NERACA
Jakarta - Produk halal tidak hanya menjamin ketentraman batin konsumen dari sisi keyakinan agama, tapi juga dari kualitas dan keamanannya. Kehalalan bukan hanya masalah metode suatu agama dalam mengonsumsi makanan. Tapi lebih dari itu, produk halal adalah masalah ekonomi.
Berkaitan dengan produk halal, bahwa halal telah berkembang menjadi salah satu tolok ukur kualitas produk. Sebab, untuk memperoleh sertifikasi halal, setiap produk harus melalui persyaratan dan tahapan audit yang mencakup jaminanan keamanan, pemilihan bahan baku, proses produksi, penyimpanan, hingga pendistribusiannya.
Sehingga, keunggulan produk halal hendaknya harus terus dikomunikasikan atau dipublikasikan, sehingga konsumen dapat memperoleh informasi yang lengkap mengenai produk halal. Wakil Menteri Perdagangan Bayu Krisnamurti mengatakan bahwa jumlah umat Islam di dunia yang mencapai 1,5 Miliar orang, merupakan pasar yang luar biasa bagi pemasaran produk halal. Produk halal Indonesia sangat berpotensi untuk dikembangkan agar bisa berperan dalam pasar global produk halal.
“Terlebih lagi Indonesia mempunyai standar kehalalan produk yang handal dan mendapatkan pengakuan Internasional. Kita punya potensi untuk mengembangkan produk halal baik itu makanan, obat sampai kosmetika, karena kita punya kekayaan bahan bakunya,” ujar Bayu di Jakarta, beberapa hari lalu.
Garap Produk Halal
Menurut Bayu, dalam upaya menggarap pasar produk halal di tingkat dunia, Indonesia juga mendapat pesaing dari negara-negara non muslim, yang lebih dahulu mengantisipasi pasar tersebut. Seperti Jepang, Singapura, AS serta Inggris sudah lebih dulu mengekspor produk halal ke negara-negara muslim. “Hal ini karena negara-negara tersebut menilai bahwa pasar di negara muslim sangat potensial, dan makanan halal adalah makanan yang baik bagi yang berkualitas bagi semua orang, tak hanya bagi orang Islam,” paparnya.
Bayu berharap Indonesia sebagai negara muslim terbesar harus bisa mengembangkan produk halal, supaya dapat mengisi permintaan pasar domestik, serta pasar dunia. Dalam hal ini Kementerian Perdagangan sudah memposisikan produk halal dalam perspektif ekonomi yang sangat menjanjikan, disamping perspektif religius dan akan merancang program-program untuk lebih mengembangkan pemasaran produk halal Indonesia.
Akan tetapi, pelaku ekonomi di Indonesia sangat bervariasi mulai dari tingkat paling bawah hingga tingkat atas. Pelaku ekonomi tingkat bawah di Indonesia secara luas diketahui kurang memperhatikan aturan-aturan mengenai standar kehalalan suatu produk. Oleh karena itu, Bayu mengimbau pemberlakuan standar halal harus tetap memperhatikan kemungkinan terhambatnya usaha-usaha kecil tersebut. “Di Indonesia, kalau kita akan memberlakukan standar halal pada semua produk, kita harus memikirkan dampaknya terhadap kelangsungan dunia usaha,” ujarnya.
Karena membicarakan produk halal di Indonesia, lanjut Bayu, memiliki tantangan tersendiri. Disamping terkaitnya sertifikat halal yang dikeluarkan oleh MUI itu harus bisa menjamin keamanan dari segi aturan syariah, kemudian harus bisa menjamin usaha perekonomian tetap berkembang. Sehingga diperlukan peraturan mengenai kehalalan suatu produk yang seimbang antara perannya sebagai pengatur keamanan produk dengan pendorong bisnis untuk terus maju. “Saya yakin akan menjadi potensi pasar produk halal di dunia,” ungkapnya.
Pertemuan tahunan dewan pangan halal dunia atau World Halal Food Council (WHFC) yang berlangsung di Jakarta pada 16-18 Januari. Dihadiri sebanyak 24 pimpinan lembaga sertifikasi halal internasional dari 14 negara. Pertemuan yang dibuka secara resmi oleh Wakil Presiden Boediono itu dihadiri delegasi antara lain dari Amerika Serikat, Belgia, Swiss, Jerman, Belanda, Italia, Spanyol, Polandia, Turki, Brazil, Australia, New Zealand, Taiwan, Malaysia, Filipina, hingga Singapura.
"Dari pertemuan ini diharapkan tercapai kesepakatan tentang penyamaan standar kehalalan suatu produk, sehingga ke depan standar halal bersifat global," kata Direktur Lembaga Pengkajian Pangan Obat-obatan dan Kosmetika Majelis Ulama Indonesia (LPPOM MUI) Lukmanul Hakim.
