Ekonomi Ribawi vs Ekonomi Syariah

Tak terduga sebelumnya, Gubernur BI Perry Warjiyo melontarkan pernyataan, bahwa sistem ekonomi ribawi diyakini menciptakan gangguan stabilitas ekonomi, sistem syariah justru dapat diandalkan menciptakan stabilitas ekonomi. Ini tentu saja mengejutkan bagi system perekonomian Indonesia saat ini yang sering disebut-sebut menganut pola ekonomi ribawi, atau lazim disebut sistem kapitalis.

Menurut Perry, nilai rupiah terus mengalami pelemahan hingga pernah mencapai Rp14.400 per US$ mencerminkan kondisi sebagai akibat dari sistem ekonomi ribawi dan jawaban untuk situasi seperti ini adalah ekonomi syariah. “Saya merasa yakin, (gangguan stabilitas) ini juga bagian dari (sumbangsih) ekonomi riba,” ujarnya dalam acara halal bil halal dengan Ikatan Ahli Ekonomi Islam Indonesia (IAEI) di Jakarta, beberapa waktu lalu.

Untuk itu, Perry berpendapat, kalau bisa membuat ekonomi syariah makin maju di Indonesia, mestinya kebutuhan untuk melakukan intervensi atau menaikkan suku bunga bisa dikurangi. Artinya, Komite Nasional Keuangan Syariah (KNKS) harus mampu menjalankan strategi nasional pengembangan ekonomi keuangan syariah sebagai arus baru pengembangan ekonomi di Indonesia.

Kita melihat saat ini banyak negara yang penduduknya bukan mayoritas Islam namun sudah menerapkan ekonomi syariahnya lebih maju dari Indonesia, misalnya Thailand, Singapura dan Australia lewat industri makanan halalnya.

Karena itu, Indonesia harusnya dapat memajukan ekonomi syariah melalui strategi nasional melalui penyebarluasan industri ekonomi halal jejaring baik melalui basis pesantren atau asosiasi pengusaha. Bagaimanapun, perlunya pengembangan perbankan dan keuangan syariah sekaligus instrumen keuangan syariah untuk mendukung ekonomi syariah termasuk pengembangan riset, edukasi, wirausaha, dan kampanye halal lifestyle di negeri ini.

Sebaliknya, riba pada dasarnya suatu tambahan nilai atau manfaat yang dari transaksi hutang-piutang maupun jual beli, yang mana tambahan tersebut merugikan salah satu pihak dan menguntungkan bagi pihak lainnya. Lihat saja berbagai transaksi yang didasarkan dengan unsur-unsur ribawi seperti seseorang yang tidak mampu melunasi tanggungan hutangnya dengan tepat waktu dan sudah jatuh tempo, maka debitur akan dikenakan biaya tambahan sebagai konsekuensi melewati batas waktunya.

Ini jelas merupakan cermin kezaliman yang bukan saja amat dibenci manusia, namun juga oleh Allah SWT.Hukum riba telah disepakati keharamannya oleh Jumhur ulama, baik dari kalangan mutaqaddimin maupun mutaakkhirin. Larangan riba ditemukan pada banyak ayat-ayat Qur’an maupun hadits Nabi saw. Pada umumnya, larangan yang bersumber dari al-Qur’an berupa larangan riba dalam hutang piutang, sedangkan dalam hadits maka larangan riba dalam akad jual beli.

Pada dasarnya dampak buruk ekonomi riba itu cukup berat dan meluas di masyarakat. Pertama, ekonomi riba dapat memicu konflik perpecahan antara individu dan kelompok. Riba akan merusak rasa solidaritas antara manusia satu dengan manusia lainnya. Prinsip awal utang piutang yang pada dasarnya untuk membantu sesama, justru dirusak menjadi cenderung pada model penindasan antara satu individu terhadap individu lainnya.

Kedua, sistem transaksi ribawi akan menjadikan jurang pemisah antara si kaya dan si miskin menjadi semakin dalam. Bagi golongan elit, transaksi ribawi dipandang sebagai alat untuk menggandakan kekayaannya dengan praktis. Sebaliknya, bagi kalangan miskin, riba dirasa sebagai lintah yang terus mereduksi jumlah hartanya dari waktu ke waktu, mengingat jumlah bunga yang didapat akan terus meningkat apabila tidak sanggup membayar.

Ketiga, riba pada dasarnya adalah bentuk pemerasan, bahkan bisa dikatakan sebagai pencurian. Mungkin bentuk pemerasan transaksi ribawi sendiri tidak dapat dilihat secara langsung, tapi disadari atau tidak, menerapkan suku bunga berlipat sama saja meminta orang untuk memberikan hartanya secara cuma-cuma.

Itu sebabnya pemerintah dan BI ke depan, saatnya perlu memperluas penerapan ekonomi syariah sebagai jawaban atas destabilisasi yang disebabkan oleh ekonomi riba. Kalau di industri perbankan peran bank-bank syariah masih di kisaran 5%, maka ini menjadi tantangan bagi otoritas moneter dan perbankan untuk mampu meningkatkan sebesar mungkin kapasitas ekonomi syariah agar ekonomi dalam negeri lebih stabil. Semoga!

 

BERITA TERKAIT

Wujudkan Budaya Toleransi

Pelaksanaan sidang MK sudah selesai dan Keputusan KPU telah menetapkan Prabowo-Gibran sebagai Presiden dan Wapres 2024-2029. Masyarakat telah menjalankan gelaran…

Cegah Dampak El Nino

Ancaman El Nino di negeri belakangan ini semakin kentara, apalagi data BPS mengungkapkan sektor pertanian saat ini hanya berkontribusi sekitar…

Permendag Tak Akomodatif

  Meski aturan pembatasan jenis dan jumlah barang kiriman pekerja migran Indonesia (PMI) sudah dicabut, penumpang pesawat dari luar negeri…

BERITA LAINNYA DI Editorial

Wujudkan Budaya Toleransi

Pelaksanaan sidang MK sudah selesai dan Keputusan KPU telah menetapkan Prabowo-Gibran sebagai Presiden dan Wapres 2024-2029. Masyarakat telah menjalankan gelaran…

Cegah Dampak El Nino

Ancaman El Nino di negeri belakangan ini semakin kentara, apalagi data BPS mengungkapkan sektor pertanian saat ini hanya berkontribusi sekitar…

Permendag Tak Akomodatif

  Meski aturan pembatasan jenis dan jumlah barang kiriman pekerja migran Indonesia (PMI) sudah dicabut, penumpang pesawat dari luar negeri…