Oleh: Rani Septyaini, Peneliti Center of Economics and Law Studies (Celios)
Dalam enam tahun terakhir, perputaran uang dari judi online (judol) di Indonesia mencapai Rp517 triliun, jumlah ini melebihi penerimaan negara bukan pajak (PNBP) pada tahun 2023. Aktivitas ini dilakukan oleh empat juta pemain, 2 persen diantaranya adalah anak-anak berusia di bawah 10 tahun dan lebih dari 50 persen berusia produktif.
Fenomena ini tidak hanya mempertanyakan efektivitas pengawasan terhadap teknologi digital, tetapi juga menyoroti kegagalan besar dalam sistem perlindungan sosial yang seharusnya melindungi masyarakat. Bagaimana mungkin industri yang secara hukum berada pada zona terlarang dapat beroperasi begitu luas dan mendalam, mengikis ekonomi dan moral masyarakat?
Dalam ekonomi, judi merupakan zero-sum game. Satu pihak akan menang sementara pihak lain pasti merugi. Pada judi online, kerugian merupakan hasil rekayasa sistematis. Melalui algoritma dan big data, manipulasi psikologis dilakukan. Ini mendorong pemain untuk terus berjudi meskipun kerugian terus bertambah.
Sifat judi online yang tidak terikat oleh ruang fisik membuatnya sangat berbahaya. Melalui iklan yang mudah untuk ditemukan, siapapun dengan akses pada smartphone dan internet dapat terjerumus ke dalam perangkap judi online. Digitalisasi perjudian membuat deteksi penyedia judi dan pemain menjadi lebih sulit.
Sebagian besar pemain judi online berasal dari kalangan menengah dan berpenghasilan rendah, dengan taruhan yang umumnya tidak melebihi Rp100.000. Namun seiring berjalannya waktu, sifat adiktif dari judi online terakumulasi menjadi jumlah yang cukup besar.
Bagi rumah tangga berpenghasilan rendah, pendapatan yang seharusnya dialokasikan untuk konsumsi, membiayai pendidikan dan kesehatan, akan terkuras untuk memenuhi kebiasaan berjudi. Ketika pendapatan tidak mencukupi, banyak rumah tangga yang tergoda untuk memanfaatkan pinjaman. Adanya tren peningkatan terutama pada pinjaman P2P, diikuti dengan kecenderungan gagal bayar pada peminjam berusia di atas 35 tahun menunjukkan adanya potensi keterkaitan antara judi online dan pinjaman online. Kombinasi berbahaya dapat menjerumuskan rumah tangga ke dalam jebakan utang, mendorong rumah tangga jatuh pada jurang kemiskinan.
Sifat judi yang dapat menyebabkan kecanduan berpotensi menciptakan efek domino pada aktivitas ilegal lainnya. Apabila rumah tangga tidak berhasil memenuhi kebutuhan pembiayaan untuk judi online, bukan hal yang mustahil bagi pelaku judi online untuk melakukan tindak kriminal lain seperti pencurian, penipuan, hingga perampokan.
Efek ini juga dapat terjadi dalam rumah tangga, di mana korban judi online yang sebenarnya adalah istri, anak-anak hingga lansia. Terdapat peluang terjadinya kekerasan dalam rumah tangga yang disebabkan oleh judi online. Di sisi lain, judi dapat menjadi penyebab terjadinya perceraian. Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat sepanjang tahun 2023, setidaknya ada 1.572 kasus perceraian yang disebabkan judi.
Secara makro, judi online merugikan negara dengan menurunkan pendapatan pajak dan mengurangi potensi ekonomi lokal, di mana uang yang seharusnya digunakan untuk konsumsi digunakan untuk berjudi. Menurut laporan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK), kerugian akibat judi online mencapai Rp 600 triliun. Kerugian ini dapat membiayai belanja pemerintah untuk pendidikan, kesehatan, perlindungan sosial, serta perumahan dan fasilitas umum.
Di tengah gelombang digital yang tidak terbendung, judi online telah berkembang menjadi tantangan sosial dan ekonomi yang serius, merasuki kehidupan jutaan warga Indonesia dari berbagai lapisan. Menghadapi ini pemerintah perlu mengambil tindakan tegas untuk menghentikan fenomena yang terus menggerogoti kesehatan keuangan dan moral masyarakat.
Memperkuat regulasi serta meningkatkan kesejahteraan ekonomi melalui program pembangunan dan bantuan sosial yang efektif, harus menjadi fokus utama untuk mengurangi kecenderungan terhadap judi sebagai solusi masalah finansial masyarakat.
Selain itu, pemerintah melalui Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan perlu memasukkan pendidikan finansial ke dalam kurikulum sekolah sebagai langkah strategis untuk mengeliminasi perilaku judi online di kalangan penduduk usia sekolah. Bagi penduduk diluar usia sekolah, pemerintah bersama kementerian dan lembaga terkait perlu melaksanakan kampanye nasional mengenai bahaya judi online. Dengan penerapan regulasi yang ketat serta edukasi yang komprehensif, upaya pemberantasan judi online akan menjadi lebih efektif.
Oleh: Maskun Masnawi, Pengamat Kebijakan Publik Pemerintah melalui instruksi Presiden Prabowo Subianto, mengambil langkah untuk memastikan distribusi…
Oleh: Tim Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Menyoroti pertumbuhan ekonomi Indonesia pada triwulan IV-2024…
Oleh : Arsenio Bagas Pamungkas, Pengamat Sosial Budaya Pemerintah Indonesia terus menunjukkan komitmennya dalam memberantas praktik judi…
Oleh: Maskun Masnawi, Pengamat Kebijakan Publik Pemerintah melalui instruksi Presiden Prabowo Subianto, mengambil langkah untuk memastikan distribusi…
Oleh: Tim Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Menyoroti pertumbuhan ekonomi Indonesia pada triwulan IV-2024…
Oleh : Arsenio Bagas Pamungkas, Pengamat Sosial Budaya Pemerintah Indonesia terus menunjukkan komitmennya dalam memberantas praktik judi…