Kasus Stanchart Bank Layak Masuk Ranah Pidana

NERACA

Jakarta – Atas keputusan Mahkamah Agung menghukum Standard Chartered Bank untuk membayar ganti rugi Rp1 miliar kepada nasabah KTA (kredit tanpa agunan), gara-gara bank asing asal Inggris itu menggunakan jasa penagih (debt collector) menjurus intimidasi dan teror, Ketua Satgas Investasi Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Sardjito mendukungnya.

Dia mengatakan, apabila kasus yang terjadi pada salah satu nasabah sebuah bank yang mengalami tindak kekerasan oleh debt collector, maka korban diminta melaporkan kejadian tersebut kepada OJK. Dengan demikian, kasus ini dapat ditindaklanjuti lebih mendalam lagi dan melalui penelusuran bukti-bukti yang ada. “Penyampaian laporan ke OJK ini merupakan dalam rangka perlindungan konsumen jasa keuangan sehingga pelaporan dari korban sangat diperlukan,” kata dia kepada Neraca, Selasa (19/8).

Sardjito juga menjelaskan bahwa dalam prosesnya, pihak OJK bisa saja memanggil pihak bank untuk dimintai keterangan perihal kejadian yang sebenarnya. Jika korban melakukan pelaporan terlebih dahulu, maka pihak bank yang dimaksud bisa dipanggil dalam rangka penjelasan dan meminta keterangan.

“Kasus kekerasan oleh debt collector tersebut sebenarnya masuk dalam ranah hukum pidana. Namun, OJK punya kewenangan dalam hal perlindungan konsumen. Berdasarkan Pasal 351 KUHP itu masuk pidana. Jadi, harusnya lapor polisi. Kalau memang sudah lapor, untuk perlindungan konsumen bisa juga lapor ke OJK," tandas Sardjito.

Dia pun menambahkan pihak perbankan harus memperketat kinerja jasa tagih atau debt collector miliknya. Bahkan, sebenarnya apabila pelanggaran ditemukan, seperti debt collector menggunakan kekerasan maka bank sentral akan membawa kasus tersebut ke ranah hukum. “Pengaturan jasa debt collector kewenangan ada di Bank Sentral yaitu Bank Indonesia (BI). Bank boleh pakai jasa debt collector asal tidak boleh kasar, ada waktu nagih,” lanjut dia.

Dia menuturkan bahwa diharapkan apapun permasalahan yang terjadi antara pihak bank dan nasabahnya akan lebih baik dilakukan dengan cara yang damai, seperti mediasi yang tepat. Penggunaan jasa debt collector memang diperbolehkan, namun diperlukan pengawasan yang ketat dari suatu bank supaya tidak terjadi kekerasan yang merugikan salah satu pihak.

Sementara pengamat ekonomi Universitas Indonesia (UI) Lana Soelistianingsih mengatakan, atas keputusan MA itu tentu suatu hal yang bagus mengingat dulu pernah ada kasus Citibank yang sampai dengan saat ini kasusnya kabur tanpa ada kejelasan. “Ada kasus perbankan masuk dalam ranah hukum dan ditindak lanjuti dengan baik oleh Mahkamah Agung (MA) suatu tindakan yang bagus berarti ada perlindungan dari hukum kepada nasabah,” katanya kemarin.

Karena apa, memang menggunakan jasa debt collector memang tidak diperbolehkan oleh Bank Indonesia (BI). Oleh karenanya atas kejadian ini menjadi perhatian baik dari nasabah maupun bank bisa lebih selektif sebelum melakukan perjanjian menggunakan kartu kredit. “Bagi nasabah, tentu ini menjadi peringatan untuk bisa meneliti dulu sebelum menandatangani perjanjian kredit,” ujarnya.

Sedangkan bagi perbankan tentu saja penting rasanya ketika memilih nasabah lebih selektif melihat dari kredibilitas calon nasabah jangan asal saja. Karena banyak kejadian perbankan tidak menggunakan azas selection disamping itu tidak sedikit menawarkan kredit hanya lewat telpon atau pesan singkat (SMS) tanpa melihat kemampuan dari nasabah sehingga banyak kreditur macet. “Sampai dengan saat ini belum ada aturan yang jelas atas klasifikasi yang memang benar bisa membuat kartu kredit, sehingga banyak yang bermasalah. Inilah yang harus menjadi warning perbankan untuk bisa lebih selektif dalam menggaet nasabah,” tegasnya.

Disamping itu, atas kasus ini tentu saja butuh peran dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK) sebagai lembaga independen untuk bisa lebih mengawasi atas perilaku perbankan menggunakan jasa debt collector, dan tentu OJK harusnya bisa membuat aturan dan klasifikasi yang sesuai untuk para nasabah yang memang bisa membuat kartu kredit, sehingga tidak muncul kasus serupa. “Harapannya OJK bisa punya peran besar dalam menjaga industri perbankan bisa tetap kondusif,” tukasnya. agus/mohar/rin

 

 

 

 

 

 

BERITA TERKAIT

MESKI TERJADI KETEGANGAN IRAN-ISRAEL: - Dirjen Migas: Harga BBM Tak Berubah Hingga Juni

Jakarta-Dirjen Minyak dan Gas Bumi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Tutuka Ariadji mengungkapkan harga bahan bakar minyak (BBM)…

PREDIKSI THE FED: - Tahan Suku Bunga Imbas Serangan Iran

NERACA Jakarta - Ketegangan konflik antara Iran dengan Israel memberikan dampak terhadap gejolak ekonomi global dan termasuk Indonesia. Kondisi ini…

PEMERINTAH ATUR TUGAS KEDINASAN ASN: - Penerapan Kombinasi WFO dan WFH

Jakarta-Pemerintah memutuskan untuk menerapkan pengombinasian tugas kedinasan dari kantor (work from office-WFO) dan tugas kedinasan dari rumah (work from home-WFH)…

BERITA LAINNYA DI Berita Utama

MESKI TERJADI KETEGANGAN IRAN-ISRAEL: - Dirjen Migas: Harga BBM Tak Berubah Hingga Juni

Jakarta-Dirjen Minyak dan Gas Bumi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Tutuka Ariadji mengungkapkan harga bahan bakar minyak (BBM)…

PREDIKSI THE FED: - Tahan Suku Bunga Imbas Serangan Iran

NERACA Jakarta - Ketegangan konflik antara Iran dengan Israel memberikan dampak terhadap gejolak ekonomi global dan termasuk Indonesia. Kondisi ini…

PEMERINTAH ATUR TUGAS KEDINASAN ASN: - Penerapan Kombinasi WFO dan WFH

Jakarta-Pemerintah memutuskan untuk menerapkan pengombinasian tugas kedinasan dari kantor (work from office-WFO) dan tugas kedinasan dari rumah (work from home-WFH)…