bank itu (pasti) akan datang bilang ‘udah deh semua itu akan kami bayar’,” tutur dia. 
Selain mengritik opsi deklarasi, Yanuar juga menyoroti kesiapan sekuritas dana repatriasi yang akan masuk dari program amnesti pajak. Seharusnya menurut dia, pemerintah sudah menyiapkan instrumennya agar dana repatriasi bisa digunakan atau diinvestasikan ke sejumlah sektor.
“Repatriasi mau dimasukkan ke SUN yang mana? Kalau mau insentif penambahan modal ke right issue seperti apa sih? Nah Ini yang belum siap,” ujarnya. 
Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Hariyadi Sukamdani berpendapat, jika para pengusana ikut program Tax Amnesty ini, diharapkan dapat uang tebusan serendah mungkin, menghindari denda pajak yang sangat besar, bebas dari pemeriksaan SPT 2015 dan tahun sebelumnya.
Tidak hanya itu. Celah negatif juga terdapat dalam frasa pada ayat (3) Pasal 8 di UU No 11/2016 yang sepertinya bakal menjadi bola panas ke depannya. Pasalnya, dalam ayat itu menyebutkan, jika para pendaftar tax amnesty ingin ikut program tersebut, salah satu syaratnya harus melunasi seluruh tunggakan pajaknya. Ayat ini sepertinya bisa disebut ambigu. Seolah-olah pengampunan pajak ini jadi setengah hati.
“Saya tidak bisa bilang tunggakan ini jadi beban atau tidak bagi pengusaha. Tapi memang, ini (ayat tunggakan) sengaja diloloskan pemerintah-DPR. Ya sudahlah,” tegas Ketua Komisi Tetap Bidang Pengembangan Ekspor Kadin Handito Joewono, kepada Aktual.com, Sabtu (23/7).
Bagi Handito, pengusaha memang berharap kepada tax amnesty ini. Bahkan animo mereka cukup tinggi saat acara sosialisasi. Sehingga menurutnya, kalau memang benar pengampunan, mestinya harus murni pengampunannya.
“Sehingga bagaimana membuat teman-teman di dunia usaha itu menjadi percaya, ini beneran loh. Dan katanya, tidak ada biaya lain-lain, dan sebagainya. Itu beneran lo. Jadi harus dijelaskan semua. Ini harus bisa dijawab oleh DJP,” cetus dia.
Bahkan sebut dia, karena soal tunggakan ini berpotensi ada moral hazard dari pegawai pajak (fiskus), maka mestinya pihak Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan menyelenggarakan kebijakan ini secara spesial.
Dalam arti, harus disiapkan orang-orang atau SDM yang istimewa untuk menjalankan program pengampunan pajak ini. Orang spesial atau istimewa yang dia maksud adalah, orang-orang yang bersih yang dijamin tidak menjalankan pelanggaran.
“Menurut saya, tidak bisa (dilaksankan) dengan (respon) yang biasa. Ini (tax amnesty) kebijakan khusus yang mestinya tak bisa diselesaikan denga SOP biasa. Tapi mesti SOP khusus dan orang-orang yang menjalankan pun orang-orang yang khusus,” papar dia.
Rekomendasi seperti itu dari para pengusaha tersebut, bukannya berarti mereka tidak percaya dengan pihak DJP. “Cuma kan faktanya, terkadang masih ada yang begitu (melakukan penyimpangan). Saya rasa harus disiapkan lebih matang lagi,” tandas Handito.
Karena jika dunia usaha tidak yakin dengan tax amnesty ini, bisa jadi program ini tak akan efektif. Padahal kebijakan ini adalah kesempatan penting. Sehingga mestinya, tidak merugikan kedua pihak, dunia usaha dan negara.
“Sejujurnya dunia usaha masih khawatir. Kalau begitu terus ditakutkan orang tidak mau ikut (tax amnesty). Kan pada akhirnya merugikan dunia usaha juga. Dan dari sisi program juga tidak efektif,” bebernya.
Sejauh ini, kata dia, para dunia usaha masih mendukung program ini. Salah satunya, dari Asosiasi Penguaha Indonesia (Apindo) dan Kadin sendiri. Sebab progam tax amnesty ini tak hanya sebatas adanya dana repatriasi, mestinya lebih jauh dari itu.
“Jangan sampai kesempatan ini lepas lagi. Sudah ribut sana-sini, tapi malah tidak sukses. Tapi saya rasa, (pemerintah) ini tidak bisa menyelesaikan harapan pengusaha juga,” pungkas Handito.
Seperti diketahui, berdasar Pasal 8 ayat (3) di UU itu disebutkan, wajib pajak (WP) sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus memiliki persyaratan sebagai berikut, (antara lain), memiliki NPWP, melunasi seluruh tunggakan pajak, membayar uang tebusan, melunaai pajak yang tidak atau kurang bayar atau melunasi pajak yang seharusnya tidak dikembalikan bagi WP yang sedang dilakukan pemeriksaan bukti permulaan dan/atau penyidikan.Pemerintah Indonesia sedang gencar menyosialisasikan kebijakan amnesti pajak bagi para warga negara Indonesia (WNI) yang menyimpan dananya di luar negeri.
Di sisi lain, negara Singapura yang selama ini menjadi surga pajak dengan tarif pajak yang sangat rendah, sehingga banyak dana-dana pengusaha Indonesia yang disimpan di sana. “Biarin saja (soal sikap Singapura). Karena semua negara pasti mau survive. Termasuk Singapura,” tegas Wapres Jusuf Kalla di depan para pengusaha di Jakarta, pekan lalu. 
Dengan sikap seperti itu, kata JK, membuktikan bahwa selama ini dana para pengusaha Indonesia yang berada di Singapura memang banyak.
“Itu (langkah Singapura) membuktikan bahwa uang orang Indonesia yang terbanyak itu Singapura. Makanya kami ajak uang yang ada di sana ini silakan ikut program amnesti pajak ini,” ujarnya. 
Karena kalau tidak, menurut JK, nanti pemerintah akan bersikap lebih keras lagi. Jika sekarang tidak ikut, nanti di tahun 2018 akan ada Automatic Exchange of Information (Pertukaran Informasi secara Otomatis) dalam data keuangan di perbankan. “Karena pada 2018 nanti tidak bisa tidak pasti harus terbuka. Makanya kita harus keras,” ujarnya. 
Menurut dia, kalau sekarang tidak ikut program pengampunan dan kemudian datanya ada, pemerintah akan segera menangkapnya dan meminta untuk membayarnya. “Justru saat ini kita kasih diskon. datanya ada. Kalau tidak ikut dan nanti kena diskon, ya kita akan tangkap dan dendanya lebih besar lagi. Kita akan tingkatkan,” ujar Wapres.
Seperti diketahui sebelumnya, sejumlah bank besar di Singapura rela membayar tarif deklarasi sebesar 4% terhadap WNI yang mengikuti program amnesti pajak jika WNI tetap memarkir dananya di Negeri Singa tersebut.
"Itu sudah ditawarkan oleh bank-bank besar Singapura," ujar Rosan. Selama ini, banyak wajib pajak yang dengan sengaja tidak mencantumkan hartanya dengan benar di SPT. Hal itu dilakukan untuk menghindari pajak tinggi. Di dalam UU Pengampunan Pajak yang beberapa waktu lalu disahkan DPR, tarif deklarasi sebesar 4% dari nilai aset. bari/mohar/fba

