BI Sebut Rupiah Hadapi Tekanan Yang Besar

 

 

 

NERACA

 

Jakarta - Bank Indonesia (BI) mengatakan nilai tukar rupiah memang menghadapi tekanan yang cukup besar hingga akhirnya terdepresiasi melewati level psikologis baru di Rp15.000 per dolar AS pada Selasa (2/10) atau tingkatan terlemah dalam beberapa tahun terakhir. Deputi Gubernur BI Dody Budi Waluyo mengatakan Bank Sentral tidak akan berdiam diri, dan tetap melakukan stabilisasi nilai tukar rupiah di pasar. "BI terus berada di pasar menstabilkan rupiah yang tekanannya cukup besar," kata Dody, seperti dilansir Antara, kemarin.

Setelah diperdagangkan pada level yang menembus Rp15.000 per dolar AS, Selasa kemarin, mata uang Garuda Rabu pagi ini masih terkulai di level pelemahan yang sama. Hingga pukul 10.00 WIB, rupiah di pasar spot diperdagangkan di Rp15.082 per dolar AS atau melemah 40 poin dibanding penutupan Senin (2/10). Memantau Kurs Refrensi Jakarta Interbank Spot Dolar AS (Jisdor) yang diumumkan BI pada Rabu ini, rupiah melemah 100 poin di Rp15.088 dibanding Selasa (2/10) yang Rp14.988.

"Faktor global dan domestik sama-sama mendominasi pegerakan rupiah pekan ini," kata Ekonom INDEF Bhima Yudhistira. Faktor global, menurut Bhima, di antaranya adalah kenaikan harga minyak mentah hingga 85 dolar AS per barel atau melonjak 28 persen secara tahun berjalan (ytd) disebabkan oleh berkurangnya pasokan setelah aksi pemboikotan minyak Iran yang diserukan Presiden AS Donald Trump. Sedangkan faktor domestik, di antaranya, ujar Bhima, sentimen dari proyeksi pertumbuhan ekonomi kuartal III 2018 yang diperkirakan berada di 5,1 persen atau lebih rendah dibanding kuartal II 2018 yang 5,27 persen. Angka deflasi 0,18 persen (mtm) pada September 2018 juga belum memberikan sentimen positif.

Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo optimistis tekanan terhadap mata uang rupiah akan mulai mereda pada 2019 seiring dengan tekanan global maupun domestik yang berkurang. "Tekanan nilai tukar di tahun depan akan lebih mereda, tidak seberat tahun ini," kata Perry. Ia menjelaskan salah satu alasan berkurangnya tekanan terhadap rupiah adalah karena kenaikan suku bunga acuan oleh Bank Sentral AS (The Fed) pada 2019 tidak sebanyak di 2018.

Hal ini bisa membuat pembalikan modal yang terjadi akibat penyesuaian suku bunga The Fed mulai berkurang dan menekan terjadinya pelemahan rupiah. "Tahun ini kenaikan bunga terjadi empat kali, tahun depan hanya dua kali dan 2020 sekali. Ini yang bisa membuat ketegangan tidak berlanjut," ujarnya. Selain itu, alasan lain redanya tekanan terhadap rupiah pada 2019 karena para pemegang portfolio akan kembali menanamkan modal ke negara berkembang setelah kondisi global membaik.

"Investor global tidak mungkin terus memegang tunai. Mereka yang menarik dari negara berkembang, akan mulai kembali menaruh di negara berkembang termasuk Indonesia," kata Perry. Ia menambahkan alasan lainnya adalah upaya pemerintah untuk memperbaiki defisit neraca transaksi berjalan mulai memperlihatkan hasil pada 2019 dan ikut memperkuat fundamental perekonomian.

Perbankan Kuat 

Disisi lain, Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani meyakini sektor perbankan di Tanah Air masih cukup kuat untuk merespon dan menyesuaikan kondisi terkini terkait nilai tukar rupiah yang mencapai titik psikologis baru Rp15.000 per dolar AS. "Kita lihat dari 'capital adeqequacy ratio'-nya mereka, dilihat dari Non Performing Loan (NPL) mereka, dilihat dari landing rate mereka, semuanya sampai dengan bulan Oktober ini dan tampaknya menyesuaikan terhadap angka Rp15.000 terjadi secara cukup baik," kata Sri Mulyani.

Pihaknya menyatakan bersama-sama dengan Bank Indonesia dan Menko Perekonomian terus melihat perkembangan rupiah. Sri Mulyani menilai perkembangan ini tentu akan direspon oleh para pelaku ekonomi. "Di satu sisi, kita akan melihat terus indikator-indikator yang menopang perekonomian kita. Umpamanya, kalau dari sisi perbankan, apakah sektor perbankan kita cukup kuat dan terus akan bisa menyesuaikan dengan nilai 15.000 ini," katanya.

Ia juga melihat dari sektor riil dimana pertumbuhan ekonomi hingga kuartal III diperkirakan cukup tinggi. "Kemarin inflasi mengalami penurunan, deflasi, dan pertumbuhan dikontribusikan dari sektor konsumsi, investasi dan pada tingkat tertentu adalah ekspor dan belanja pemerintah yang saya sampaikan tumbuh 8 persen bisa memberikan kontribusi yang bagus," katanya.

Dari sisi kestabilan secara umum, kata dia, tentu Bank Indonesia akan terus mengelola nilai tukar ini sehingga bisa mengawal perekonomian dan menyesuaikan dengan tingkat ekuilibrium baru. "Kita tentu semua berharap dan terus akan menjaga dengan menggunakan instrumen yang ada," katanya. Ia mengatakan, pihaknya akan menggunakan instrumen APBN, fiskal dalam menjaga perekonomian, baik dalam menjaga pertumbuhan ekonomi, meningkatkan stabilitas dan juga melindungi kelompok masyarakat yang paling rawan. "Saya melihat ini suatu tingkat yang harus kita lihat secara seksama, namun juga saya harus melihat penyesuaian terhadap level normalisasi dari kebijakan moneter Amerika yang berdampak terhadap rupiah, bisa berjalan cukup baik," katanya.

 

BERITA TERKAIT

BI Catat Term Deposit Valas DHE Capai US$1,9 Miliar

    NERACA Jakarta - Bank Indonesia (BI) melaporkan penempatan devisa hasil ekspor (DHE) di dalam negeri melalui instrumen Term…

Kuartal I, BRI Cetak Laba Rp15,98 Triliun

Kuartal I, BRI Cetak Laba Rp15,98 Triliun NERACA Jakarta - PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk (BRI) secara konsolidasi membukukan…

Kenaikan BI Rate Disebut Bakal Picu Capital Inflow

Kenaikan BI Rate Disebut Bakal Picu Capital Inflow NERACA Jakarta - Ekonom Andry Asmoro menilai kenaikan suku bunga acuan Bank…

BERITA LAINNYA DI Jasa Keuangan

Kredit Perbankan Meningkat 12,40%

    NERACA Jakarta – Bank Indonesia (BI) mengatakan kredit perbankan meningkat 12,40 persen secara year on year (yoy) pada triwulan I-2024,…

Bank Saqu Catat Jumlah Nasabah Capai 500 Ribu

    NERACA Jakarta – Layanan perbankan digital dari PT Bank Jasa Jakarta (BJJ) yaitu Bank Saqu mencatat jumlah nasabah…

Bank DKI Gandeng Komunitas Mini 4WD untuk Dukung Transaksi Non Tunai

    NERACA Jakarta – Bank DKI menggandeng komunitas Mini 4WD untuk memperkenalkan aplikasi JakOne Mobile sebagai upaya mendukung penerapan…