Implementasi ICS Perlu Dukungan Regulasi Perlindungan Data

 

 

NERACA

Jakarta – Penggunaan Innovative Credit Scoring (ICS) untuk mengukur kelayakan UMKM dalam menerima kredit dapat membantu inklusi keuangan di Indonesia. Namun penggunaan sistem ini perlu dukungan regulasi perlindungan data serta dibarengi oleh literasi keuangan dan literasi digital yang memadai.

“ICS menggunakan data non-tradisional untuk memperkirakan kelayakan kredit calon peminjam. Masih ada ketidakjelasan dari implementasi pasal-pasal yang ada di dalam UU PDP terkait aktivitas ICS. Hal ini dapat berdampak pada efektivitas mitigasi risiko dari penggunaannya,” terang Peneliti Center for Indonesian Policy Studies (CIPS) Hasran, sebagaimana dikutip, kemarin.

Salah satu tantangan utama dalam penerapan ICS adalah keamanan data. Mengingat ICS mengolah data sensitif dari berbagai sumber, penting bagi lembaga ICS untuk memastikan bahwa data tersebut terlindungi dengan baik. 

Sesuai dengan ketentuan Undang-Undang Perlindungan Data Pribadi (UU PDP), lembaga ICS harus memastikan bahwa data yang digunakan memperoleh izin dari pemiliknya dan perlu ada jaminan bahwa data tersebut dilindungi dari kebocoran atau penyalahgunaan. 

Selain itu, lembaga ICS juga wajib memberikan pemberitahuan kepada pemilik data jika terjadi pelanggaran terhadap perlindungan dan kerahasiaan data. Hasran menambahkan, UU PDP perlu memberikan kejelasan hukum bagi pengelolaan data pribadi perusahaan ICS. 

Payung hukum ICS mengacu pada Peraturan OJK (POJK) No. 13/2018 tentang Inovasi Keuangan Digital (IKD) dan Undang-Undang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (UU P2SK). Meskipun regulasi ini menyediakan kerangka kerja umum untuk inovasi keuangan digital, masih terdapat kekurangan dalam hal detail teknis yang dibutuhkan untuk implementasi ICS yang efektif.  “POJK dan UU P2SK saat ini belum mencakup secara spesifik perizinan lembaga ICS, standar pengumpulan data, serta proses analisis data,” ungkap Hasran.

Untuk mengoptimalkan penerapan ICS, diperlukan regulasi tambahan yang lebih rinci. Regulasi ini harus mencakup aspek-aspek teknis seperti standar pengumpulan dan pengolahan data, serta kualitas skor yang dihasilkan. 

Selain itu, perlu ditetapkan aturan yang jelas mengenai perizinan lembaga ICS untuk mencegah potensi penipuan di kemudian hari. Regulasi juga harus memastikan bahwa data pribadi yang digunakan oleh lembaga ICS dikelola dengan aman dan sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku.

Sehubungan dengan kaitan antara ICS dengan UU PDP, pembentukan Data Protection Authority (DPA) merupakan amanah UU PDP yang harus diwujudkan dalam waktu dua tahun. UU PDP menetapkan tanggung jawab untuk pemrosesan data dan hak pribadi, hukuman untuk pelanggaran dan mengamanatkan Presiden untuk menunjuk Otoritas Perlindungan Data Indonesia (DPA). DPA independen perlu melakukan pemeriksaan rutin terhadap data yang digunakan dan dibagikan oleh pengontrol data dan perusahaan ICS sebagai pemroses data. 

Sebelumnya, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan bakal mengkaji penerapan innovative credit scoring (ICS) untuk pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) dengan Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK). Hal itu menindaklanjuti hasil diskusi bersama Menteri Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah Teten Masduki mengenai upaya menyelesaikan persoalan kredit UMKM.

“Saya sampaikan kepada Menteri Teten, saya menyambut baik penerapan ICS bagi UMKM ini. Saya akan diskusikan lebih lanjut dengan rekan-rekan Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) terkait ICS ini,” kata Sri Mulyani dalam akun Instagram resmi @smindrawati.

Menkeu menjelaskan UMKM berkontribusi besar terhadap pertumbuhan ekonomi melalui penyerapan tenaga kerja yang mencapai 97 persen dari total tenaga kerja di Indonesia. Untuk itu, pertumbuhan UMKM yang merupakan tulang punggung perekonomian negara perlu dijaga.

Sementara itu, UMKM kerap menghadapi persoalan kredit. Menurut Sri Mulyani, Pemerintah dalam upaya menyokong pertumbuhan UMKM sering kali bertemu dengan masalah kerugian kredit yang disebabkan oleh Non-Performing Loan (NPL). “NPL ini menjadi kendala bagi bank penyalur Kredit Usaha Rakyat (KUR). KUR sendiri merupakan salah satu intervensi langsung pemerintah dalam memberikan stimulus pertumbuhan UMKM di Indonesia,” ujar dia.

BERITA TERKAIT

Perlu Kemudahan Usaha Migas untuk Wujudkan Swasembada Energi

Perlu Kemudahan Usaha Migas untuk Wujudkan Swasembada Energi NERACA Jakarta - Pakar ekonomi dan bisnis Universitas Hasanuddin, Profesor Hamid Paddu…

Defisit Fiskal Disebut Masih Terkendali

Defisit Fiskal Disebut Masih Terkendali  NERACA Jakarta - Chief Economist Bank Mandiri Andry Asmoro menilai, defisit Anggaran Pendapatan dan Belanja…

Penerimaan Pajak Anjlok 10,13%, Ekonomi Melemah?

Penerimaan Pajak Anjlok 10,13%, Ekonomi Melemah? NERACA Jakarta - Kementerian Keuangan mencatat penerimaan pajak pada Mei 2025 sebesar Rp683,3 triliun,…

BERITA LAINNYA DI Ekonomi Makro

Perlu Kemudahan Usaha Migas untuk Wujudkan Swasembada Energi

Perlu Kemudahan Usaha Migas untuk Wujudkan Swasembada Energi NERACA Jakarta - Pakar ekonomi dan bisnis Universitas Hasanuddin, Profesor Hamid Paddu…

Defisit Fiskal Disebut Masih Terkendali

Defisit Fiskal Disebut Masih Terkendali  NERACA Jakarta - Chief Economist Bank Mandiri Andry Asmoro menilai, defisit Anggaran Pendapatan dan Belanja…

Penerimaan Pajak Anjlok 10,13%, Ekonomi Melemah?

Penerimaan Pajak Anjlok 10,13%, Ekonomi Melemah? NERACA Jakarta - Kementerian Keuangan mencatat penerimaan pajak pada Mei 2025 sebesar Rp683,3 triliun,…