Membuat Senyum Lebar Anak-Anak Papua

Sejak Indonesia memproklamirkan kemerdekaan 71 tahun silam, hingga saat ini masih saja ditemukan sekelumit cerita nasib dunia pendidikan yang masih jauh dari kata layak. Bahkan didaerah-daerah terpencil yang tidak tersentuh oleh teknologi, masih banyak warganya belum sadar pendidikan dan bahkan siswanya belum pernah merasakan punya sepatu. Bagi anak-anak pedalaman Indonesia mengerti benar arti dari perjalanan. Setiap harinya mereka dihadapkan dengan alam terbentang diantara pegunungan dan sungai ataupun laut yang harus dilalui untuk mencapai suatu tempat. Dalam menempuh perjalanan itu, mereka seringkali bertelanjang kaki karena sepatu merupakan benda yang langka bagi mereka. Baik karena tidak ada penjual sepatu yang dekat ataupun karena mahalnya harga sehingga mereka tidak mampu membelinya. Padahal medan perjalanan yang mereka harus tempuh sangat tidak bersahabat dengan kulit kaki manusia. Itulah mengapa banyak anak di pedalaman tidak memiliki sepatu. Kadang jikapun punya, hanya ada satu sehingga sudah rusak berat

Ironis memang, ditengah pesatnya kemajuan dunia pendidikan di kota-kota besar saat ini, masih banyak generasi bangsa ini yang tinggal di pedalaman dan kota terluar di Indonesia bersekolah tanpa menggunakan alas kaki atau hanya menggunakan sandal dan mungkin hanya satu dua orang anak yang punya sepatu. Pengalaman inilah yang diceritakan Tri Sujarwo, sukarelawan Indonesia Mengajar di Kampung Sambrawai, Distrik Yapen Utara, Kabupaten Kepulauan Yapen, Papua. “Mana ko pu sepatu?”kata Jarwo dengan aksen Papua yang masih kaku, bertanya ke Alex Abon, siswa kelas I di SD YPK Sambrawai, Papua. ”Kosong, Pak Guru. Mama trada duit,” jawab siswa itu singkat sambil menggelengkan kepala di hadapannya. “Trapapa, tarada sepatu. Tapi, ko harus pu semangat sekolah e,” ujar Jarwo singkat.
”Iiyo, Pak Guru, sa salalu semangat sekolah e,” timpal Alex, siswa tanpa alas kaki yang segera bergabung dengan siswa lain. Dibalik keterbatasan yang mereka miliki, siswa-siswa SD di Yapen Utara, Papua ini memiliki semangat tinggi untuk bersekolah menggapai cita-citanya untuk menggapai perubahan dalam hidup mereka.

Pada dasarnya anak-anak Papua mempunyai potensi untuk maju dan memiliki hak yang sama dalam mengeyam pendidikan yang lebih baik, sama seperti halnya anak-anak Indonesia lainnya. Bahkan Yohanes Surya, Fisikawan ternama Indonesia pernah bilang, carikan saya anak yang paling bodoh dari Papua, akan saya latih. Menurutnya, tidak ada anak yang bodoh, yang ada ada hanya anak yang tidak mendapat kesempatan belajar dari guru yang baik dan metode yang benar. Bahkan untuk membuktikan pendapatnya ini, beliau pergi ke Papua untuk mencari murid yang paling bodoh, yang paling sering tinggal kelas, yang tidak bisa menjumlahkan, pokoknya yang bodohnya tak ketulunganlah kata orang Jakarta.

Mereka dibawa ke Jakarta, dalam tempo 6 bulan anak anak itu sudah menguasai pelajaran kelas 1 sampai kelas 6 SD. Ada satu orang anak yang sudah 4 tahun tinggal kelas di kelas 2 SD, dilatih kemudian menjadi juara nasional untuk olimpiade matematika dan juga menjadi juara lomba membuat robot tingkat nasional. Banyak dari antara anak-anak papua yang paling bodoh itu, yang kampungnya paling terpencil, dimana semua orang masih pakai koteka, setelah di latih oleh guru yang baik dan metode yang benar, setelah diberi kesempatan, maka pada tahun 2011, anak-anak itu menjadi juara Olimpiade Sains dan Matematika Asia. Mereka merebut medali emas, perak dan perunggu.

 

Social Movement 

Berangkat dari kepedulian terhadap anak-anak di Papua yang berjuang keras menuju ke sekolah tanpa alas sepatu, PT Astra Internasional Tbk kembali membagikan 1.500 pasang sepatu untuk anak-anak di 20 sekolah di Kabupaten Biak Numfor, Papua, dari total 7.081 pasang sepatu dan tas yang dibagikan kepada anak-anak sekolah di daerah prasejahtera di seluruh Indonesia.

