NERACA
Jakarta – Dirjen Migas Kementerian ESDM, IGN Wiratmaja, mengatakan, mobil berbahan bakar gas (BBG) atau Compressed Natural Gas (CNG) seharusnya diberi insentif seperti yang diberikan pemerintah pada mobil murah ramah lingkungan alias Low Cost and Green Car (LCGC).
Alasannya, agar mobil berbahan bakar CNG bisa diproduksi massal dan banyak peminatnya karena mobil berbahan bakar gas selama ini masih dibanderol dengan harga tinggi. Wiriatmaja mengatakan, rata-rata harga mobil berbahan bakar gas masih lebih mahal sekitar Rp25 juta dibanding mobil BBM.
Padahal di banyak negara, kendaraan ber-BBG malah diberi insentif. Pemakaian BBG juga mengurangi beban lingkungan dan menghemat devisa untuk impor BBM, alias banyak keuntungan pemakaian BBG ini secara massal.
"Kalau perlakuannya sama dengan LCGC, maka saya optimis nanti mobil yang pakai gas akan banyak sekali di lapangan. Otomatis polusi Jakarta akan turun," kata Wiriatmaja, di Jakarta, dilansir laman Antara, belum lama ini. LCGC tidak dikenakan PPnBm.
Saat ini pemerintah sedang mendorong pabrikan mobil untuk membuat mobil BBG dalam rangka mewujudkan konversi. Toyota telah menyanggupi untuk memproduksi mobil BBG untuk dipasarkan pada perusahaan taxi.
Menurut perhitungan Wiriatmaja, jika mobil menggunakan bahan bakar maka sebenarnya harga mahal di awal bisa "balik modal" karena harga BBG cenderung lebih murah lebih dari setengah harga premium. Harga BBG per liter setara premium adalah Rp3.100 alias hanya 0,42 kali harga premium saat ini yang Rp7.400/liter. Pada sisi lain, harga konverter BBG juga masih dinilai mahal, di rentang Rp8 juta hingga Rp14 juta. Selain itu, stasiun pengisian BBG masih jarang, bahkan untuk Jakarta.
Pemerintah telah menargetkan program diversifikasi bahan bakar minyak (BBM) ke Bahan Bakar Gas (BBG) atau "Compressed Natural Gas" akan terwujud dalam beberapa tahun ke depan. Saat ini, tim task force atau tim gugus tugas Implementasi Pemanfaatan Bahan Bakar Gas (CNG) untuk Sektor Transportasi telah terbentuk dan diharapkan sudah bisa bekerja untuk melakukan studi-studi kelayakan atau "feasibility studies" guna mempercepat program tersebut.
Dirjen Migas mengatakan ada beberapa keuntungan yang didapat jika kita menggunakan BBG sebagai bahan bakar kendaraan alih-alih BBM. Salah satunya adalah BBG lebih ekonomis dibanding BBM. "BBG ini harganya jauh lebih murah, kalau kita setarakan dalam satuan liter, satu liter premium harganya Rp7.400-an di Pulau Jawa, sementara satu liter CNG cuma Rp3.100, ini kurang dari setengahnya. Padahal kilometernya sama, misalnya satu liter katakanlah untuk 8-9 kilo meter, maka pakai BBG pun sama. Nah tentu ini untuk masyarakat manfaat ekonominya lebih baik," kata Wiratmaja.
Yang paling utama, penggunaan BBG, menurut Wiratmaja adalah akan meningkatkan ketahanan energi nasional di mana kita bisa menekan ketergantungan terhadap BBM yang banyak diimpor dari luar negeri.
"Tujuannya untuk ketahanan energi, jadi nanti ada energi BBM dan ada juga gas, nah pada saat harga BBM melonjak tinggi, harga gas relatif stabil sehingga masyarakat punya pilihan menggunakan gas atau BBM. Kita memproduksi cukup banyak gas, infrastruktur gas juga cukup banyak di berbagai daerah juga ada sehingga kita harus menggunakan gas sebanyak mungkin, dengan demikian ketergantungan kita pada BBM akan turun karena kita tahu BBM kita kan banyak impor, lebih dari setengahnya impor, jadi konsumsi minyak bisa turun kalau kita menggunakan gas," katanya.
Selain itu, penggunaan BBG juga dinilai akan memperkuat nilai tukar Rupiah karena negara akan mengurangi pembelian dolar untuk membeli BBM impor. BBG dinilai lebih menguntungkan karena diyakini sifatnya yang ramah lingkungan. "Bahan bakar gas jauh lebih bersih dari pada BBM sehingga polusi akan turun, udara akan lebih bersih, hijau sehingga pemerintah sangat mendorong diversifikasi BBM ke gas."
"Program diversifikasi BBM ke gas tidaklah sama dengan konversi minyak tanah ke LPG di mana minyak tanah akan diganti ke LPG. Kita memberikan pilihan kepada masyarakat. Jadi tidak semua BBM diganti dengan gas tapi kita memberi pilihanItulah sebabnya kita membuat dan mendorong program diversifikasi BBM ke gas," katanya.
Guna mewujudkan diversifikasi tersebut, tim task force atau tim gugus tugas Implementasi Pemanfaatan Bahan Bakar Gas (CNG) untuk Sektor Transportasi telah dibentuk untuk melakukan studi-studi kelayakan (feasibility studies) guna mempercepat program diversifikasi energi nasional.
Tim beranggotakan Kementerian ESDM, Kementerian Perindustrain, Kementerian Keuangan, Dewan Energi Nasional (DEN), Kementerian Dalam Negeri, para Pemerintah Daerah (Pemda), asosiasi SPBG dan pemangku kepentingan terkait lainnya.
NERACA Jakarta – Pemerintah terus memperkuat komitmennya terhadap pengelolaan kelapa sawit yang berkelanjutan melalui berbagai langkah strategis, salah satunya dengan…
NERACA Jakarta – Dekarbonisasi di sektor transportasi memerlukan solusi inovatif. Pertamina NRE berkolaborasi dengan perusahaan Perancis, MGH Energy, menjajaki terobosan…
NERACA Jakarta – Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia menghentikan sementara kegiatan operasi PT GAG Nikel di…
NERACA Jakarta – Pemerintah terus memperkuat komitmennya terhadap pengelolaan kelapa sawit yang berkelanjutan melalui berbagai langkah strategis, salah satunya dengan…
NERACA Jakarta – Dekarbonisasi di sektor transportasi memerlukan solusi inovatif. Pertamina NRE berkolaborasi dengan perusahaan Perancis, MGH Energy, menjajaki terobosan…
NERACA Jakarta – Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia menghentikan sementara kegiatan operasi PT GAG Nikel di…