NERACA
Jakarta – Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), melalui Balai Pendidikan dan Pelatihan Perikanan (BPPP) Ambon, Maluku, salah satu unit kerja Badan Pengembangan SDM dan Pemberdayaan Masyarakat Kelautan dan Perikanan (BPSDMP KP), membina para pengrajin limbah kulit kerang mutiara untuk melatih masyarakat di Ambon dan sekitarnya. Para pengrajin tersebut telah dikukuhkan menjadi Pusat Pelatihan Mandiri Kelautan dan Perikanan (P2MKP) Sweet Hatukau berdasarkan Surat Keputusan Kepala BPSDMP KP, di bawah binaan BPPP Ambon.
Ketua P2MKP Sweet Hatukau Hamdja Liem, dilansir dalam keterangan resmi, mengatakan, kulit kerang awalnya ia dapatkan dari mengumpulkan sisa-sisa limbah buangan usaha budidaya mutiara. Karena terus-menerus ia mendapatkan kulit kerang secara gratis, maka pengusaha mutiara pun kemudian berpikir untuk menjualnya dengan harga Rp 6.000 per kg, dan kini harganya berkisar Rp 30.000 hingga Rp 60.000 per kg. Bahan baku kulit kerang awalnya ia dapatkan di Batu Merah dan kini sebagian besar (70%) ia dapatkan dari Bau Bau.
Dari modal tersebut, ia dapat membuat produk dari harga Rp 5.000 untuk bross hingga Rp 8 juta untuk hiasa dinding. Keuntungan yang didapat, sebagai contoh untuk membuat bross dengan pengerjaan satu orang satu hari, dapat menghasilkan 60 bross dengan modal 1 kg kulit kerang. Dengan demikian, keuntungan yang didapat sekitar Rp 240.000 hingga Rp 270.000 per orang dalam sehari. Contoh lainnya adalah produk plakat seharga Rp 300.000 hingga 600.000 (tergantung tingkat kesulitan) membutuhkan modal ½ kg kulit kerang, sehingga keuntungan yang didapat sekitar Rp 270.000 hingga Rp 585.000.
Mengenai P2MKP, menurut Hamdja, awalnya bermula dari keinginan kelompok pengrajinnya untuk menyebarkan ilmu yang dimiliki di bidang kerajinan kulit kerang mutiara kepada masyarakat. Hal ini disebabkan kulit kerang mutiara yang merupakan sampah tak terpakai atau limbah sangat disayangkan jika terbuang, karena dapat diolah menjadi barang bernilai jual tinggi. Dengan melatih masyarakat, maka dapat mensejahterakan mereka sekaligus melestarikan lingkungan.
Sayangnya, Hamdja dan kelompoknya kala itu tidak memiliki modal untuk melatih masyarakat. Hingga kemudian ia mencoba mengajukan permohonan bantuan modal ke BPPP Ambon untuk melatih masyarakat. BPPP Ambon tertarik dan menyambut baik keinginan mereka, kemudian mempelajari dan menelaah permohonan tersebut, melakukan survey ke lokasi, hingga melakukan tes serta tahapan-tahapan lainnya. Setelah lulus dari berbagai tahapan tersebut, akhirnya kelompok pengrajin yang dipimpin Hamdja ini berhasil ditetapkan sebagai P2MKP pada 2013 di BPPP Ambon. Berdasarkan data Pusat Pelatihan Kelautan dan Perikanan BPSDMP KP, P2MKP Sweet Hatukau menjadi salah satu dari 429 P2MKP secara keseluruhan se-Indonesia saat ini.
Sejak 2013 sampai saat ini, hampir 500 orang telah dilatih oleh P2MKP Sweet Hatukau. “Satu angkatan pelatihan, jumlahnya mencapai 10 orang peserta,” kata Hussen Assegaf, anggota P2MKP Sweet Hatukau.