Kata Head of Environment & Social Responsibility Astra International, Riza Deliansyah, sejak tahun 2015, Astra memiliki program GenerAKSICERDASIndonesia yang mengajak masyarakat untuk melakukan social movement melalui media sosial tentang pendidikan dan Astra akan mengonversi unggahan tersebut menjadi jumlah sepatu dan tas untuk anak-anak di daerah terluar & terdepan.”Selama dua tahun berjalan, donasi generAKSICERDASIndonesia telah mengumpulkan 15.039 unggahan (posting) di media sosial yang dikonversi menjadi sepatu dan tas.”ujarnya.

Tercatat total unggalan melalui sosial media yang telah dikonversi menjadi pasang sepatu dan tas sejak tahun 2015 mencapai 15.039 sepatu dan tas. Pada tahun2016 melalui gerakan sosial “Guruku Inspirasiku” telah terkumpul sebanyak 7.081 kisah inspiratif tentang guru. Total unggahan tersebut dikonversikan oleh Astra menjadi 6.000 pasang sepatu untuk anak-anak di Kabupaten Nias, Kabupaten Sumba Barat, Kabupaten Buru Selatan dan Kabupaten Biak Numfor serta 1.081 tas untuk anak-anak sekolah di daerah prasejahtera lainnya.“Kami memilih Kabupaten Biak agar sesuai dengan program Presiden Republik Indonesia Joko Widodo untuk membangun pendidikan bangsa yang berkualitas di wilayah terdepan dan terluar Indonesia. Kami berharap melalui program ini tercipta sinergi dengan pemerintah daerah secara berkelanjutan,” ujar Riza.

Disebutkan Riza, selain mengutamakan daerah prasejahtera di garis terdepan Indonesia, anak-anak juga menjadi prioritas utama. Sebagai generasi penerus bangsa, sejak dini anak-anak harus disiapkan menjadi generasi yang cerdas. Maka sadar akan pentingnya mencerdaskan generasi penerus bangsa, Astra menjalankan salah satu tanggung jawab sosialnya melalui pilar pendidikan. Secara keseluruhan, Astra memiliki empat pilar tanggung jawab sosial, yakni Pendidikan, Kewirausahaan, Lingkungan dan Kesehatan, yang dilaksanakan juga oleh seluruh Grup Astra beserta 9 yayasannya.

Hal ini sejalan dengan filosofi Catur Dharma Astra, yaitu “Menjadi Milik yang Bermanfaat bagi Bangsa dan Negara”. Oleh karena itu, di mana pun instalasi Astra berada harus memberikan manfaat bagi lingkungan sekitarnya. Di pilar pendidikan, melalui Astra Untuk Indonesia Cerdas telah diberikan 229.197 paket beasiswa, pengembangan kompetensi untuk 33.220 guru, dan membina 15.027 sekolah, serta 20 Rumah Pintar Astra di seluruh Indonesia. Salah satu program pendidikan Astra di daerah terpencil dan prasejahtera dilakukan oleh Yayasan Pendidikan Astra Michael D. Ruslim dan Yayasan Astra Agro Lestari yang telah membangun dan membina sekolah mulai SD hingga SMA/SMK guna menciptakan lulusan yang berkompeten yang kelak diharapkan dapat membangun daerahnya. (bani)

BERITA TERKAIT

Untuk Masa Depan Lebih Baik - Pentingnya Siswa Belajar Transisi Energi Bersih

Partisipasi aktif dari sektor pendidikan memiliki peran penting dalam percepatan transformasi energi terbarukan yang adil dan inklusif. Karenanya, pengembangan pengetahuan…

Perluas Akses Investasi Crypto - PINTU Tingkatkan Komisi Referral Program

PT Pintu Kemana Saja (PINTU), aplikasi crypto all-in-one pertama di Indonesia terus berkomitmen untuk mendorong lebih luas penetrasi aset crypto…

Ditopang Segmen Inspeksi - Carsurin Targetkan Pendapatan Tumbuh 34,26%

NERACA Jakarta – Tahun ini, PT Carsurin Tbk (CSRN) menargetkan pendapatan tumbuh 34,26% year on year (yoy) menjadi Rp602,19 miliar dibandingkan pendapatan…

BERITA LAINNYA DI Bursa Saham

Untuk Masa Depan Lebih Baik - Pentingnya Siswa Belajar Transisi Energi Bersih

Partisipasi aktif dari sektor pendidikan memiliki peran penting dalam percepatan transformasi energi terbarukan yang adil dan inklusif. Karenanya, pengembangan pengetahuan…

Perluas Akses Investasi Crypto - PINTU Tingkatkan Komisi Referral Program

PT Pintu Kemana Saja (PINTU), aplikasi crypto all-in-one pertama di Indonesia terus berkomitmen untuk mendorong lebih luas penetrasi aset crypto…

Ditopang Segmen Inspeksi - Carsurin Targetkan Pendapatan Tumbuh 34,26%

NERACA Jakarta – Tahun ini, PT Carsurin Tbk (CSRN) menargetkan pendapatan tumbuh 34,26% year on year (yoy) menjadi Rp602,19 miliar dibandingkan pendapatan…