Lukmanul menyatakan peran dan kontribusi LPPOM MUI semakin diakui, bahkan standar sertifikasi halalnya diadopsi lembaga sertifikasi halal dunia. Selama ini pihaknya telah ikut ambil bagian dalam membangun prinsip halal dan sistem sertifikasi halal nasional dan internasional. Sehingga, kontribusi LPPOM dapat diakui dan digunakan oleh produsen dan konsumen.
Semetara, Sekretaris Umum MUI Ichwan Sam mengatakan sudah sekitar 200 ribu produk yang disertifikasi halal oleh MUI, dimana dalam lima tahun terakhir produk yang disertifikasi meningkat pesat yakni sekitar 27 ribu produk. Namun masih lebih dari dua juta produk di Indonesia yang belum disertifikasi halal.
Standar Halal Dunia
Menurut Ichwan, negara-negara anggota WHFC menginginkan Standar halal pangan Majelis Ulama Indonesia (MUI) menjadi standar dunia, karena standar halal tersebut dinilai lebih fleksibel. Serta memiliki pertimbangan syariah yang kuat, dan sudah dilakukan proses adaptasi dengan perkembangan teknologi. “Standar halal kita dinilai tidak terlalu ketat dan tidak terlalu longgar sehingga mereka tertarik menjadikannya sebagai standar halal dunia,” jelasnya.
Sejumlah lembaga sertifikasi halal dari beberapa negara juga telah mengutarakan ketertarikannya untuk belajar mengaudit standar halal dan sertifikasi produk halal ke Indonesia. Bahkan, negara- negara tersebut mengirim auditor halalnya untuk dilatih di Indonesia.
Antara lain, Ketua Badan Sertifikasi Halal dari Eropa Munim Al Chaman mengatakan Indonesia dapat memainkan peranan penting dalam penyatuan standar dan peraturan antar negara-negara pengekspor dan pengimpor produk halal di seluruh dunia, dan hal tersebut sangat dinantikan.
Munim menyatakan, negara-negara Eropa mendukung apa yang dilakukan LPPOM MUI, dengan menerbitkan buku persyaratan sertifikasi halal (Requirement of Halal Certification) yang dapat dijadikan pegangan dan rujukan internasional dan juga diadopsi sebagai standar internasional halal.
“Di Eropa ada 60 juta muslim dan ratusan organisasi Islam yang memiliki standar halalnya masing-masing, namun kami ingin satu lembaga yang profesional dan resmi seperti MUI untuk menyarankan bahwa suatu produk halal dan baik dikonsumsi,” kata Munim.
Hal itu juga dinyatakan tiga perwakilan pimpinan lembaga sertifikasi halal dari Eropa, Amerika Serikat (AS), dan Australia-Selandia Baru. Ketua Badan Sertifikasi Halal AS Munir Chaudry menyatakan dukungannya terhadap MUI. "Dunia internasional harus memiliki standar halal universal sehingga terjadi kesepahaman mengenai apa yang halal dan tidak, dan kami percaya buku tersebut dapat menjadi acuan," ujarnya.
Ketua Badan Sertifikasi Halal Australia-Selandia Baru pun sepakat buku persyaratan sertifikasi halal itu mampu menjadi landasan ketetapan hhalal secara global. "Kami melihat tindakan MUI sangat positif. Kami bekerja sama dengan MUI untuk menghasilkan produk yang benar-benar Halal," kata wakil Australia.
NERACA Singapura – Menteri Pertanian Republik Indonesia, Andi Amran Sulaiman, dan Menteri Keberlanjutan dan Lingkungan Hidup Singapura, Grace Fu, menandatangani…
NERACA Jakarta – Kementerian Perindustrian (Kemenperin) menegaskan pentingnya peran kampus dan mahasiswa dalam mewujudkan transformasi industri hijau yang berkelanjutan dan…
NERACA Jakarta – Berdasarkan Rencana Induk Pembangunan Industri Nasional (RIPIN), Kementerian Perindustrian menargetkan Indonesia menjadi negara industri tangguh pada tahun…
NERACA Singapura – Menteri Pertanian Republik Indonesia, Andi Amran Sulaiman, dan Menteri Keberlanjutan dan Lingkungan Hidup Singapura, Grace Fu, menandatangani…
NERACA Jakarta – Kementerian Perindustrian (Kemenperin) menegaskan pentingnya peran kampus dan mahasiswa dalam mewujudkan transformasi industri hijau yang berkelanjutan dan…
NERACA Jakarta – Berdasarkan Rencana Induk Pembangunan Industri Nasional (RIPIN), Kementerian Perindustrian menargetkan Indonesia menjadi negara industri tangguh pada tahun…