GAGAL BAYAR UTANG PINJOL: - Didominasi Kalangan Milenial dan Gen Z

 

Jakarta-Jumlah outstanding  utang pinjaman online (Pinjol) perseorangan di Indonesia tercatat sudah mencapai Rp 75,44 triliun Per Maret 2025 ini. Dari jumlah ini, total outstanding kredit macet  Rp 1,65 triliun. Menurut data OJK,  total utang pinjol kelompok usia 19-34 tahun (milenial dan Gen z) mencapai Rp 37,87 triliun dengan jumlah rekening penerima sebanyak 14.001.344 entitas.  Selain menjadi kelompok peminjam terbesar, dua generasi ini juga tercatat sebagai penyumbang gagal bayar (galbay) terbesar.

NERACA

Berdasarkan Statistik Layanan Pendanaan Bersama Berbasis Teknologi Informasi (LPBBTI) OJK, mayoritas peminjam hingga akhir triwulan tahun ini masih didominasi oleh mereka yang berusia 19-34 tahun atau lazim dikenal sebagai  kalangan milenial dan gen Z. 

Dalam data tersebut OJK membagi para peminjam berdasarkan empat kelompok usia yakni mereka yang di bawah 19 tahun, kelompok usia 19-34 tahun, kelompok usia 35-54 tahun, dan mereka yang berusia lebih dari 54 tahun.

Apabila melihat dari jumlah kredit macet lebih dari 90 hari (TWP90) perseorangan kelompok usia 19-34 tahun yang sebesar Rp 794,41 miliar dengan jumlah rekening penerima sebanyak 467.865 entitas. Angka ini setara 2,09% dari total pinjaman yang diambil generasi Milenial dan Z.

Selain itu generasi milenial (kelahiran 1981-1996) yang kini ditaksir berusia hingga 45 tahun juga tergabung dalam kelompok usia 35-54 tahun bersama Generasi X. Di mana kelompok usia ini memiliki total utang pinjol per Maret 2025 sebesar Rp 33,92 triliun. Sedangkan untuk outstanding kredit macet kelompok usia 35-54 tahun ini berada di Rp 725,26 miliar dengan jumlah rekening penerima sebanyak 264.794 entitas. Angka ini setara 2,13% dari total pinjaman yang diambil oleh masyarakat milenial dan generasi X.

Jika ditotal, gagal bayar (galbay) kedua kelompok usia ini (19-34 dan 35-54 tahun) ini mencapai Rp 1,51 triliun. Jumlah ini setara dengan 91,92% dari seluruh kredit macet pinjol per Maret 2025. Sehingga tak berlebihan jika mayoritas galbay utang pinjol paling banyak dilakukan oleh mereka kelompok milenial dan gen Z, ditambah mereka dari generasi X.

Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat total outstanding pinjaman di fintech peer-to-peer (P2P) lending atau pinjaman online (pinjol) perseorangan mencapai Rp 75,44 triliun per Maret 2025 ini. Besaran utang individu ini turun sekitar Rp 96,5 miliar jika dibandingkan bulan sebelumnya.

Namun dalam data OJK tersebut,  periode Maret 2025 besaran outstanding pinjaman online perorangan ini jauh lebih besar dibanding periode yang sama tahun sebelumnya yakni Rp 56,68 triliun pada Maret 2024.

Jika dilihat berdasarkan usia, total utang pinjol hingga akhir triwulan tahun ini masih didominasi oleh peminjam berusia 19-34 tahun atau mereka dari kalangan milenial dan generasi Z (gen Z) sebanyak Rp 37,87 triliun dengan jumlah rekening penerima 14.001.344 entitas.

Kemudian disusul oleh peminjam berusia 35-54 tahun dengan outstanding Rp 33,92 triliun dengan jumlah rekening penerima 8.685.044 entitas. Kemudian untuk debitur usia di atas 54 tahun memiliki total utang Rp 3,43 triliun dengan jumlah rekening penerima 805.344 entitas.

Namun jika dilihat dari kenaikan total utang pinjol tertinggi, terlihat peminjam di atas usia 54 tahun tahun ini naik sangat tinggi dari sebelumnya Rp 1,14 triliun per Maret 2024. Artinya besaran utang mereka yang berada di usia tua ini tumbuh 299,36% alias naik hampir tiga kali lipat.

Kemudian untuk tingkat kredit macet lebih dari 90 hari (TWP90) pada periode Maret 2015 secara keseluruhan berada di kisaran 2,19%. Sementara untuk outstanding kredit macet alias tunggakan perseorangan yang belum dibayar sebesar Rp 1,65 triliun.

Dari total outstanding yang macet tersebut, peminjam yang gagal bayar (galbay) juga masih didominasi oleh mereka yang berusia 19-34 tahun dengan jumlah Rp 794,41 miliar (2,09% dari total pinjaman).

