Terbukti, Perbankan Syariah Tahan Krisis Ekonomi

Ketika rupiah menembus level Rp14.000 per dolar AS, kalangan perbankan nasional pun mulai ketar-ketir. Namun, tidak demikian dengan perbankan beraroma syariah. Tengok saja, Direktur Bisnis PT Bank Syariah Bukopin Aris Wahyudi mengatakan bahwa kinerja perbankan syariah bisa tahan terhadap krisis ekonomi. "Bukan kebal, tahan iya karena kita punya sistem jual putus, sehingga tidak berpengaruh terhadap fluktuasi margin, seperti bank konvensional," ujarnya.

Aris menjelaskan, produk pembiayaan yang ada seperti murabahah membuat masyarakat yang menggunakan memperoleh margin tetap dan tidak berubah seperti bank konvensional.  "Misalnya, beli Mercy Rp1 miliar plus margin jadi Rp1,15 miliar, angsur berapa tahun secara putus," jelas Aris.

Selain itu, menurutnya, masyarakat juga melakukan diversifikasi pinjaman saat situasi ekonomi sedang krisis ke perbankan syariah. "Orang jeli, diversifikasi pinjaman konversi ke syariah. Margin lebih mahal, misalnya konvensional 12%, kita 15%, tapi tetap. Lihat waktu krisis 1998, bunga bisa mencapai 60%," jelasnya.

Adapun laba bersih perusahaan pada semester I tahun ini tercatat sebesar Rp11,10 miliar. Sementara target hingga akhir tahun naik 2-3 kali lipat dari tahun lalu. "Target Rp19 miliar-Rp20 miliar, sekarang saja sudah Rp11,10 miliar. Perolehan laba bersih tahun lalu Rp9 miliar," kata Aris.

Bahkan, ketika krisis global 2008, banyak institusi keuangan yang bertumbangan. Bahkan lembaga keuangan sebesar Lehman Brothers yang telah berusia lebih dari 100 tahun pun tak terselamatkan. Namun, ternyata lembaga keuangan syariah bisa bertahan dan bahkan terus tumbuh di tengah terpaan krisis. Berbagai studi menunjukkan bahwa lembaga keuangan syariah lebih tahan banting. "Pada 2008-2009, ada studi yang membandingkan daya tahan antara islamic bank dengan bank konvensional ketika hadapi global finansial crisis. Ada beberapa studi yang mengatakan bahwa bank syariah punya daya tahan lebih kuat berhadapan dengan krisis dibandingkan bank konvensional," jelas Bambang Brodjonegoro, Menteri Keuangan.

Alasannya, kata Bambang, perbankan syariah cenderung bermain 'aman'. Setiap transaksi dalam keuangan syariah harus dilandaskan pada aset dasar (underlying aseet). Berbeda dengan perbankan konvensional yang cenderung spekulatif. "Kalau perbankan konvensional banyak yang bermain pada tataran high spekulatif. Sedangkan islamic bank tidak ada di area itu, cenderung lebih konservatif dan mengutamakan kehati-hatian," papar Bambang.

Meski demikian, bukan berarti perbankan syariah tanpa risiko. Bila manajemen tidak berjalan dengan baik, maka ada kemungkinan bisa bermasalah juga. "Pastikan manajemen terjaga. Jangan daya tahan baik tapi salah urus," tegasnya.

Bila ada bank syariah yang salah urus, tambah Bambang, akan merusak pandangan masyarakat. Rencana untuk mengembangkan perbankan syariah pun bisa terganggu. "Kalau ada bank syariah kolaps langsung orang lihat ternyata bank syariah nggak menjamin. Maka dalam konteks menjaga stabilitas keuangan syariah, manajamen dan tata kelola harus dijaga sebaik-baiknya," sebut Bambang.

 

Total Nasabah

 

Meski demikian, ironisnya, data Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menyatakan saat ini total nasabah perbankan syariah mencapai sekitar 15 juta jiwa. Sementara itu, nasabah perbankan konvensional menyentuh sekitar 80 juta orang. Dibandingkan dengan bank konvensional, total nasabah bank syariah baru mencapai 18,75 persen. “Kalau dibanding dengan perbankan konvensional, total nasabah perbankan syariah memang masih lebih kecil. Namun, sejauh ini pertumbuhan nasabah di industri bank syariah rata-rata mencapai kisaran 15-20 persen,” ujar Direktur Penelitian, Pengembangan, Pengaturan, dan Perizinan Perbankan Syariah OJK Dhani Gunawan Idat.

Dia mengatakan, pangsa pasar (market share) bank syariah menurun dari 4,8 persen pada akhir 2014 menjadi sekitar 4,6 persen pada semester I-2015. Kendati, industri ini tetap meraih pertumbuhan dari sisi dana pihak ketiga (DPK) maupun total nasabah.

Berdasarkan Statistik Perbankan Indonesia (SPI) yang dipublikasikan OJK, total DPK bank umum syariah (BUS) dan unit usaha syariah (UUS) mencapai Rp 213,48 triliun, tumbuh 11,49 persen secara year on year (yoy) pada Juni 2015. Kendati terus meningkat, besaran pertumbuhan dana masyarakat perbankan syariah menunjukkan tren penurunan.

Pasalnya itu, data OJK menunjukkan, pada akhir 2012 total DPK bank syariah tumbuh 27,81 persen dibanding 2011 menjadi Rp 147,51 triliun. Namun total DPK mencapai Rp 183,53 trilun atau tumbuh sebesar 24,42 persen pada 2013 berbanding 2012. Sementara, pertumbuhan yang diraih perbankan syariah pada 2014 terhadap 2013 merupakan yang terendah, yakni 18,54 persen atau menjadi Rp 217,56 triliun.

BERITA TERKAIT

Di Tengah Ancaman Boikot, Danone Terus Disoal

Nama perusahaan multinasional asal Prancis, Danone terus bikin geger. Danone dan banyak perusahaan multinasional lainnya  dikecam di seluruh dunia karena aktif…

Khong Guan Luncurkan Biscuits House di KidZania

Memperkenalkan lebih dekat lagi biskuit Khong Guan kepada anak-anak sejak dini sebagai biscuit legendaris di Indonesia, Khong Guan Group Indonesia…

KUR, Energi Baru Bagi UKM di Sulsel

Semangat kewirausahaan tampaknya semakin membara di Sulawesi Selatan. Tengok saja, berdasarkan data yang dimiliki Dinas Koperasi dan UKM Provinsi Sulsel,…

BERITA LAINNYA DI Peluang Usaha

Di Tengah Ancaman Boikot, Danone Terus Disoal

Nama perusahaan multinasional asal Prancis, Danone terus bikin geger. Danone dan banyak perusahaan multinasional lainnya  dikecam di seluruh dunia karena aktif…

Khong Guan Luncurkan Biscuits House di KidZania

Memperkenalkan lebih dekat lagi biskuit Khong Guan kepada anak-anak sejak dini sebagai biscuit legendaris di Indonesia, Khong Guan Group Indonesia…

KUR, Energi Baru Bagi UKM di Sulsel

Semangat kewirausahaan tampaknya semakin membara di Sulawesi Selatan. Tengok saja, berdasarkan data yang dimiliki Dinas Koperasi dan UKM Provinsi Sulsel,…