NERACA
Jakarta - Direktur Jenderal Industri Kecil dan Menengah Kementerian Perindustrian, Euis Saedah mengatakan tingginya produksi gula lontar di Kabupaten Rote Ndao Provinsi Nusa Tenggara Timur mencapai 5.213 ton pertahun. Untuk itu pemerintah mendorong produksi tersebut bisa meningkat lagi.
“Di sisi lain, menciptakan dapur sehat bagi industri kecil pengolahan gula lontar di wilayah Kabupaten Rote Ndao Provinsi Nusa Tenggara Timur, guna mendapatkan tempat pengolahan yang layak dan sesuai dengan standard kesehatan, sehingga gula lontar yang dihasilkan mampu memenuhi kebutuhan dalam negeri dan pasar ekspor,” kata Euis saat acara penandatangan Nota kesepakatan bersama antara Direktorat Jenderal IKM dengan PT. Arwana Citramulia, Tbk serta Pemerintah Kabupaten Rote Ndao di Jakarta, Kamis (15/10).
Menurut Euis, dapur produksi IKM pengolahan gula lontar di Kab. Rote Ndao secara bertahap berubah menjadi standar sesuai prototipe yang telah disediakan. “Gula lontar dapat memenuhi standard SNI dan standard ekspor serta ISO 9001 Tahun 2008. Pemasaran gula lontar menjadi lebih luas tidak hanya pasar lokal dan regional namun menembus pasar nasional dan ekspor,” paparnya.
Lebih lanjut, Euis mengatakan lontar merupakan tanaman yang sangat potensial untuk dikembangkan. Berdasarkan data Dinas Pertanian, Tanaman Pangan, Perkebunan, dan Kehutanan Kab. Rote Ndao, terdapat perkebunan lontar seluas 15.398 Ha dengan kapasitas produksi 5.213 ton per tahun yang dihasilkan oleh 25.530 rumah tangga perkebunan. “Pohon lontar adalah pohon kehidupan masyarakat Rote Ndao, sehingga merupakan warisan budaya yang tidak dapat ditinggalkan. Lontar mencerminkan totalitas kehidupan orang Rote,” katanya.
Lewat lontar mereka membangun sejumlah kearifan lokal. Batang, bulir, daun, pelepah, nira, tulang daun, buah, sabut, dan pucuk lontar membangun peradaban dan budaya lokal mereka. Batang, daun, pelepah, dan tulang daun, misalnya, dimanfaatkan untuk membangun rumah.
Daun juga dipakai untuk perkakas dapur, alat timba air yang disebut haik, dan penghias alat musik sasando. Pucuk daun (putih) dimanfaatkan menganyam topi lokal ti’i langga, pembungkus tembakau (rokok) tradisional, dan tulang daun untuk tali (pengikat).
Mayang lontar disadap dan diolah menjadi gula. Berbagai macam produk yang dihasilkan dari sadapan lontar antara lain gula lempeng, gula air (sebutan Rote atau dikenal sebagai gula cair), gula semut. Semua produk olahan pangan ini sudah masuk ke pasaran untuk dikonsumsi oleh masyarakat baik secara langsung maupun menjadi bahan tambahan untuk olahan makanan lainnya. Untuk itu, perlu dilakukan pembinaan melalui perbaikan fasilitas masak (dapur) agar proses produksi berlangsung di tempat yang layak dan sesuai standar kesehatan.
“Hari ini kita akan menyaksikan penandatanganan Kesepakatan Bersama (MoU) antara Direktorat Jenderal IKM dengan PT. Arwana Citramulia Tbk. dan Pemerintah Kab. Rote Ndao. Tujuan kami menciptakan dapur sehat bagi industri kecil pengolahan gula lontar di Kabupaten Rote Ndao, NTT adalah agar gula lontar yang dihasilkan berkualitas baik sehingga mampu memenuhi kebutuhan dalam negeri dan pasar ekspor,” katanya.
Ruang lingkup kesepakatan ini meliputi penyediaan dapur produksi sesuai dengan prototipe yang telah disediakan. Kemudian, peningkatan SDM pengolahan gula lontar agar mampu memproduksi gula sesuai SNI ISO 9001 Tahun 2008 tentang manajemen mutu. Lalu peningkatan mutu gula lontar berstandar ekspor. Selanjutnya, pemasaran gula lontar di pasar nasional dan internasional.
Sebelumnya, Dirjen Euis mengatakan, penggunaan pewarnaan alam pada kain atau pakaian sedang menjadi tren dunia yang cukup banyak diminati karena memberikan kesan yang sangat lembut. Bahkan, kain batik dan tenun yang diproses dengan pewarna alam tidak hanya menghasilkan warna yang khas namun juga memiliki nilai budaya yang tinggi.
Oleh karena itu, Kementerian Perindustrian terus memperkenalkan, mengembangkan, dan mempopulerkan pewarnaan alam sebagai bentuk kearifan budaya lokal Indonesia untuk dunia melalui penyelenggaraan SWARNA FEST 2015.
“Kekayaan sumber pewarna alam yang melimpah di Indonesia merupakan warisan budaya nenek moyang yang harus dilestarikan dan terus dikembangkan,” kata Dirjen IKM Euis Saedah pada Konferensi Pers SWARNA FEST 2015 di Kementerian Perindustrian, Jakarta, Selasa (13/10).
SWARNA FEST 2015 akan diselenggarakan pada tanggal 6 – 7 November 2015 di Pantai Nembrala, Kabupaten Rote Ndao, Nusa Tenggara Timur. Kegiatan yang akan dibuka secara resmi oleh Menteri Perindustrian dan Bupati Rote Ndao, diikuti berbagai pelaku industri kecil dan menengah, pengrajin, desainer fesyen, serta praktisi yang berkecimpung dalam serat dan warna alam Indonesia.
Acara tersebut juga akan diisi dengan beragam kegiatan mulai dari pameran, seminar, dan fashion show. “Selain itu, akan diadakan juga kegiatan workshop tenun dengan menggunakan alat tenun gedogan yang diharapkan dapat meraih rekor MURI untuk proses penenunan terbanyak dalam satu waktu dengan pemanfaatan pewarna alam,” tutur Euis.
NERACA Jakarta - Pemerintah membuka peluang bagi investor asing untuk terlibat dalam pembangunan tanggul laut raksasa (giant sea wall) di…
NERACA Jakarta – Kementerian Perindustrian (Kemenperin) terus mendorong transisi energi dan dekarbonisasi sektor industri nasional sebagai bagian dari upaya menuju…
NERACA Jakarta – Kementerian Perindustrian (Kemenperin) berkomitmen untuk terus meningkatkan peran kawasan industri sebagai pilar utama dalam pembangunan ekonomi nasional.…
NERACA Jakarta - Pemerintah membuka peluang bagi investor asing untuk terlibat dalam pembangunan tanggul laut raksasa (giant sea wall) di…
NERACA Jakarta – Kementerian Perindustrian (Kemenperin) terus mendorong transisi energi dan dekarbonisasi sektor industri nasional sebagai bagian dari upaya menuju…
NERACA Jakarta – Kementerian Perindustrian (Kemenperin) berkomitmen untuk terus meningkatkan peran kawasan industri sebagai pilar utama dalam pembangunan ekonomi nasional.…