NERACA
Jakarta - Bank Indonesia (BI) menyebutkan proses kajian untuk menerbitkan mata uang digital bank sentral (Central Bank Digital Currency atau CBDC) akan selesai paling lambat pada 2020. Setelah kajian selesai, Bank Sentral baru akan memutuskan untuk menerbitkan atau tidak mata uang digital rupiah tersebut. Hal itu seperti dikatakan Direktur Eksekutif Departemen Kebijakan Sistem Pembayaran BI Onny Widjanarko di Jakarta, Rabu (31/1).
"Kita mulai kajian ilmiahnya tahun ini, rencana kita kajian selesainya selama dua tahun. Lebih cepat lebih baik," ujar Onny. Meskipun memulai riset di tahun ini, Onny mengakui sejak 2017, BI sudah mengumpulkan kajian dan membandingkan proposal (benchmarking) penerbitan mata uang digital yang dilakukan bank sentral negara-negara lain.
Menurut Onny, banyak aspek yang harus dipertimbangkan dalam kajian ini, seperti dampak mata uang digital bank sentral terhadap moneter dan stabilitas sistem keuangan. Kemudian infrastruktur teknologi untuk menerbitkan mata uang digital, perlindungan konsumen, hingga masalah legalitas agar tidak berbenturan dengan Undang-Undang Mata Uang dan Undang-Undang BI. "Setelah kajian, baru diputuskan 'go or no go'," kata dia.
"Kita juga lihat Undang-Undang (UU). Kalo UU tidak memungkinkan ya tidak bisa keluar. Kita pikirkan juga keamanan," ujar dia. Jika berkaca dari kajian-kajian dan pandangan Bank Sentral negara lain, Onny mengatakan penerbitan mata uang digital memang akan meningkatkan efisiensi dan efektivitas. Hal itu karena BI tidak perlu terus menerbitkan uang rupiah fisik, melainkan bisa mengedarkan uang dalam bentuk digital.
"Jadi tidak perlu cetak uang, ada legal tendernya yakni kepasian hukum, dan tidak fluktuatif naik turun seperti mata uang virtual (virtual currency)," ujar dia. Mata uang digital bank sentral (CBDC) berbeda dengan mata uang virtual (vurtual currency) yang diterbitkan swasta, seperti Bitcoin dan Etherum. CBDC diterbitkan secara legal oleh bank sentral dan dijaga peredarannya agar tidak menimbulkan gelembung harga dan mengganggu stabilitas sistem keuangan.
Bank Sentral negara-negara lain pun saat ini sedang mengkaji penerbitan mata uang digital, seperti Bank Sentral Inggris, Bank Sentral Singapura, Bank Sentral Malaysia dan juga Bank Sentral Ekuador. BI juga sedang mengkaji penggunaan teknologi pencatatan transaksi terintegrasi modern (blockchain) sebagai platform mata uang digital bank sentral.
Mata uang digital seperti bitcoin memang rentan akan tindak kejahatan. Beberapa catatan yang menggunakan mata uang digital diantaranya, Pertama, kasus pencurian bitcoin dari pemegang wallet yang dikelola Mt Gox. Adapun Mt Gox merupakan suatu perusahaan penyelenggara bursa bitcoin di Jepang. Peristiwa pencurian yang terjadi pada 2014 tersebut membuat MT Gox menghentikan perdagangan dan layanannya dan mengajukan kepailitan. Kerugian sebesar 850 ribu bitcoin atau setara US$ 450 juta pada saat itu.
Kedua, kasus peretasan hot wallet di bursa mata uang digital Bitstamp yang bermarkas di London. Akibat peretasan tersebut, Bitstamp terpaksa menutup situs dan memintra semua nasabah berhenti melakukan deposit ke wallet. Kerugian 19 ribu bitcoin atau setara US$ 5 juta ketika itu. Ketiga, kasus penipuan oleh Trendon Shavers, warga negara Amerika Serikat (AS) pendiri bursa mata uang digital bernama Bitcoin Saving and Trust Trendon Shavers. Trendon melakukan penipuan dengan skema ponzi dan terbongkar pada 2015. Kerugian dari kasus tersebut mencapai US$ 4,5 juta.
Keempat, kasus peretasan di bursa mata uang digital Bitfinex yang bermarkas di Hong Kong. Peristiwa yang terjadi pada 2015 tersebut menyebabkan kerugian sebesar US$ 330 ribu. Kelima, kasus pencurian di bursa mata uang digital Shapeshift pada 2016. (Shapeshift) mengalami tiga kali kasus pencurian dua sebulan. Terakhir, kasus penjualan narkotika di website Silkroad. Transaksi diketahui menggunakan bitcoin. FBI berhasil membekukan sekitar US$ 28,5 juta.
NERACA Jakarta - Head of Investment Information Mirae Asset Sekuritas Indonesia Martha Christina memproyeksikan Bank Indonesia (BI) masih akan…
NERACA Jakarta - Kantor Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Banten menyampaikan bahwa proses pembentukan kelompok usaha bank (KUB) antara Bank…
NERACA Jakarta - PT Asuransi Kredit Indonesia (Askrindo), anggota holding penjaminan dan asuransi Indonesia Financial Group (IFG), terus mendukung sektor…
NERACA Jakarta - PT Bank Muamalat Indonesia Tbk memudahkan nasabah untuk membeli hewan kurban melalui fitur Kurban Online di…
NERACA Jakarta – PT Bank Permata Tbk (Permata Bank) bersama PT Mid Solusi Nusantara (Mekari) mengembangkan digitalisasi perbankan…
NERACA Jakarta – Otoritas Jasa Keuangan (OJK) meminta industri perbankan selalu menjaga ketersediaan alat likuid dalam rangka memitigasi…