Efek Penurunan Suku Bunga ke Perekonomian Butuh Waktu 1,5 Tahun

 

NERACA

Jakarta – Kepala Departemen Kebijakan Makroprudensial Bank Indonesia (BI) Solikin M. Juhro menyampaikan bahwa efek atau dampak penurunan suku bunga acuan atau BI-Rate terhadap perekonomian nasional memerlukan waktu sekitar satu setengah tahun. Adapun transmisi suku bunga ke pasar uang memerlukan waktu yang relatif lebih pendek. Sementara transmisi ke suku bunga dana membutuhkan waktu sekitar enam bulan dan ke suku bunga kredit sekitar satu tahun.

“(Transmisi) ke suku bunga pasar uang itu biasanya lebih pendek sekitar 2-3 bulan. Kemudian ke suku bunga dana 6 bulan, ke suku bunga kredit itu nanti sekitar 1 tahun, ke ekonomi itu sekitar satu setengah tahun,” kata Solikin, seperti dikutip Antara, kemarin.  Sejauh ini, BI-Rate telah dipangkas sebanyak dua kali masing-masing sebesar 25 basis point (bps) pada Januari 2025 dan Mei 2025. BI-Rate kini sudah berada pada level 5,5 persen.

Sejalan dengan penurunan BI-Rate pada Januari 2025, menurut catatan BI, suku bunga IndONIA terus menurun menjadi 5,77 persen pada 20 Mei 2025 dari semula sebesar 6,03 persen pada awal Januari 2025. Suku bunga SRBI untuk tenor 6, 9, dan 12 bulan pada 16 Mei 2025 juga menurun, yakni dari masing-masing 7,16 persen; 7,20 persen; dan 7,27 persen pada awal Januari 2025 menjadi 6,40 persen; 6,44 persen; dan 6,47 persen.

Sedangkan imbal hasil SBN untuk tenor 2 tahun menurun dari 6,96 persen menjadi 6,16 persen, sementara untuk tenor 10 tahun menurun dari 6,98 persen menjadi 6,84 persen. Namun demikian, suku bunga perbankan masih tetap relatif tinggi di mana suku bunga deposito satu bulan tercatat 4,83 persen per April 2025, meningkat dari 4,81 persen pada awal Januari 2025.

BI juga mencatat bahwa suku bunga kredit perbankan masih relatif tinggi, yaitu tercatat sebesar 9,19 persen pada April 2025, relatif sama dengan 9,20 persen pada awal Januari 2025. Terbaru, melalui kebijakan makroprudensial, BI mengoptimalkan instrumen rasio Pendanaan Luar Negeri Bank (RPLN) dalam rangka mendorong pertumbuhan kredit. RPLN ditingkatkan dari maksimum 30 persen menjadi 35 persen dari modal bank.

Solikin mengatakan, dari sisi makro, dampak kebijakan RPLN ini baru akan berdampak kepada perekonomian sekitar satu hingga dua tahun. Namun, RPLN terkini yang berlaku sejak 1 Juni 2025 ini akan dimanfaatkan perbankan secara langsung terutama bagi bank-bank yang sudah memiliki pipeline untuk mendapatkan pendanaan luar negeri. “Yang jelas dengan adanya RPLN, ini tentunya kita expect dia (perbankan) pasti akan meningkatkan ruang pendanaan dari luar negeri,” kata Solikin. 

Sebagai informasi, kebijakan RPLN merupakan inovasi instrumen makroprudensial kontrasiklikal untuk memperkuat pendanaan luar negeri jangka pendek bank sesuai dengan kebutuhan perekonomian. RPLN mengatur batas maksimum kewajiban jangka pendek bank terhadap modal bank.

BI menetapkan batasan RPLN paling tinggi sebesar 30 persen dengan penambahan atau pengurangan persentase parameter kontrasiklikal. Terbaru, besaran parameter kontrasiklikal ditetapkan sebesar positif lima persen sehingga batasan RPLN menjadi 35 persen. Penguatan kebijakan RPLN terkini berlaku efektif sejak 1 Juni 2025, dan akan diatur lebih lanjut pada ketentuan mengenai RPLN.

Selain RPLN, dalam kebijakan makroprudensialnya, BI juga menurunkan rasio Penyangga Likuiditas Makroprudensial (PLM) sebesar 100 bps dari lima persen menjadi empat persen untuk Bank Umum Konvensional (BUK), dengan fleksibilitas repo sebesar 4 persen. Sementara rasio PLM syariah diturunkan sebesar 100 bps dari 3,5 persen menjadi 2,5 persen untuk Bank Umum Syariah (BUS), dengan fleksibilitas repo sebesar 2,5 persen. Penurunan rasio PLM ini juga ditujukan untuk memberikan fleksibilitas pengelolaan likuiditas oleh perbankan, yang berlaku efektif sejak 1 Juni 2025.

BERITA TERKAIT

20 Ribu UMKM Sudah Dihapus Utang

  NERACA Jakarta - Menteri Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) Maman Abdurrahman mengatakan sekitar 20 ribu debitur UMKM sudah…

Apindo Hitung Dampak Stimulus Bantuan BSU dan JKK ke Industri Padat Karya

  NERACA Jakarta - Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) menyampaikan tengah menghitung dampak dari stimulus Bantuan Subsidi Upah (BSU) dan Jaminan…

Stimulus Ekonomi Terukur, Mesin Penggerak Baru Pemulihan dan Pertumbuhan Nasional

  NERACA Jakarta – Pemerintah kembali menunjukkan komitmennya dalam menjaga stabilitas dan mempercepat pertumbuhan ekonomi nasional dengan merilis serangkaian stimulus…

BERITA LAINNYA DI Ekonomi Makro

20 Ribu UMKM Sudah Dihapus Utang

  NERACA Jakarta - Menteri Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) Maman Abdurrahman mengatakan sekitar 20 ribu debitur UMKM sudah…

Apindo Hitung Dampak Stimulus Bantuan BSU dan JKK ke Industri Padat Karya

  NERACA Jakarta - Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) menyampaikan tengah menghitung dampak dari stimulus Bantuan Subsidi Upah (BSU) dan Jaminan…

Stimulus Ekonomi Terukur, Mesin Penggerak Baru Pemulihan dan Pertumbuhan Nasional

  NERACA Jakarta – Pemerintah kembali menunjukkan komitmennya dalam menjaga stabilitas dan mempercepat pertumbuhan ekonomi nasional dengan merilis serangkaian stimulus…