Jakarta - Ketua Yayasan Satu Keadilan Sugeng Teguh Santoso, penggugat UU No 11/2016 tentang Pengampunan Pajak ke Mahkamah Konstitusi (MK) menilai, undang-undang baru tersebut meruntuhkan prinsip Indonesia sebagai negara hukum. Sementara kalangan pengusaha meminta pemerintah untuk memberikan kepastian hukum yang jelas.

NERACA

“Kita ingin mengingatkan pemerintah bahwa kepentingan-kepentingan yang sifatnya kontemporer sesaat tidak boleh menabrak prinsip negara hukum,” ujar Sugeng dalam acara talk show salah satu radio swasta di Jakarta, Sabtu (23/7).

Menurut dia, sejumlah pasal di UU Pengampunan Pajak sudah melenceng dari filosofi amnesti pajak itu sendiri. Beberapa pasal pun dinilai saling bertentangan satu sama lain dan justru mereduksi UU lainnya.

Misalnya,  pada pasal 1 ayat 1 disebutkan bahwa penghapusan pajak adalah penghapusan wajib dari sanksi administratif dan sanksi pidana pajak dengan membayar uang tebusan. Sementara di pasal 20 disebutkan bahwa data dan informasi yang bersumber dari program amnesti pajak tidak dapat dijadikan sebagai dasar penyelidikan, penyidikan, dan atau penuntutan pidana terhadap wajib pajak (WP).

