OJK Susun Aturan Soal Pemeringkat Kredit Alternatif

 

 

NERACA

Jakarta – Otoritas Jasa Keuangan (OJK) sedang menyusun Rancangan Peraturan OJK (RPOJK) Pemeringkat Kredit Alternatif (PKA) sebagai tindak lanjut atas hasil Regulatory Sandbox yang menetapkan model bisnis Pemeringkat Kredit Alternatif untuk diatur dan diawasi oleh OJK.

“Kami juga sedang menyusun peraturan perizinan penuhnya untuk PKA ini, Pemeringkat Kredit Alternatif. Jadi kalau peraturan itu nanti terbit, mereka akan sama seperti pelaku usaha jasa keuangan lain, akan mengajukan permohonan izin usaha penuh ke OJK melalui pengaturan POJK itu,” kata Kepala Eksekutif Pengawas Inovasi Teknologi Sektor Keuangan, Aset Keuangan Digital dan Aset Kripto OJK Hasan Fawzi, sebagaimana dikutip Antara, kemarin.

Hal tersebut disampaikan Hasan kepada awak media setelah acara peluncuran Bulan Fintech Nasional (BFN) dan The 6th Indonesia Fintech Summit and Expo (IFSE) 2024. RPOJK itu akan mengatur mengenai penyelenggaraan kegiatan usaha PKA terkait prinsip dan ruang lingkup, ketentuan perizinan usaha, kelembagaan, tata kelola, penyelenggaraan PKA, pengawasan, dan aspek lainnya yang berkaitan dengan PKA.

Lebih lanjut Hasan menuturkan terdapat tiga fungsi utama kehadiran PKA, yakni menghadirkan kualitas nilai skor kredit masing-masing individu dan usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM). “Banyak masyarakat kita ini mayoritas tidak punya data historis kredit, sayang juga kan kalau mereka kemudian tidak terlayani. Nah, muncullah kebutuhan itu dan dijawab dengan hadirnya lembaga pemeringkat kredit alternatif ini. Ini membuka aksesibilitas terhadap layanan yang semula mereka mungkin tidak akan terlayani, karena kan tidak punya data historis scoring-nya," ujarnya.

PKA juga dapat memperluas akses bisnis lembaga jasa keuangan dalam penyaluran kredit termasuk kepada mereka yang belum terlayani sehingga dapat membuka segmen pasar yang baru. “Sebetulnya membuka akses bisnis dari lembaga jasa keuangan yang semula mungkin tidak bisa melayani karena keterbatasan untuk mengambil keputusan penyaluran kreditnya sekarang dengan adanya kredit skor alternatif ini, menjadi meluas bisnisnya karena dia mulai membuka segmen pasar yang baru,” ujarnya lagi.

Selain itu, kehadiran PKA akan dapat meningkatkan kualitas kredit dari lembaga jasa keuangan yang melakukan penyaluran kredit kepada individu dan UMKM. “Dan (manfaat) yang terakhir adalah untuk meningkatkan kualitas dari kreditnya sendiri. Dengan adanya informasi credit scoring yang baik, kemudian lembaga pembiayaan ini juga akan berpotensi untuk mengurangi probability of default (kemungkinan gagal bayar) atau tingkat hutang yang bad debt-nya,” katanya pula.

Dengan adanya credit scoring yang bisa mendorong penyaluran kredit dari lembaga jasa keuangan yang semakin luas menjangkau masyarakat, diharapkan masyarakat dapat beralih ke penyelenggara pinjaman online (pinjol) berizin dari OJK dan tidak menggunakan layanan pinjol ilegal.

“Kalau pinjol ilegal dari awal memang harus kita betul-betul berantas, karena kan memang kehadirannya tentu tidak berizin, tidak dipantau. Kita tidak punya kepastian untuk aspek pelindungan konsumen dan sebagainya. Nah, dengan adanya credit scoring ini, semoga dengan perluasan bisnis yang ada, orang tidak perlu lagi mengacu kepada yang ilegal itu, yang legal saja sekarang membuka dan melayani,” ujarnya.

Sementara itu, EVP Corporate Communication & Social Responsibility BCA Hera F. Haryn menyampaikan bahwa Perseroan mendukung rencana OJK yang akan menggunakan data aktivitas media sosial (medsos) dan tagihan listrik sebagai alternatif indikator penilaian kredit.

“Kita tentunya sebagai perbankan akan berkoordinasi, kami akan mendukung seperti apa kira-kira kebijakan pemerintah dan tentunya kami akan bersedia untuk berkomunikasi dengan seluruh stakeholders, kemudian juga tentunya dengan regulator dan tentu diskusi ini kalau nanti akan dibutuhkan, dilanjutkan kami tentu akan comply dan kita akan mengikuti seperti apa arahan dari regulator,” kata Hera.

Menurut Hera, penggunaan data alternatif seperti aktivitas media sosial dan riwayat tagihan listrik sebagai indikator penilaian kredit juga dapat dimanfaatkan untuk beberapa sektor lain di luar perbankan. Hal ini juga mengingat media sosial yang sering digunakan untuk bidang pemasaran. "Jadi menurut kami bisa menyeluruh ke banyak sektor dan mungkin sudah ada kajian awal yang dimiliki oleh regulator sehingga akhirnya mengeluarkan sebuah formulasi baru untuk penilaian masyarakat," ujarnya.

BERITA TERKAIT

Klaim Industri Asuransi Jiwa Turun 11,1%

  NERACA Jakarta - Kepala Departemen Komunikasi Asosiasi Asuransi Jiwa lndonesia (AAJI) Karin Zulkarnaen menyampaikan industri asuransi jiwa membayar klaim dan…

Pasca Akuisisi Bank Victoria Syariah, BTN Syariah Direncanakan Spin Off Akhir Tahun

  NERACA Jakarta - PT Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk (BTN) resmi mengakuisisi saham mayoritas PT Bank Victoria Syariah (BVIS)…

BSI Bidik Penyaluran Pembiayaan Tumbuh Hingga 16,54%

  NERACA Jakarta - PT Bank Syariah Indonesia (BSI) menargetkan dapat menyalurkan pembiayaan mencapai Rp310 triliun pada tahun 2025, atau…

BERITA LAINNYA DI Jasa Keuangan

Klaim Industri Asuransi Jiwa Turun 11,1%

  NERACA Jakarta - Kepala Departemen Komunikasi Asosiasi Asuransi Jiwa lndonesia (AAJI) Karin Zulkarnaen menyampaikan industri asuransi jiwa membayar klaim dan…

Pasca Akuisisi Bank Victoria Syariah, BTN Syariah Direncanakan Spin Off Akhir Tahun

  NERACA Jakarta - PT Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk (BTN) resmi mengakuisisi saham mayoritas PT Bank Victoria Syariah (BVIS)…

BSI Bidik Penyaluran Pembiayaan Tumbuh Hingga 16,54%

  NERACA Jakarta - PT Bank Syariah Indonesia (BSI) menargetkan dapat menyalurkan pembiayaan mencapai Rp310 triliun pada tahun 2025, atau…