Bangun Rumah Dikenakan PPN, DJP Berikan Penjelasan

 

 

NERACA

Jakarta - Kementerian Keuangan (Kemenkeu) menjelaskan soal perhitungan Pajak Pertambahan Nilai untuk Kegiatan Membangun Rumah Sendiri (PPN KMS). Direktur Penyuluhan, Pelayanan dan Hubungan Masyarakat Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kemenkeu Dwi Astuti mengatakan PPN KMS dihitung berdasarkan besaran tertentu dari hasil perkalian 20 persen dengan tarif PPN umum, sebagaimana yang diatur dalam Pasal 3 Ayat (2) Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 61/PMK.03/2022.

Dikutip Antara, Dwi Astuti menjelaskan dengan tarif PPN saat ini sebesar 11 persen, maka besaran PPN KMS yang berlaku adalah sebesar 2,2 persen. Namun, tarif tersebut tidak diterapkan pada seluruh aktivitas membangun rumah sendiri. PPN KMS dikenakan bagi kegiatan membangun bangunan baru maupun perluasan bangunan lama yang diperuntukkan bagi tempat tinggal atau kegiatan usaha dengan syarat memiliki luas keseluruhan paling sedikit 200 meter persegi.

Artinya, untuk rumah di bawah luas tersebut tidak dikenakan PPN KMS. Sama halnya, renovasi rumah yang tidak menambah luas bangunan melampaui 200 meter persegi juga tidak dikenakan PPN KMS. Dwi menyatakan kebijakan PPN KMS bukan merupakan jenis pajak baru. Pengenaan PPN KMS sudah diterapkan sejak tahun 1995 berdasarkan Pasal 16C UU Nomor 11 Tahun 1994 tentang PPN dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPn BM). “Kebijakan ini ditetapkan untuk memberi asas keadilan, agar kegiatan membangun yang dilakukan sendiri maupun melalui kontraktor/developer sama-sama dikenakan PPN,” ujar dia.

Senada dengan Dwi, Staf Khusus Menteri Keuangan Bidang Komunikasi Strategis Kementerian Keuangan Yustinus Prastowo melalui akun X pribadinya menjelaskan kebijakan PPN KMS sudah berusia 30 tahun. “Kalau membangun rumah dengan kontraktor terutang PPN, maka membangun sendiri pada level pengeluaran yang sama mestinya juga diperlakukan sama,” jelas Prastowo.

Terkait tarif, sejalan dengan rumus penghitungan PPN KMS yang ditetapkan sebesar 20 persen dikali tarif PPN umum, maka tarif PPN KMS bisa berubah menyesuaikan tarif PPN yang berlaku. Bila rencana kenaikan PPN menjadi 12 persen mulai Januari 2025 diterapkan, sebagaimana yang diatur dalam UU Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP), maka tarif PPN KMS berubah menjadi 2,4 persen.

Di sisi lain, Konsultan Properti Anton Sitorus menilai dengan naiknya pajak tersebut akan memberatkan masyarakat. Sebab, yang naik tidak hanya pajak bangun rumah sendiri melainkan pajak-pajak lainnya yang bisa mempengaruhi kantong masyarakat. "Ya kalau pajak-pajak semua naik, kemampuan daya beli orang nggak naik, bisa jadi hambatan. Hambatan buat masyarakat yang nanti ujung-ujungnya ke negara. Kalau kemampuan ekonomi masyarakat berkurang, daya belinya berkurang, volume ekonominya berkurang, akhirnya pemasukan ke negara juga berkurang," paparnya, sebagaimana dikutip detik.com.

Maka dari itu, ia berharap pemerintah untuk mempertimbangkan ulang terkait kenaikan tarif pajak tersebut. Sebab, dengan adanya kenaikan pajak-pajak yang ada bisa menjadi boomerang bagi pemerintah apabila tidak dipertimbangkan kembali. "Harapannya adalah pajak-pajak ini agar dapat ditinjau kembali, apakah memang patut diimplementasikan dalam kondisi seperti sekarang. Kalau misalnya nggak, mungkin bisa ditunda dulu," pungkasnya.

BERITA TERKAIT

Evaluasi Menyeluruh Izin Tambang di Raja Ampat

  NERACA Jakarta - Anggota Komisi XII DPR RI Alfons Manibui menegaskan perlunya evaluasi menyeluruh terhadap pemberian izin tambang di…

11 Program Prioritas Prabowo Serap Anggaran Rp446,24 Triliun

  NERACA Jakarta - Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengungkapkan 11 program prioritas Presiden Prabowo Subianto menyerap dana sebesar Rp446,24…

Keanggotaan OECD Disebut Buka Pasar dan Investasi Global

  NERACA Jakarta - Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengatakan bahwa keanggotaan Indonesia dalam Organisasi Kerja Sama dan Pembangunan…

BERITA LAINNYA DI Ekonomi Makro

Evaluasi Menyeluruh Izin Tambang di Raja Ampat

  NERACA Jakarta - Anggota Komisi XII DPR RI Alfons Manibui menegaskan perlunya evaluasi menyeluruh terhadap pemberian izin tambang di…

11 Program Prioritas Prabowo Serap Anggaran Rp446,24 Triliun

  NERACA Jakarta - Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengungkapkan 11 program prioritas Presiden Prabowo Subianto menyerap dana sebesar Rp446,24…

Keanggotaan OECD Disebut Buka Pasar dan Investasi Global

  NERACA Jakarta - Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengatakan bahwa keanggotaan Indonesia dalam Organisasi Kerja Sama dan Pembangunan…