Kemudian disusul oleh peminjam berusia 35-54 dengan total galbay mencapai Rp 725,26 miliar atau 2,13%. Selanjutnya untuk peminjam berusia 54 tahun ke atas atau mereka dari kalangan baby boomers masih menunggak utang pinjol Rp 129,29 miliar atau 3,76%.

Dengan begitu jika dilihat secara keseluruhan, jumlah kenaikan utang pinjol hingga Maret 2025 ini terjadi di kelompok usia 54 tahun ke atas. Mirisnya kelompok usia ini jugalah yang memiliki persentase galbay terbesar dibandingkan kelompok lainnya.

Data SLIK

Di sisi lain, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) bakal mewajibkan penyelenggaran pinjaman daring (pindar) atau industri Fintech peer to peer lending menjadi pelapor Sistem Layanan Informasi Keuangan (SLIK). Ketentuan tersebut mulai berlaku pada akhir bulan depan.

Menurut Plt. Kepala Departemen Literasi, Inklusi Keuangan, dan Komunikasi OJK M Ismail Riyadi,   langkah ini sebagai salah satu mitigasi risiko gagal bayar. “OJK telah menetapkan bahwa mulai tanggal 31 Juli 2025, penyelenggara pindar wajib menjadi pelapor SLIK, sebagaimana diatur dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK) Nomor 11 Tahun 2024,” ujarnya dalam keterangan resmi, pekan lalu. 

SLIK adalah sistem yang dikelola OJK yang mendukung pengawasan dan layanan informasi keuangan, terutama terkait dengan riwayat kredit debitur. Masuknya data debitur pindar dalam SLIK dapat menjadi salah satu bahan masukan untuk menilai kelayakan calon peminjam yang akan mendapatkan fasilitas kredit atau pembiayaan di Lembaga Jasa Keuangan Indonesia.

Aturan ini diharapkan dapat memperkuat transparansi dan akuntabilitas industri Pindar serta membantu kebutuhan masyarakat, termasuk untuk pembiayaan produktif. “Dalam hal ditemukan pelanggaran terhadap ketentuan yang berlaku, OJK melakukan langkah penegakan kepatuhan (enforcement) sesuai ketentuan yang berlaku,” ujarnya. 

 OJK juga meminta industri Layanan Pendanaan Bersama Berbasis Teknologi Informasi (LPBBTI) atau Pindar untuk memperkuat penerapan manajemen risiko dengan memperketat prinsip repayment capacity dan electronic Know Your Customer (e-KYC) sebagai dasar pemberian pendanaan.

Ismail mengatakan penguatan manajemen risiko ini diharapkan dapat memperkuat mitigasi risiko terhadap Pemberi Dana (Lender) dalam platform Pindar dan memitigasi meningkatnya jumlah Penerima Dana (Borrower) yang tidak melakukan pembayaran atau gagal bayar. "Penegasan ini sejalan dengan ketentuan dalam SEOJK Nomor 19/SEOJK.06/2023 tentang Penyelenggaraan Layanan Pendanaan Bersama Berbasis Teknologi Informasi," ujarnya. bari/mohar/fba

BERITA TERKAIT

Pemerintah Tingkatkan Perlindungan Wilayah Konservatif Raja Ampat

  NERACA Raja Ampat – Pemerintah Republik Indonesia di bawah kepemimpinan Presiden Prabowo Subianto terus memperkuat perlindungan terhadap kawasan konservatif…

BI Siapkan Strategi Utama Kuatkan Pengembangan Ekonomi Syariah

  NERACA Jakarta – Kembangkan potensi ekonomi syariah lebih optimal, Bank Indonesia (BI) berupaya memperkuat pengembangan melalui tiga bentuk strategi…

BKPM: Kasus Premanisme Terhadap Investor Terus Menurun

NERACA Jakarta - Wakil Menteri (Wamen) Investasi dan Hilirisasi/Wakil Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Todotua Pasaribu menyebut kasus premanisme…

BERITA LAINNYA DI Berita Utama

GAGAL BAYAR UTANG PINJOL: - Didominasi Kalangan Milenial dan Gen Z

  Jakarta-Jumlah outstanding  utang pinjaman online (Pinjol) perseorangan di Indonesia tercatat sudah mencapai Rp 75,44 triliun Per Maret 2025 ini.…

Pemerintah Tingkatkan Perlindungan Wilayah Konservatif Raja Ampat

  NERACA Raja Ampat – Pemerintah Republik Indonesia di bawah kepemimpinan Presiden Prabowo Subianto terus memperkuat perlindungan terhadap kawasan konservatif…

BI Siapkan Strategi Utama Kuatkan Pengembangan Ekonomi Syariah

  NERACA Jakarta – Kembangkan potensi ekonomi syariah lebih optimal, Bank Indonesia (BI) berupaya memperkuat pengembangan melalui tiga bentuk strategi…