NERACA
Jakarta – Kementerian Keuangan mengeluarkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 60/2016. PP tersebut mengatur Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) dari Surat Tanda Nomor Kendaraan Bermotor (STNK), Buku Pemilik Kendaraan Bermotor (BPKB), dan Tanda Nomor Kendaraan Bermotor (TNKB). Dalam aturan tersebut, tertera biaya baru penerbitan dan perpanjangan BPKB, penerbitan dan perpanjangan STNK, dan penerbitan TNKB yang mana terdapat kenaikan dari 50-300%.
Atas aturan tersebut, Peneliti Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Nailul Huda menilai penyesuaian tarif pengurusan surat-surat kendaraan bermotor sesuai Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2016 seharusnya dilakukan secara bertahap. "Peningkatan tarif memang suatu yang wajar mengingat sudah tujuh tahun tarif lama berlaku. Namun peningkatan berdasarkan PP 60 Tahun 2016 cukup besar, seharusnya bertahap," kata Huda di Jakarta, Kamis (5/1).
Dia berpendapat PP 60/2016 merupakan strategi intensifikasi penerimaan negara bukan pajak (PNBP). Strategi semacam itu seharusnya dilakukan peningkatan kualitas jasa pelayanan terlebih dahulu. Huda menyebutkan masih ada kerugian ekonomi dari pelayanan pengurusan surat kendaraan bermotor berdasarkan pengalaman masyarakat, misalnya ketepatan waktu belum sesuai dan adanya biaya-biaya yang tidak diperlukan. "Kalau ada (peningkatan) tarif tetapi pelayanan 'stuck', konsumen akan merasa tidak ada nilai tambah dari peningkafan tarif," ucap dia.
Huda juga menyoroti kinerja Kepolisian yang masih kurang baik sebagai 'stakeholder' PNBP karena peluang terjadi suap yang masih tinggi. Keberadaan korupsi dalam sebuah institusi akan berdampak negatif terhadap kualitas pelayanan, efektivitas pelayanan, fungsi pelayanan, dan pengembangan teknologi informasi administrasi pelayanan. Selain evaluasi besaran peningkatan tarif, Huda juga menyarankan pemerintah untuk mempertimbangkan penerapan cukai kendaraan bermotor agar sinergis dengan era pengendalian konsumsi kendaraan bermotor.
Sekretaris Jendral FITRA, Yenny Sucipto mengatakan hal tersebut kado terburuk untuk masyarakat di awal 2017. "Yang saya pikir ini tidak adil untuk rakyat. Ini kado yang pahit untuk rakyat di 2017," ujar Yenny. Kebutuhan akan pemasukan negara, dirasa Yenny menjadi alasan pemerintah menaikkan biaya pengurusan STNK hingga BPKB. "Karena kita sadar, pemerintah Jokowi memang membutuhkan uang yang cukup banyak di dalam pembiayaan untuk infrastruktur, membutuhkan 4 ribu sampai 5 ribu triliun," ucapnya.
Namun dengan menaikkan PNBP tersebut dikatakan Yenny, adalah cara yang salah untuk mendapatkan penerimaan negara. "Tetapi tidak kemudian ada kebijakan yang sporadis yang dikeluarkan oleh pemerintahan Jokowi di dalam melakukan optimalisasi penerimaan negara," ujarnya.
Sebelumnya, pemerintah telah mengeluarkan PP 60/2016 tentang Jenis dan Tarif Atas Jenis PNBP yang Berlaku pada Kepolisian Negara Republik Indonesia. Peraturan tersebut di antaranya menyangkut penambahan tarif untuk pengesahan surat tanda nomor kendaraan (STNK), penerbitan nomor registrasi kendaraan bermotor pilihan, penerbitan surat izin mengemudi, dan lain-lain.
Penambahan tarif tersebut misalnya penerbitan STNK untuk kendaraan roda dua yaitu dari Rp50.000 menjadi Rp100.000, sementara untuk roda empat atau lebih dari Rp75.000 menjadi Rp200.000. Peningkatan tarif juga berlaku untuk penerbitan buku pemilik kendaraan bermotor (BPKB) baru dan ganti kepemilikan (mutasi). Besaran tarifnya dari Rp80.000 untuk roda dua dan tiga menjadi Rp225.000 dan kendaraan roda empat dari Rp100.000 menjadi Rp375.000.
Semua tarif baru tersebut mulai diberlakukan pada 6 Januari 2017, atau 30 hari sejak PP 60/2016 diundangkan pada 6 Desember 2016. Menteri Keuangan Sri Mulyani mengungkapkan alasan penaikan tarif sesuai PP 60/2016 dilakukan untuk meningkatkan kualitas pelayanan dan penyesuaian tarif dengan perkembangan terkini yang dinamis.
NERACA Jakarta – Kementerian Keuangan Republik Indonesia bersama Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan Bank Indonesia tengah mempersiapkan pembentukan Komite Keuangan…
NERACA Jakarta - Pemerintah menyayangkan banyaknya masyarakat yang belum mengetahui capaian yang telah diraih oleh pemerintah Prabowo Subianto dalam…
NERACA Jakarta - Pemerintah dinilai masih memiliki pekerjaan untuk membangun komunikasi yang baik dengan masyarakat, salah satunya lewat sosial media.…
NERACA Jakarta – Di tengah meningkatnya dinamika kawasan Asia Timur dan Asia Tenggara—mulai dari ketegangan geopolitik, transformasi ekonomi, hingga…
NERACA Jakarta – Pemerintah menyerap penerimaan negara bukan pajak (PNBP) senilai Rp115,9 triliun per 31 Maret 2025, setara 22,6…
NERACA Jakarta - Perekonomian Jakarta diperkirakan tetap tumbuh kuat, sedikit di bawah titik tengah kisaran 4,6-5,4 persen sepanjang tahun…