Jumlah BPR Diprediksi Terus Menyusut

 

NERACA

Jakarta - Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Dian Ediana Rae menilai tren penurunan jumlah bank perekonomian rakyat (BPR) dan BPR syariah (BPRS) masih berlanjut pada tahun ini.

 

Dalam konferensi pers hasil Rapat Dewan Komisioner Bulanan (RKDB) April 2025 di Jakarta, Jumat (9/5), Dian mengatakan, hal itu seiring dengan pelaksanaan konsolidasi BPR/BPRS yang berada dalam kepemilikan yang sama melalui penggabungan/peleburan usaha atau adanya pencabutan izin usaha BPR/BPRS karena masuk dalam status bank dalam resolusi.

 

Dian mencatat kinerja industri BPR/BPRS posisi Maret 2025 tumbuh positif yang ditopang dengan peningkatan pada sisi aset, penyaluran kredit, maupun penghimpunan dana pihak ketiga (DPK). Fungsi intermediasi dan likuiditas BPR/BPRS tetap terjaga, dengan rasio permodalan yang masih berada di atas regulatory threshold.

 

Namun, Dian juga mencatat rasio kredit bermasalah atau NPL industri BPR/BPRS yang antara lain dipengaruhi oleh scaring effect dari pandemi COVID-19 yang berdampak pada nasabah perorangan atau UMKM di daerah yang merupakan target BPR.

 

OJK pun terus berkomitmen untuk memperkuat industri BPR/BPRS sesuai dengan amanat Undang-Undang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (UU P2SK), antara lain dengan menerbitkan beberapa peraturan yang bertujuan untuk meningkatkan kualitas penerapan manajemen risiko dan tata kelola BPR/BPRS.

 

Salah satu peraturan tersebut yaitu Peraturan OJK (POJK) Nomor 9 Tahun 2024 tentang Penerapan Tata Kelola bagi BPR dan BPRS yang dilengkapi dengan SEOJK Nomor 12/SEOJK.03/2024 tentang Penerapan Tata Kelola Bagi BPR. Selanjutnya, OJK telah mengeluarkan SEOJK Nomor 21/SEOJK.03/2024 tentang Panduan Akuntansi Perbankan Bagi BPR di mana BPR ditetapkan menggunakan Standar Akuntansi Keuangan Indonesia untuk Entitas Privat.

 

OJK juga meminta BPR/BPRS membentuk cadangan kerugian penurunan nilai (CKPN) untuk mengantisipasi kerugian yang mungkin terjadi akibat penurunan nilai aset keuangan, terutama kredit yang dibentuk oleh bank sebagai bentuk kehati-hatian.

 

Adapun OJK baru-baru ini melakukan pencabutan izin usaha PT Bank Perekonomian Rakyat Syariah (BPRS) Gebu Prima yang beralamat di Kota Medan, Sumatera Utara dikarenakan pemegang saham, dewan komisaris, dan direksi tidak dapat melakukan upaya penyehatan BPR sesuai tenggat waktu yang diberikan.

 

Pencabutan izin usaha BPRS Gebu Prima menjadi daftar yang pertama untuk tahun ini. Sebelumnya pada 2024, OJK telah melakukan pencabutan izin usaha kepada 20 BPR/BPRS yang tersebar di berbagai daerah di Indonesia.

 

BERITA TERKAIT

Permenkop Baru Terbit, LPDB Siap Salurkan Pembiayaan untuk 80 Kopdes Percontohan di Indonesia

  NERACA Bantul - Peran dan posisi Lembaga Pengelola Dana Bergulir (LPDB) dalam mensukseskan program strategis Koperasi Desa/Kelurahan Merah Putih…

Adapundi Gelar Program Literasi Keuangan di Lombok

  NERACA Jakarta - Dalam semangat inklusi dan literasi keuangan, pinjaman daring Adapundi menggelar kegiatan edukasi keuangan yang menginspirasi ratusan…

Co Payment Dinilai Kurangi Harga Premi Hingga 5%

Co Payment Dinilai Kurangi Harga Premi Hingga 5% NERACA Jakarta - Wakil Ketua Bidang Teknik 3 Asosiasi Asuransi Umum Indonesia…

BERITA LAINNYA DI Jasa Keuangan

Permenkop Baru Terbit, LPDB Siap Salurkan Pembiayaan untuk 80 Kopdes Percontohan di Indonesia

  NERACA Bantul - Peran dan posisi Lembaga Pengelola Dana Bergulir (LPDB) dalam mensukseskan program strategis Koperasi Desa/Kelurahan Merah Putih…

Adapundi Gelar Program Literasi Keuangan di Lombok

  NERACA Jakarta - Dalam semangat inklusi dan literasi keuangan, pinjaman daring Adapundi menggelar kegiatan edukasi keuangan yang menginspirasi ratusan…

Co Payment Dinilai Kurangi Harga Premi Hingga 5%

Co Payment Dinilai Kurangi Harga Premi Hingga 5% NERACA Jakarta - Wakil Ketua Bidang Teknik 3 Asosiasi Asuransi Umum Indonesia…