Para penggugat menilai Pasal 20 sudah melompat jauh dari persoalan hukum pajak ke hukum pidana lainnya, atau dengan kata lain, data para wajib pajak yang ikut amnesti pajak tidak bisa dijadikan dasar hukum untuk kasus pidana di luar kasus pajak.

“Jadi dari garis demarkasi UU Pajak, UU Pengampunan Pajak justru melompat dari bahu jalan ke samudera karena yang dihapuskan juga penegakan hukum lainnya,” ujarnya. 

Menurut Sugeng, sedikitnya ada 9 UU yang direduksi oleh Pasal 20 UU 11 Tahun 2016 tentang Pengampunan Pajak tersebut. Selain itu, para penggugat juga menduga UU Pengampunan Pajak akan digunakan sejumlah pihak melakukan pencucian uang hasil kejahatan di luar negeri.

Karena itu, kalangan pengusaha yang tergabung Kadin Indonesia terkesan masih agak setengah-setengah menanggapi program tax amnesty. Karena disebut program pengampunan, tapi sayangnya masih ada namanya uang tebusan dan mesti melunasi tunggakan pajak sebagai syarat mengikuti program ini.

Menurut Ketua Umum Kadin Indonesia Rosan Roeslani, uang tebusan itu memang menjadi perhatian bagi pengusaha, meskipun memang mereka itu sejauh ini tidak keberatan. “Tapi yang penting angka tebusan itu cukup fair dan dalam kisaran yang reasonable,” ujarnya di Jakarta, pekan lalu. 

Kepastian Hukum

Rosan mengatakan, jika semua pengusaha sudah melakukan deklarasi dan sudah membayar tebusan, maka pemerintah juga perlu memastikan secara hukum. “Karena bagi pengusaha itu yang penting ada kepastian hukum. Sejauh ini sih, bagi pengusaha besar atau sedang rata-rata mereka menerima dari tebusan itu,” ujarnya. 

Jangan sampai, setelah pemerintah ikut deklarasi tax amnesty, tapi kemudian malah pemerintah tidak memberikan kepastian secara hukum. “Jadi ke depannya harus dipastikan, jangan ada apa-apanya. Saya rasa sih pengusaha itu melihatnya positif. Dan akan merasa comfort. Yang penting hal tadi, uang tebusannya harus fair. Apalagi masih ada uang pelunasan tunggakan pajak,” ujarnya. 

Secara terpisah, pengamat ekonomi Yanuar Rizki menilai adanya opsi deklarasi dalam amnesti pajak menjadi celah dalam UU No 11 Tahun 2016 tentang Pengampunan Pajak. Celah tersebut bisa dimanfaatkan berbagai pihak untuk main-main. “Kenapa undang-undang ini memberikan celah?” ujarnya. 

Di dalam program amnesti pajak, para wajib pajak yang menyimpan dananya di luar negeri memiliki dua opsi yakni melakukan repatriasi atau deklarasi.

Repatriasi berarti membawa pulang asetnya ke Indonesia sedangkan deklarasikan hanya mencatatkan hartanya dalam data pajak negara. Saat ini menurut dia, perbankan Singapura sudah memanfaatkan celah kebijakan amnesti pajak tersebut.

Caranya, menawarkan pembayaran tarif deklarasi 2% kepada Warga Negara Indonesia (WNI) asalkan dananya tetap berada di Negeri Singa tersebut. “Perbankan Singapura melihat celah peluang karena UU itu memperkenankan (tetap menyimpan uang di luar negeri),” ujarnya. 

Yanuar khawatir, celah di dalam UU Pengampunan Pajak itu justru dimanfaatkan sejumlah pihak untuk tidak membawa pulang dana ke Indonesia sekaligus tidak membayar tarif deklarasi.

“Sebagai orang kaya, bisa main game theory disini. Misalnya bilang saja ke bank Singapura ‘eh Bank Singapura, ini uang segini saya mau pindahin ke Indonesia kerena ada tax amnesty’. Bank itu (pasti) akan datang bilang ‘udah deh semua itu akan kami bayar’,” tutur dia. 

Selain mengritik opsi deklarasi, Yanuar juga menyoroti kesiapan sekuritas dana repatriasi yang akan masuk dari program amnesti pajak. Seharusnya menurut dia, pemerintah sudah menyiapkan instrumennya agar dana repatriasi bisa digunakan atau diinvestasikan ke sejumlah sektor.