Dengan adanya bantuan KKP melalui BPPP Ambon, kelompok pengrajin yang beranggotakan enam orang ini merasakan manfaat yang sangat besar. BPPP Ambon memberikan bantuan modal pelatihan, seragam dan perlengkapan peserta, konsumsi, hingga berbagai fasilitas seperti laptop, printer, dan proyektor LCD. Keuntungan lainnya, berkat bantuan BPPP Ambon, P2MKP menjadi lebih dikenal luas, bukan saja di Maluku, namun juga di daerah-daerah lain. “Kami saat ini sudah mendapat mitra dari Surabaya, Bogor, Makassar, Sorong, Jakarta, dan sebagainya. Yang dari Surabaya merupakan hasil kerja sama dengan NU (Nahdhatul Ulama),” kata Hussen.
Selain menjadi wirausaha kerajinan kulit kerang, para lulusan pelatihan P2MKP ini rencananya akan direkrut untuk menjadi anggota P2MKP Sweet Hatukau. “Kami kewalahan mengerjakan pesanan yang membludak, sehingga perlu merekrut anggota baru yang sudah kami latih. Sebagai contoh, pesanan hiasan dinding ayat kursi dari bahan kulit kerang mencapai 100 buah per bulan dan kami belum sanggup memenuhinya. Karena membludaknya pesanan, kami belum sanggup memasarkan melalui website, melainkan baru sebatas via media sosial pribadi saya saja,” ujar Hamdja.
Pelatihan pengolahan limbah kulit kerang menjadi produk bernilai tinggi ini membuat berbagai pihak tertarik, salah satunya adalah Coral Triangle Center (CTC), sebuah Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM)/Non Government Organisation (NGO) di bidang konservasi. Pada Rabu (17/2), CTC membawa para penyuluh perikanan peserta Penerapan Ekonomi Biru (Blue Economy) dalam Pengelolaan Perikanan Berkelanjutan, hasil kerja sama CTC dengan BPPP Ambon, ke P2MKP Sweet Hatukau. “P2MKP ini dinilai sejalan dengan konsep ekonomi biru yang tanpa limbah tersebut,” ujar Adit, salah seorang panitia pelatihan dari CTC.
Kepala BPPP Ambon Mathius Tiku mengatakan, P2MKP Sweet Hatukau merupakan salah satu dari 27 P2MKP yang dibina BPPP Ambon di lima provinsi, yaitu Sulawesi Tenggara, Maluku, Maluku Utara, Papua Barat, dan Papua. Selain Sweet Hatukau, BPPP Ambon juga membina P2MKP lain yang menerapkan prinsip ekonomi biru. “Contohnya, P2MKP di Maluku Utara yang membuat kecap asin dari pengolahan tulang dan kepala ikan yang tak terpakai,” ungkap Tiku.
Pemanfaatan Teknologi Jadi Kunci Utama Kemajuan Koperasi Jakarta - Menteri Koperasi, Budi Arie Setiadi mendorong seluruh koperasi di Indonesia untuk…
Pengembangan SDM Kunci Pengembangan Iandustri Hijau Jakarta – Wakil Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Yuliot menegaskan bahwa pengembangan…
Industri Pengolahan Kelapa Siap Utamakan Kesejahteraan Petani Jakarta – Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita menerima audiensi Himpunan Industri Pengolahan Kelapa…
Serapan Beras Bulog Bulan April Capai 1,3 Juta Ton Jakarta – Capaian mengejutkan terjadi dalam pengadaan beras nasional. Sepanjang bulan…
Pemerintah Komitmen Wujudkan Swasembada Energi Jakarta – Pemerintah senantiasa berkomitmen mewujudkan swasembada energi nasional yang berkelanjutan sebagaimana ditekankan oleh Presiden…
Indonesia Menuju Pusat Industri Halal Dunia Jakarta – Kementerian Perindustrian (Kemenperin) terus berupaya memperkuat peran Indonesia dalam ekosistem industri halal…