Mungkinkah DPP Nilai Lain atas BKP/JKP Nonmewah?

 

Oleh : Shinta Amalia, Pegawai Ditjen Pajak

Akhir tahun 2024 media sosial dihebohkan dengan tagar #tolakPPN12. Hal ini mencuat disebabkan rencana perubahan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) 11 persen menjadi 12 persen. Perubahan tarif tersebut sebelumnya telah diamanatkan dalam UU No 7 tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan.

Masyarakat menganggap kebijakan ini sebagai ketidakberpihakan Pemerintah terhadap rakyat. Kenaikan tarif PPN disinyalir akan diikuti kenaikan harga barang-barang. Oleh karenanya, tagar #tolakPPN12 juga disertai aksi demo dari beberapa pihak.

Kabar baiknya, tepat di hari terakhir tahun 2024 Pemerintah merespon kondisi tersebut dengan mengumumkan bahwa beban PPN yang ditanggung oleh konsumen akhir di tahun 2025 tetap sama seperti tahun 2024, alias tidak ada kenaikan. Bagaimana mungkin beban PPN tetap, sedangkan tarifnya PPN naik menjadi 12%?

Tarif PPN 12% adalah sebuah keniscayaan karena telah diamanatkan dalam undang-undang. Agar tidak mencederai hukum, Kementerian Keuangan merilis PMK 131 Tahun 2024 tentang Perlakuan PPN atas impor Barang Kena Pajak, Penyerahan Barang Kena Pajak, Penyerahan Jasa Kena Pajak, Pemanfaatan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud dari Luar Daerah di Dalam Daerah Pabean, dan Pemanfaatan Jasa Kena Pajak dari Luar Daerah Pabean di Dalam Daerah Pabean. Disusul dengan petunjuk teknisnya berupa Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor Per-1/PJ/2025.

Beleid tersebut merupakan cara cerdik sekaligus bukti keberpihakan pemerintah. Ia mengubah penentuan Dasar Pengenaan Pajak (DPP) atas impor Barang Kena Pajak, Penyerahan Barang Kena Pajak, Penyerahan Jasa Kena Pajak, Pemanfaatan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud dari Luar Daerah di Dalam Daerah Pabean, dan Pemanfaataran Jasa Kena Pajak dari Luar Daerah Pabean di Dalam Daerah Pabean.

Sebelumnya, DPP atas empat transaksi di atas menggunakan harga jual, nilai penggantian, atau nilai impor. Sejak PMK 131 tahun 2024 DPP atas impor BKP/JKP maupun penyerahan BKP/JKP dibedakan menjadi dua.

DPP atas impor BKP/JKP maupun penyerahan BKP/JKP mewah tetap menggunakan harga jual, nilai penggantian, atau nilai impor. Sedangkan DPP atas impor BKP/JKP maupun penyerahan BKP/JKP nonmewah menggunakan Dasar Pengenaan Pajak Nilai Lain.

Dasar Pengenaan Pajak Nilai Lain

Istilah Dasar Pengenaan Pajak Nilai Lain bukan hal baru. Pasal 8A UU PPN menjelaskan bahwa Nilai Lain adalah nilai berupa uang yang ditetapkan sebagai Dasar Pengenaan Pajak. Nilai lain tersebut ditetapkan berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan.

Terdapat sembilan Peraturan Menteri Keuangan yang mengatur terkait dengan DPP Nilai Lain. Misalkan PMK-71/PMK.03/2022 yang mengatur DPP atas pemakaian sendiri BKP/JKP berupa harga jual/ penggantian dikurangi laba kotor, dan PMK-102/PMK.011/2011 yang mengatur DPP atas penyerahan film cerita berupa perkiraan hasil rata-rata per judul film.

Adapun berdasar PMK 131 tahun 2024 DPP Nilai lain atas impor BKP/JKP maupun penyerahan BKP/JKP yang tergolong nonmewah sebesar 11/12 dari nilai impor, harga jual, atau penggantian. Dengan kata lain tarif efektifnya adalah 11 persen dari nilai impor, harga jual, atau penggantian.

Misalkan Toko Roler menjual jam tangan senilai Rp 10.000.000 di Juni 2024. Toko Roler menyetorkan PPN sebesar 1.100.000 (11% x Rp 10.000.000). Adapun ketika Toko Roler menjual jam tangan di Bulan Januari 2025 jumlah PPN yang disetor tetap sama yakni Rp 1.100.000 (12% x 11/12 x 10.000.000). Tidak ada perbedaan nominal PPN yang disetor baik di tahun 2024 maupun 2025.

Apa yang Tergolong dalam BKP/JKP Mewah?

Seperti dijelaskan sebelumnya bahwa beban PPN untuk transaksi BKP/JKP nonmewah tetap sama. Kenaikan beban PPN hanya berlaku terhadap transaksi BKP/JKP barang mewah. Daftar barang mewah diatur dalam PMK 141/PMK.010/2021 jo PMK-42/PMK.010/2022 dan PMK 96/PMK.03/2021 jo PMK-15/PMK.03/2023. Regulasi tersebut bersifat positif list, artinya hanya mengikat pada barang yang disebutkan dalam peraturan. BKP yang tergolong mewah dibedakan menjadi dua, yakni kendaraan bermotor dan selain kendaraan bermotor. Dimana barang tersebut hanya dinikmati oleh segelintir orang saja.

Contoh dari kendaraan bermotor yang tergolong mewah adalah kendaraan bermotor angkutan orang sampai dengan 15 orang, kendaraan bermotor dengan kabin ganda, serta mobil golf.

Contoh dari selain kendaraan bermotor yang tergolong mewah adalah hunian mewah dengan harga jual Rp30 miliar ke atas, yacht, kapal pesiar, kapal ekskursi, serta helikopter.

Jadi, misalkan Bu Jago membeli tas branded dengan harga Rp5 miliar, pengenaan PPN atas tas tersebut termasuk dalam golongan BKP nonmewah, alias menggunakan DPP Nilai Lain.

BERITA TERKAIT

Surplus Anggaran Cerminkan Tren Positif Kinerja APBN

    Oleh : Hernanda Adi, Mahasiswa Uninus Bandung   Realisasi kinerja Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) menunjukkan tren…

Pemerintah Jalankan Strategi Proaktif Demi Cegah PHK

  Oleh: Dhita Karuniawati,  Peneliti di Lembaga Studi Informasi Strategis Indonesia   Dalam menghadapi tantangan ekonomi global dan dinamika industri…

Ajaran Konstitusionalisme dalam Konsep Negara Hukum di RI

    Oleh: Dr. Wirawan B. Ilyas, Advokat & Konsultan Hukum Maraknya berbagai pelanggaran hukum yang terjadi sejak beberapa tahun yang…

BERITA LAINNYA DI Opini

Surplus Anggaran Cerminkan Tren Positif Kinerja APBN

    Oleh : Hernanda Adi, Mahasiswa Uninus Bandung   Realisasi kinerja Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) menunjukkan tren…

Pemerintah Jalankan Strategi Proaktif Demi Cegah PHK

  Oleh: Dhita Karuniawati,  Peneliti di Lembaga Studi Informasi Strategis Indonesia   Dalam menghadapi tantangan ekonomi global dan dinamika industri…

Ajaran Konstitusionalisme dalam Konsep Negara Hukum di RI

    Oleh: Dr. Wirawan B. Ilyas, Advokat & Konsultan Hukum Maraknya berbagai pelanggaran hukum yang terjadi sejak beberapa tahun yang…