Kinerja 2013 - Laba Bersih BNI Meningkat 29,5%

NERACA

Jakarta - Sepanjang 2013, PT Bank Negara Indonesia Tbk mencatatkan pertumbuhan laba bersih sebesar 28,5% menjadi Rp9,05 triliun. Direktur Utama BNI Gatot M Suwondo menjelaskan faktor meningkatnya laba bersih perseroan adalah tumbuhnya pendapatan operasional (operating income) yang mencapai Rp28,50 triliun atau tumbuh sekitar 19,2% dibanding periode yang sama tahun sebelumnya.

Selain itu Gatot menilai, peningkatan operasional BNI didorong oleh tingginya pendapatan bunga bersih atau Net Interest Income yang mencapai sebesar Rp19,06 triliun. “Atau melesat 23,3% serta disumbang oleh realisasi pendapatan non bunga yang mencapai Rp9,44 triliun atau tumbuh 11,8%,” ujar Gatot di Jakarta, Rabu (19/2).

Pertumbuhan net interest income tersebut disumbang oleh kinerja penyaluran kredit BNI yang tumbuh 24,9% dibanding tahun 2012 menjadi sebesar Rp 250,64 triliun, dimana alokasi kredit terbesar BNI ada di  kredit korporasi yang mencapai Rp 112,23 triliun atau tumbuh 55,4% dibandingkan tahun 2012.

Kredit korporasi tersebut sudah termasuk 116 debitur kredit medium BNI yang naik kelas ke kredit korporasi dengan nilai total mencapai Rp 10,3 triliun akibat peningkatan usaha bisnisnya. “Kredit BNI terus tumbuh pada dua bidang utama. Untuk sektor Business Banking, kredit tumbuh 26,5%, dan untuk sektor  Consumer & Retail Banking yang tumbuh 15,5%,” ungkap Gatot.

Pertumbuhan kredit BNI tersebut membuat Loan to Deposit Ratio (LDR) meningkat dari 77,5% pada tahun 2012 menjadi  85,3% pada 2013. Peningkatan kredit ini menunjukkan fungsi BNI sebagai lembaga intermediary  yang  semakin baik. Kualitas kredit pun membaik, ditandai dengan menurunnya net NPL maupun gross NPL. 

Net NPL turun dari 0,8% pada 2012 menjadi 0,5% pada 2013, sedangkan Gross NPL turun dari 2,8% pada 2012 menjadi 2,2% pada tahun 2013. Sesuai prinsip kehati-hatian, BNI juga meningkatkan rasio pencadangan (coverage ratio) dari 123,0% pada tahun 2012 menjadi 128,5% pada tahun 2013. 

Gatot menjelaskan kinerja BNI yang semakin cemerlang itu tercapai ditengah sejumlah tantangan yang muncul baik dari dalam negeri maupun luar negeri. “Seperti kenaikan harga bahan bakar minyak yang memicu inflasi tinggi, nilai tukar rupiah yang tertekan akibat melebarnya defisit transaksi berjalan, hingga isu pengurangan stimulus ekonomi oleh pemerintah Amerika Serikat,” tutur Gatot.

Selain itu untuk ekspansi kredit, BNI juga tumbuh cukup tinggi yakni didukung oleh peningkatan dana pihak ketiga (DPK) sebesar 13,3%. Meningkat dari Rp257,66 triliun pada 2012 menjadi Rp291 triliun di 2013.

Adapun fokus utama pada penghimpunan dana murah berupa Current Account Saving Account (CASA). Upaya tersebut kemudian menghasilkan pertumbuhan CASA sebesar 15,3 persen atau senilai Rp26,5 triliun. "Dengan penambahan CASA tersebut, komposisi dana murah yang dikelola BNI meningkat dari 67,0 persen pada 2012 menjadi 68,5 persen pada 2013," ujar Gatot.

Gatot melanjutkan, upaya untuk meningkatkan CASA pada komposisi DPK BNI, terus dilakukan dengan mengoptimalkan program BNI sebagai Bank Transaksional (Transactional Banking), yang dapat meningkatkan pendapatan berbasis komisi (fee based income) dan pertumbuhan dana berbiaya rendah. 

Dia menyampaikan, tingginya komposisi CASA menyebabkan biaya dana BNI turun dari 2,7 persen pada 2012 menjadi 2,4 persen pada 2013. Tingginya CASA juga menjadi pertanda bahwa loyalitas nasabah baik ritel maupun korporasi kepada BNI tetap terjaga. 

Pada 2013, BNI mampu meningkatkan rasio return on asset (ROA) dari 2,9 persen pada 2012 menjadi 3,4 persen pada 2013. Begitu pula denganreturn on equity (ROE) yang juga menguat dari 20 persen pada 2012 menjadi 22,5 persen pada 2013. BNI juga mampu membukukan peningkatan Net Interest Margin (NIM) dari 5,9 persen pada 2012 menjadi 6,1 persen pada 2013. 

Di sisi lain, Cost to Income Ratio (CIR) menurun dari 49,5 persen pada 2012 menjadi 46,7 persen pada 2013 dan Biaya Operasional Pendapatan Operasional (BOPO) dari 71,0 persen pada 2012 menjadi 67,1 persen pada 2013. [sylke]

BERITA TERKAIT

Investasi Ilegal di Bali, Bukan Koperasi

Investasi Ilegal di Bali, Bukan Koperasi NERACA Denpasar - Sebanyak 12 lembaga keuangan yang menghimpun dana masyarakat secara ilegal di…

Farad Cryptoken Merambah Pasar Indonesia

  NERACA Jakarta-Sebuah mata uang digital baru (kriptografi) yang dikenal dengan Farad Cryptoken (“FRD”) mulai diperkenalkan ke masyarakat Indonesia melalui…

OJK: Kewenangan Satgas Waspada Iinvestasi Diperkuat

NERACA Bogor-Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengharapkan Satuan Tugas (Satgas) Waspada Investasi dapat diperkuat kewenangannya dalam melaksanakan tugas pengawasan, dengan payung…

BERITA LAINNYA DI

Investasi Ilegal di Bali, Bukan Koperasi

Investasi Ilegal di Bali, Bukan Koperasi NERACA Denpasar - Sebanyak 12 lembaga keuangan yang menghimpun dana masyarakat secara ilegal di…

Farad Cryptoken Merambah Pasar Indonesia

  NERACA Jakarta-Sebuah mata uang digital baru (kriptografi) yang dikenal dengan Farad Cryptoken (“FRD”) mulai diperkenalkan ke masyarakat Indonesia melalui…

OJK: Kewenangan Satgas Waspada Iinvestasi Diperkuat

NERACA Bogor-Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengharapkan Satuan Tugas (Satgas) Waspada Investasi dapat diperkuat kewenangannya dalam melaksanakan tugas pengawasan, dengan payung…