Ajaran Konstitusionalisme dalam Konsep Negara Hukum di RI

   

Oleh: Dr. Wirawan B. Ilyas, Advokat & Konsultan Hukum

Maraknya berbagai pelanggaran hukum yang terjadi sejak beberapa tahun yang lalu hingga kini seperti kasus korupsi, premanisme, judi online, narkoba dan lain sebagainya yang berdampak luas terhadap kepercayaan masyarakat baik dalam negeri maupun luar negeri. Kejahatan luar biasa tersebut telah menggrogoti ekonomi nasional yang kita rasakan saat ini, sehingga sudah saatnya menyatakan perang terhadap kejahatan tersebut. Presiden Prabowo telah mengambil langkah-langkah tegas terkait upaya pemberantasannya.  

Genderang perang sudah ditabuh, semua lini lembaga penegak hukum harus segera dibersihkan, karena sapu yang kotor tidak akan bisa membersihkan lantai yang kotor dilingkungan aparat penegak hukum dimulai dari lembaga penegak hukum. Awal pemerintahan Prabowo merupakan momentum yang tepat untuk membersihkan lembaga penegak hukum dengan sapu yang bersih.

Kita semuanya miris, Indonesia sebagai negara hukum justru penegakan hukumnya lemah. Padahal konstitusi dengan tegas menyatakan Indonesia sebagai negara hukum. Untuk membahasnya, penulis mencoba menelaah konsep negara hukum itu sendiri. Bagaimana ajaran konstitusionalisme terkait konsep negara hukum ?

Ketika mendiskusikan konstitusi, pengertiannya kerap dipahami bersifat tertulis, seperti konstitusi Indonesia yang kemudian disamakan dengan Undang-Undang Dasar. Hal ini disebabkan pengaruh faham kodifikasi yang menghendaki semua peraturan hukum harus ditulis, untuk tujuan kesatuan  dan kepastian hukum. Pengaruh faham kodifikasi memunculkan keharusan bersifat tertulis, sehingga setiap peraturan hukum harus ditulis. Konstitusi yang ditulis itu disebut Undang-Undang Dasar.

Perkembangan ajaran konstitusionalisme dalam negara hukum di Indonesia, dapat dicermati dengan munculnya banyak lembaga yang dibentuk untuk mengatur dan menyelesaikan ragam persoalan hukum yang terjadi di masyarakat. Kemunculan kelembagaan menjadi ukuran kemajuan atau perkembangan dari negara hukum yang dikehendaki negara.

Bahkan, sejarah mencatat bahwa pemikiran negara hukum sudah lama dibicarakan, seperti dinyatakan Muhammad Hatta (dalam buku menuju negara hukum, 1975), “Apabila kita renungkan UUD 1945 sedalam-dalamnya bahwa segala yang penting bagi bangsa, apalagi yang ditimpakan kepada rakyat sebagai beban materiil dan idiil, harus berdasarkan undang-undang, nyatalah bahwa negara Republik Indonesia adalah negara hukum. Negara hukum yang berdasarkan Pancasila”.

Esensi negara hukum itu sendiri muncul akibat dua teori besar tentang negara hukum, yakni teori kedaulatan dan teori asal mula negara yang memunculkan dua pola, negara kekuasaan (negara dan pemerintahan absolut) dan negara hukum (Abdul Mukthie Fadjar, 2016). Dua teori tersebut melahirkan sejarah panjang perjalanan kehidupan negara. Termasuk pandangan Machiavelli bahwa hukum dan kekuasaan adalah identik. Siapa punya kekuasaan maka ia punya hukum. Undang-undang hanya kemauan raja yang punya kedaulatan mutlak dan dilaksanakan dengan fisik.

Konsep negara hukum dipertegas Muhammad Tahir Azhary (2015) dengan menjelaskan lima  konsep negara hukum: (i) negara hukum menurut Qur’an dan Sunnah; (ii) menurut konsep Eropa Kontinental, disebut rechtsstaat (diterapkan di Belanda, Jerman, dan Perancis); (iii) Konsep rule of law (di negara Anglo-Saxon, seperti Inggris dan Amerika); (iv) Konsep socialist legality (di Uni Soviet); dan (v) Konsep negara hukum Pancasila.

Pemikiran Azhary menimbulkan pertanyaan bagaimana konsep negara hukum Indonesia? Karena Pasal 1 ayat (3) UUD 1945 dan perubahannya menyatakan “Negara Indonesia adalah negara hukum” dengan tidak menjelaskan ada kata rechtsstaat. Tetapi pemahaman hukumnya tertuju pada rechtsstaat, penyelenggara negara didasarkan pada hukum yang baik.

