Stop Komersialisasi Pendidikan

Oleh: Kamsari

Wartawan Harian Ekonomi NERACA

Orang miskin dilarang sekolah. Ini bukan ungkapan asal bunyi, tapi kenyataan yang terjadi di negeri ini. Padahal, pemerintah telah mencanangkan Wajib Belajar dan mengaku menggratiskan biaya belajar untuk pendidikan dasar di SD dan SMP.

Ibarat api jauh dari panggang, pernyataan pemerintah tidak berbuah kenyataan di lapangan. Lantaran banyak orang tua kesulitan menyekolahkan anaknya. Masalah biaya masih jadi persoalan paling mendasar. Benar pemerintah mengeluarkan anggaran untuk pendidikan sekitar Rp 230 triliun. Tapi entah menguap kemana dana tersebut.

Yang pasti, di semua sekolah, baik sekolah dasar sampai perguruan tinggi, semua orang tua dibebani berbagai biaya yang sangat menguras kantung orang tua murid. Itu sebabnya asuransi pendidikan laris manis. Pasalnya, banyak orang tua sadar, tak mungkin ada pendidikan yang “benar-benar” gratis, karena ada saja biaya yang harus dibayar.

Entah mental bisnis atau mental korup yang sudah merasuk jauh ke semua institusi pendidikan di tanah air. Yang pasti, aturan-aturan yang dikeluarkan pemerintah sangat menyusahkan rakyat kalangan bawah untuk mengenyam pendidikan layak.

Tak pelak, Pemerintah harus mengkaji ulang lagi regulasi di bidang pendidikan dan menghentikan komersialisasi. Pemerintah harus menciptakan pendidikan yang berkeadilan. Lantaran pendidikan yang ada saat ini lebih mengena bagi orang kaya saja.

Kalaupun ada bantuan untuk pendidikan, bukan siswa yang mendapat bagian. Tetapi lebih banyak diberikan kepada guru. Meski tingkat kesejahteraan guru sudah tinggi, tetap saja banyak alokasi dana APBN lebih diprioritaskan untuk guru. Sementara untuk sekolah dan murid, cuma alakadarnya. Jadi jangan heran kalau banyak sekolah rusak atau gedungnya ambruk.

Salah satu jenjang pendidikan yang tak mungkin lagi dijangkau adalah tingkat Perguruan Tinggi. Bahkan biaya kuliah di Perguruan Tinggi Negri (PTN) pun sudah tak terjangkau masyarakat kalangan bawah.

Adanya otonomi PTN malah membuat para pengelola PTN sesuka hati menentukan uang kuliah, terutama dalam penerimaan calon mahasiswa baru. Imbasnya, masyarakat kecil menjadi sulit mendapatkan akses pendidikan di universitas.

Sulitnya masyarakat menengah ke bawah untuk menimba ilmu di PTN juga akibat kuota penerimaan mahasiswa melalui jalur reguler mandiri lebih besar dari jalur reguler.

Penerimaan mahasiswa melalui jalur reguler mandiri, adalah model penerimaan mahasiswa yang mengharuskan orang tua mahasiswa membayar uang masuk yang lebih mahal. Model ini menawarkan keuntungan yang lebih besar pada perguruan tinggi.

Peraturan Presiden (PP) nomor 66 tahun 2010, tentang perguruan tinggi, adalah biang keladi yang telah mengakibatkan komersialisme pendidikan. Sehingga banyak generasi muda berprestasi tidak mendapatkan akses untuk mengenyam ilmu di universitas negeri. Lihat saja mahasiswa baru yang ingin masuk Fakultas Kedokteran, terpaksa harus mengeluarkan dana puluhan juta rupiah.

Des, saat ini banyak penetapan biaya kuliah tidak melihat keadaan ekonomi masyarakat, tetapi lebih kepada kebutuhan PTN dan keuntungan PTN.

Dalam dunia bisnis, ada ungkapan “There is No Free Lunch”. Tak ada makan siang yang gratis. Tapi dunia pendidikan bukan dunia bisnis. Jadi, Stop Komersialisasi Pendidikan mulai sekarang! Pendidikan adalah hak semua warga bangsa. 

BERITA TERKAIT

Peran LPS Kini Melemah?

  Oleh: Achmad Nur Hidayat Ekonom  UPN Veteran Jakarta   Pada kuartal pertama tahun 2025, ekonomi nasional tengah menghadapi tekanan…

Perkuat Sektor Manufaktur

Oleh: Agus Gumiwang Kartasasmita Menteri Perindustrian   Industri manufaktur di berbagai negara saat ini tengah menghadapi dampak dari ketidakpastian ekonomi…

Memacu Kinerja Bursa

  Oleh: Dr. Edy Purwo Saputro,  MSi Dosen Pascasarjana  Universitas Muhammadiyah Solo   Menapaki akhir semester I 2025 tidak bisa…

BERITA LAINNYA DI

Peran LPS Kini Melemah?

  Oleh: Achmad Nur Hidayat Ekonom  UPN Veteran Jakarta   Pada kuartal pertama tahun 2025, ekonomi nasional tengah menghadapi tekanan…

Perkuat Sektor Manufaktur

Oleh: Agus Gumiwang Kartasasmita Menteri Perindustrian   Industri manufaktur di berbagai negara saat ini tengah menghadapi dampak dari ketidakpastian ekonomi…

Memacu Kinerja Bursa

  Oleh: Dr. Edy Purwo Saputro,  MSi Dosen Pascasarjana  Universitas Muhammadiyah Solo   Menapaki akhir semester I 2025 tidak bisa…