“Repatriasi mau dimasukkan ke SUN yang mana? Kalau mau insentif penambahan modal ke right issue seperti apa sih? Nah Ini yang belum siap,” ujarnya. 

Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Hariyadi Sukamdani berpendapat, jika para pengusana ikut program Tax Amnesty ini, diharapkan dapat uang tebusan serendah mungkin, menghindari denda pajak yang sangat besar, bebas dari pemeriksaan SPT 2015 dan tahun sebelumnya.

Tidak hanya itu. Celah negatif juga terdapat dalam frasa pada ayat (3) Pasal 8 di UU No 11/2016 yang sepertinya bakal menjadi bola panas ke depannya. Pasalnya, dalam ayat itu menyebutkan, jika para pendaftar tax amnesty ingin ikut program tersebut, salah satu syaratnya harus melunasi seluruh tunggakan pajaknya. Ayat ini sepertinya bisa disebut ambigu. Seolah-olah pengampunan pajak ini jadi setengah hati.

“Saya tidak bisa bilang tunggakan ini jadi beban atau tidak bagi pengusaha. Tapi memang, ini (ayat tunggakan) sengaja diloloskan pemerintah-DPR. Ya sudahlah,” tegas Ketua Komisi Tetap Bidang Pengembangan Ekspor Kadin Handito Joewono, kepada Aktual.com, Sabtu (23/7).

Bagi Handito, pengusaha memang berharap kepada tax amnesty ini. Bahkan animo mereka cukup tinggi saat acara sosialisasi. Sehingga menurutnya, kalau memang benar pengampunan, mestinya harus murni pengampunannya.

“Sehingga bagaimana membuat teman-teman di dunia usaha itu menjadi percaya, ini beneran loh. Dan katanya, tidak ada biaya lain-lain, dan sebagainya. Itu beneran lo. Jadi harus dijelaskan semua. Ini harus bisa dijawab oleh DJP,” cetus dia.

Bahkan sebut dia, karena soal tunggakan ini berpotensi ada moral hazard dari pegawai pajak (fiskus), maka mestinya pihak Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan menyelenggarakan kebijakan ini secara spesial.

Dalam arti, harus disiapkan orang-orang atau SDM yang istimewa untuk menjalankan program pengampunan pajak ini. Orang spesial atau istimewa yang dia maksud adalah, orang-orang yang bersih yang dijamin tidak menjalankan pelanggaran.

“Menurut saya, tidak bisa (dilaksankan) dengan (respon) yang biasa. Ini (tax amnesty) kebijakan khusus yang mestinya tak bisa diselesaikan denga SOP biasa. Tapi mesti SOP khusus dan orang-orang yang menjalankan pun orang-orang yang khusus,” papar dia.

Rekomendasi seperti itu dari para pengusaha tersebut, bukannya berarti mereka tidak percaya dengan pihak DJP. “Cuma kan faktanya, terkadang masih ada yang begitu (melakukan penyimpangan). Saya rasa harus disiapkan lebih matang lagi,” ujarnya. 

Karena jika dunia usaha tidak yakin dengan tax amnesty ini, bisa jadi program ini tak akan efektif. Padahal kebijakan ini adalah kesempatan penting. Sehingga mestinya, tidak merugikan kedua pihak, dunia usaha dan negara.

“Sejujurnya dunia usaha masih khawatir. Kalau begitu terus ditakutkan orang tidak mau ikut (tax amnesty). Kan pada akhirnya merugikan dunia usaha juga. Dan dari sisi program juga tidak efektif,” bebernya.

Sejauh ini, kata dia, para dunia usaha masih mendukung program ini. Salah satunya, dari Asosiasi Penguaha Indonesia (Apindo) dan Kadin sendiri. Sebab progam tax amnesty ini tak hanya sebatas adanya dana repatriasi, mestinya lebih jauh dari itu.

“Jangan sampai kesempatan ini lepas lagi. Sudah ribut sana-sini, tapi malah tidak sukses. Tapi saya rasa, (pemerintah) ini tidak bisa menyelesaikan harapan pengusaha juga,” pungkas Handito.

Seperti diketahui, berdasar Pasal 8 ayat (3) di UU itu disebutkan, wajib pajak (WP) sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus memiliki persyaratan sebagai berikut, (antara lain), memiliki NPWP, melunasi seluruh tunggakan pajak, membayar uang tebusan, melunaai pajak yang tidak atau kurang bayar atau melunasi pajak yang seharusnya tidak dikembalikan bagi WP yang sedang dilakukan pemeriksaan bukti permulaan dan/atau penyidikan.Pemerintah Indonesia sedang gencar menyosialisasikan kebijakan amnesti pajak bagi para warga negara Indonesia (WNI) yang menyimpan dananya di luar negeri.