Namun, Oemar Senoadji menjelaskan negara hukum Indonesia dapat dinamakan negara hukum Pancasila karena Pancasila harus diangkat sebagai dasar pokok dan sumber hukum. Perkembangan pemikiran tersebut, maka operasionalisasi negara hukum Indonesia secara material tercermin dari 4 (empat) tujuan negara, yakni: (i) melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah; (ii) memajukan kesejahteraan umum; (iii) mencerdaskan kehidupan bangsa, dan (iv) ikut melaksanakan ketertiban dunia berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial.

 Ciri Negara Hukum

Ketika Indonesia dikatakan negara hukum, kekuasaannya didasarkan pada hukum (bukan undang-undang). Kekuasaan negara tidak boleh semema-mena, tetapi harus menjunjung tinggi hukum supaya kehidupan sosial menjadi tertib. Karenanya, paling sedikit ada tujuh ciri atau prinsip negara hukum (Abdul Mukthie Fadjar), yaitu: (i) asas pengakuan dan perlindungan HAM; (ii) asas legalitas; (iii) asas pembagian kekuasaan negara; (iv) asas peradilan yang bebas dan tidak memihak; (v) asas kedaulatan rakyat; (vi) asas demokrasi; dan (vii) asas konstitusional.

Dari teori yang menjelaskan ciri negara hukum, pemahaman singkatnya hanya tertuju pada dua ciri, pertama, perlindungan HAM dan kedua, persamaan di muka hukum.  Dua hal itu jadi dasar berfikir hukum bagi negara hukum.  

Mengenai peradilan TUN sebagai ciri lain negara hukum, itu hanya merupakan alat untuk terpenuhi kebutuhan HAM serta persamaan di muka hukum. Misalnya Pasal 28D menyatakan, “Setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama  PTUN dan peradilan lainnya. Juga Pasal 28I yang menyatakan “Hak untuk hidup, hak untuk tidak disiksa, hak kemerdekaan pikiran dan hati nurani, hak beragama, hak untuk tidak diperbudak, hak untuk diakui sebagai pribadi dihadapan hukum, dan hak untuk tidak dituntut atas dasar hukum yang berlaku surut adalah hak asasi manusia yang tidak dapat dikurangi dalam keadaan apa pun”, yang praktik penegakannya dapat dipenuhi melalui lembaga peradilan baik peradilan TUN maupun peradilan lainnya.

Termasuk dalam hal ini bahwa kekuasaan kehakiman yang merdeka untuk menegakkan hukum dan keadilan. Dengan demikian pembersihan peradilan secara totalitas harus mendapatkan prioritas, termasuk lembaga penegakan hukum dilingkup eksekutif. Karena suatu perkara korupsi, judi online, premanisme prosesnya dimulai dari proses penyelidikan, penyidikan, penuntutan yang merupakan areanya kepolisian, Kejaksaan dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Pembersihan totalitas merupakan gerakan nasional yang harus dijalankan demi Indonesia Emas.

BERITA TERKAIT

Surplus Anggaran Cerminkan Tren Positif Kinerja APBN

    Oleh : Hernanda Adi, Mahasiswa Uninus Bandung   Realisasi kinerja Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) menunjukkan tren…

Pemerintah Jalankan Strategi Proaktif Demi Cegah PHK

  Oleh: Dhita Karuniawati,  Peneliti di Lembaga Studi Informasi Strategis Indonesia   Dalam menghadapi tantangan ekonomi global dan dinamika industri…

Target Investasi Strategis untuk Dorong Pertumbuhan Ekonomi

  Oleh : Astrid Widia, Pengamat Kebijakan Publik    Danantara telah menetapkan arah investasi strategis sebagai upaya nyata mendorong pertumbuhan…

BERITA LAINNYA DI Opini

Surplus Anggaran Cerminkan Tren Positif Kinerja APBN

    Oleh : Hernanda Adi, Mahasiswa Uninus Bandung   Realisasi kinerja Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) menunjukkan tren…

Pemerintah Jalankan Strategi Proaktif Demi Cegah PHK

  Oleh: Dhita Karuniawati,  Peneliti di Lembaga Studi Informasi Strategis Indonesia   Dalam menghadapi tantangan ekonomi global dan dinamika industri…

Ajaran Konstitusionalisme dalam Konsep Negara Hukum di RI

    Oleh: Dr. Wirawan B. Ilyas, Advokat & Konsultan Hukum Maraknya berbagai pelanggaran hukum yang terjadi sejak beberapa tahun yang…