Waspadai Musim Kering Bakal Tekan Produksi Pangan

NERACA

Jakarta – Ketua Asosiasi Bank Benih dan Teknologi Tani Indonesia Dwi Andreas meminta adanya peningkatan kewaspadaan atas datangnya musim kering yang bisa mempengaruhi produksi pangan. Dwi Andreas menyebutkan potensi terjadinya kekeringan pada 2018 bisa lebih parah dari tahun sebelumnya dan menurunkan produksi pangan hingga 60 persen. "Masalah kekeringan ini perlu dicermati dan diwaspadai oleh pemerintah," kata Dwi Andreas di Jakarta, Rabu (8/8).

Dia menambahkan kekeringan ini utamanya berdampak pada wilayah yang mempunyai infrastruktur yang minim, karena tidak mempunyai sawah tadah hujan atau tidak adanya saluran irigasi yang memadai. "Sehingga, akan memberikan ancaman terhadap produksi, terutama padi dan jagung," ujarnya.

Menurut dia, kondisi ini bisa diperparah dengan data produksi dari Kementerian Pertanian yang tidak sepenuhnya akurat dengan stok yang ada. Dia mencontohkan klaim yang menyatakan bahwa produksi beras mencapai surplus pada periode Januari-Maret 2018, namun harga masih mencerminkan kurangnya produksi dibandingkan konsumsi.

"Data produksi padi yang disampaikan Kementan sangat sulit diyakini kebenarannya, karena kami juga punya data terkait panen paling tidak selama 17 tahun terakhir," kata pengajar dari IPB ini, sebagaimana disalin dari laman Antara. Data yang kurang akurat tersebut, tambah Dwi Andreas, menyebabkan kebijakan yang diambil pemerintah terkait penyediaan beras menjadi kurang tepat.

Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) menyatakan sejumlah daerah mengalami Hari Tanpa Hujan (HTH) ekstrem atau lebih dari 60 hari, hingga perlu diwaspadai terjadinya kekeringan. Daerah tersebut antara lain Sape di Nusa Tenggara Barat yang tidak mengalami hujan selama 112 hari dan Wulandoni di Nusa Tenggara Timur yang selama 103 hari tidak mengalami hujan dan Bali yang tidak mengalami hujan selama 102 hari.

Kawasan lainnya adalah Kawah Ijen di Jawa Timur yang tidak mengalami hujan selama 101 hari, Bangsri di Jawa Tengah yang tidak mengalami hujan selama 92 hari, serta Lendah dan Srandakan di Daerah Istimewa Yogyakarta yang selama 82 hari tidak mengalami hujan.

Daerah lain yang perlu diwaspadai karena hanya memiliki curah hujan rendah di bawah 55 milimeter, yaitu sebagian besar Sumatra, Kalimantan, Sulawesi, Jawa, Bali, Nusa Tenggara, sebagian Maluku Utara, bagian selatan Papua Barat dan Papua sekitar Merauke. BMKG memprediksi puncak musim kemarau akan terjadi pada Agustus dan September 2018.

Namun, fakta kekeringan tersebut tidak mempengaruhi optimisme Kementerian Pertanian karena produktivitas pertanian pada musim kemarau tidak terganggu oleh serangan hama. Saat ini, Kementerian Pertanian fokus menjaga penanaman padi pada Juli hingga September 2018 dengan meningkatkan jumlah luas tanam dari 500 ribu hektar menjadi 1 juta hektar.

Menyikapi proyeksi musim kering ini, di beberapa daerah, khususnya Pemerintah Provinsi Jawa Barat mengaku telah mengantisipasi dampak musim kemarau karena hingga saat ini sejumlah lahan pertanian di 19 kabupaten di daerah ini terdampak kekeringan dalam skala yang berbeda akibat musim kemarau tiga bulan terakhir ini.

Sekretaris Daerah Provinsi Jabar, Iwa Karniwa, mengatakan dari laporan Dinas Tanaman Pangan dan Hortikultura Jabar pada 3 Agustus 2018, lahan pertanian yang terdampak kekeringan mencapai 12.572 hektare. "Rinciannya 5.023 hektare ringan, 3.838 hektare sedang dan sebanyak 2.950 hektar kekeringan berat. Sementara yang terkena puso 748 hektare," jelas Iwa.

Sementara pada kesempatan lain, Menteri Pertanian Amran Sulaiman mengatakan produktivitas pertanian pada musim kemarau relatif bagus karena serangan hama berkurang. "Justru kalau kondisi cuaca seperti ini dan airnya siap di daerah irigasi itu, produktivitas relatif bagus karena hama berkurang," ungkap Amran.

Amran menjelaskan untuk komoditas padi ditargetkan menanam 1 juta hektare tiap bulan. Dia menjelaskan Kementan tengah fokus menjaga penanaman padi pada Juli, Agustus hingga September dengan meningkatkan jumlah luas tanam dari 500 ribu hektar menjadi 1 juta hektare. munib

BERITA TERKAIT

MESKI TERJADI KETEGANGAN IRAN-ISRAEL: - Dirjen Migas: Harga BBM Tak Berubah Hingga Juni

Jakarta-Dirjen Minyak dan Gas Bumi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Tutuka Ariadji mengungkapkan harga bahan bakar minyak (BBM)…

PREDIKSI THE FED: - Tahan Suku Bunga Imbas Serangan Iran

NERACA Jakarta - Ketegangan konflik antara Iran dengan Israel memberikan dampak terhadap gejolak ekonomi global dan termasuk Indonesia. Kondisi ini…

PEMERINTAH ATUR TUGAS KEDINASAN ASN: - Penerapan Kombinasi WFO dan WFH

Jakarta-Pemerintah memutuskan untuk menerapkan pengombinasian tugas kedinasan dari kantor (work from office-WFO) dan tugas kedinasan dari rumah (work from home-WFH)…

BERITA LAINNYA DI Berita Utama

MESKI TERJADI KETEGANGAN IRAN-ISRAEL: - Dirjen Migas: Harga BBM Tak Berubah Hingga Juni

Jakarta-Dirjen Minyak dan Gas Bumi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Tutuka Ariadji mengungkapkan harga bahan bakar minyak (BBM)…

PREDIKSI THE FED: - Tahan Suku Bunga Imbas Serangan Iran

NERACA Jakarta - Ketegangan konflik antara Iran dengan Israel memberikan dampak terhadap gejolak ekonomi global dan termasuk Indonesia. Kondisi ini…

PEMERINTAH ATUR TUGAS KEDINASAN ASN: - Penerapan Kombinasi WFO dan WFH

Jakarta-Pemerintah memutuskan untuk menerapkan pengombinasian tugas kedinasan dari kantor (work from office-WFO) dan tugas kedinasan dari rumah (work from home-WFH)…