Di sisi lain, negara Singapura yang selama ini menjadi surga pajak dengan tarif pajak yang sangat rendah, sehingga banyak dana-dana pengusaha Indonesia yang disimpan di sana. “Biarin saja (soal sikap Singapura). Karena semua negara pasti mau survive. Termasuk Singapura,” tegas Wapres Jusuf Kalla di depan para pengusaha di Jakarta, pekan lalu. 

Dengan sikap seperti itu, kata JK, membuktikan bahwa selama ini dana para pengusaha Indonesia yang berada di Singapura memang banyak.

“Itu (langkah Singapura) membuktikan bahwa uang orang Indonesia yang terbanyak itu Singapura. Makanya kami ajak uang yang ada di sana ini silakan ikut program amnesti pajak ini,” ujarnya. 

Karena kalau tidak, menurut JK, nanti pemerintah akan bersikap lebih keras lagi. Jika sekarang tidak ikut, nanti di tahun 2018 akan ada Automatic Exchange of Information (Pertukaran Informasi secara Otomatis) dalam data keuangan di perbankan. “Karena pada 2018 nanti tidak bisa tidak pasti harus terbuka. Makanya kita harus keras,” ujarnya. 

Menurut dia, kalau sekarang tidak ikut program pengampunan dan kemudian datanya ada, pemerintah akan segera menangkapnya dan meminta untuk membayarnya. “Justru saat ini kita kasih diskon. datanya ada. Kalau tidak ikut dan nanti kena diskon, ya kita akan tangkap dan dendanya lebih besar lagi. Kita akan tingkatkan,” ujar Wapres.

Seperti diketahui sebelumnya, sejumlah bank besar di Singapura rela membayar tarif deklarasi sebesar 4% terhadap WNI yang mengikuti program amnesti pajak jika WNI tetap memarkir dananya di Negeri Singa tersebut.

"Itu sudah ditawarkan oleh bank-bank besar Singapura," ujar Rosan. Selama ini, banyak wajib pajak yang dengan sengaja tidak mencantumkan hartanya dengan benar di SPT. Hal itu dilakukan untuk menghindari pajak tinggi. Di dalam UU Pengampunan Pajak yang beberapa waktu lalu disahkan DPR, tarif deklarasi sebesar 4% dari nilai aset. bari/mohar/fba

BERITA TERKAIT

MESKI TERJADI KETEGANGAN IRAN-ISRAEL: - Dirjen Migas: Harga BBM Tak Berubah Hingga Juni

Jakarta-Dirjen Minyak dan Gas Bumi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Tutuka Ariadji mengungkapkan harga bahan bakar minyak (BBM)…

PREDIKSI THE FED: - Tahan Suku Bunga Imbas Serangan Iran

NERACA Jakarta - Ketegangan konflik antara Iran dengan Israel memberikan dampak terhadap gejolak ekonomi global dan termasuk Indonesia. Kondisi ini…

PEMERINTAH ATUR TUGAS KEDINASAN ASN: - Penerapan Kombinasi WFO dan WFH

Jakarta-Pemerintah memutuskan untuk menerapkan pengombinasian tugas kedinasan dari kantor (work from office-WFO) dan tugas kedinasan dari rumah (work from home-WFH)…

BERITA LAINNYA DI Berita Utama

MESKI TERJADI KETEGANGAN IRAN-ISRAEL: - Dirjen Migas: Harga BBM Tak Berubah Hingga Juni

Jakarta-Dirjen Minyak dan Gas Bumi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Tutuka Ariadji mengungkapkan harga bahan bakar minyak (BBM)…

PREDIKSI THE FED: - Tahan Suku Bunga Imbas Serangan Iran

NERACA Jakarta - Ketegangan konflik antara Iran dengan Israel memberikan dampak terhadap gejolak ekonomi global dan termasuk Indonesia. Kondisi ini…

PEMERINTAH ATUR TUGAS KEDINASAN ASN: - Penerapan Kombinasi WFO dan WFH

Jakarta-Pemerintah memutuskan untuk menerapkan pengombinasian tugas kedinasan dari kantor (work from office-WFO) dan tugas kedinasan dari rumah (work from home-WFH)…