Oleh: Dr. Mahpud Sujai, Pejabat Ditjen Perbendaharaan di Provinsi Aceh *)
Setiap 16 Agustus, secara konvensi Presiden RI selaku pimpinan tertinggi pemerintah menyampaikan Nota Keuangan dan RAPBN untuk kemudian dibahas dengan Dewan Perwakilan Rakyat. Sebelum NK dan RAPBN disampaikan, terlebih dahulu disusun Kerangka Ekonomi Makro dan Pokok-pokok Kebijakan Fiskal (KEM-PPKF) yang menjadi dasar penyusunan NK RAPBN. KEM-PPKF itu sendiri merupakan dokumen resmi negara yang berisi ulasan mendalam terkait gambaran dan skenario arah kebijakan ekonomi dan fiskal.
Sementara itu, secara spesifik Kerangka Ekonomi Makro merupakan rincian ulasan dan penjelasan mengenai perkembangan ekonomi global dan domestik dalam beberapa tahun terakhir serta perkiraan dan prospek ekonomi domestik dan global ke depan, khususnya untuk tahun berikutnya. Gambaran ini akan jadi asumsi dasar ekonomi makro yang menjadi landasan dalam menyusun pokok-pokok dan arah kebijakan fiskal ke depan.
Sedangkan Pokok-pokok Kebijakan Fiskal (PPKF) merupakan dokumen yang berisi arah dan strategi kebijakan fiskal jangka menengah dan tahunan yang akan ditempuh pemerintah. Hal ini bertujuan untuk merespons dinamika perekonomian, menjawab tantangan, mengurai isu-isu strategis, dan mendukung pencapaian sasaran pembangunan. Dengan demikian, KEM-PPKF disusun setiap tahun sebagai landasan untuk dijadikan panduan penyusunan RAPBN tahun berikutnya.
KEM-PPKF berisi antara lain kondisi ekonomi makro dan postur makro fiskal, kebijakan pembiayaan yang inovatif dan berkelanjutan, program prioritas, serta analisis risiko fiskal. Rangkaian informasi ini diperlukan agar anggaran yang disusun menjadi relevan dan tetap fokus pada misi menuju Indonesia berdaulat, maju, adil dan makmur. Berbagai pembahasan yang ada di dalam KEM-PPKF menjadi pertimbangan dan bahan dasar dalam penyusunan RAPBN untuk selanjutnya dibahas dan disetujui oleh DPR.
Gambaran umum perekonomian nasional menjadi salah satu pertimbangan penting dalam menyusun kebijakan fiskal dan diimplementasikan dalam APBN. APBN sendiri merupakan alokasi anggaran yang terdiri dari penerimaan yang ditargetkan serta belanja yang dialokasikan untuk pelaksanaan kegiatan pemerintahan dan pembangunan untuk mendorong perekonomian nasional dan peningkatan kesejahteraan masyarakat.
Sistem pemerintahan negara kita yang melaksanakan sistem desentralisasi dengan otonomi daerah baik propinsi maupun kabupaten/kota menyebabkan pemerintahan dan pembangunan tidak hanya dilakukan di tingkat pusat saja, tetapi juga di tingkat daerah. Oleh karena itu, daerah juga memegang peranan sangat penting dalam menggerakan perekonomian regional.
Namun dalam kenyataannya, penyusunan anggaran yang dilakukan oleh pemerintah daerah melalui APBD tidak memiliki hubungan dan keterkaitan secara langsung dengan perekonomian regional. Akibatnya, APBD tidak begitu memiliki dampak yang signifikan terhadap perekonomian di daerah. APBD hanya mempertimbangkan kegiatan dan program yang akan dilakukan oleh pemerintah daerah tanpa memikirkan dampaknya terhadap perekonomian daerah.
Kondisi tersebut tentu saja menjadikan perekonomian daerah kurang bisa terdorong secara optimal oleh berbagai kegiatan pemerintah. Padahal belanja pemerintah seharusnya dapat menjadi katalisator dan penggerak perekonomian. Sehingga perlu suatu mekanisme yang dapat menghubungkan antara anggaran pemerintah daerah dengan kondisi perekonomian.
Di tingkat pusat, mekanisme tersebut telah berjalan dengan baik. Penyusunan APBN didasari oleh KEM PPKF yang merupakan gambaran kondisi makro ekonomi dan kebijakan fiskal nasional. Sehingga alokasi anggaran belanja dan penerimaan negara sangat mempertimbangkan dan mendukung kondisi perekonomian nasional. Sementara itu, di level regional kondisi tersebut belum tercipta dengan baik. Oleh karena itu, KEM PPKF perlu diturunkan juga di level daerah dengan menyusun KEM PPKF regional yang dapat disinkronkan dengan penyusunan APBD di tingkat daerah.
Penyusunan KEM PPKF regional menjadi krusial dalam menggambarkan kondisi perekonomian di suatu wilayah, sehingga bisa dijadikan dasar dalam penyusunan APBD. Oleh karena itu, proses penyusunan APBD perlu diharmonisasikan dan disinkronkan dengan KEM PPKF Regional. Dalam penyusunan APBD, proses dimulai dengan menyusun Kebijakan Umum APBD (KUA) dan Prioritas dan Plafon Anggaran Sementara (PPAS).
Kebijakan Umum APBD (KUA) sendiri merupakan dokumen yang disusun oleh Sekretaris Daerah dan disampaikan kepada Kepala Daerah sebagai acuan awal dalam penyusunan APBD. Sementara itu, Prioritas Plafon Anggaran Sementara (PPAS) adalah dokumen yang merinci alokasi anggaran yang dialokasikan untuk setiap program dan kegiatan yang tercantum dalam KUA. Kebijakan Umum Anggaran (KUA) dan Prioritas Plafon Anggaran Sementara (PPAS) merupakan dokumen penting dalam penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD).
Proses penyusunan KUA dimulai dengan proses penyusunan rancangan kebijakan umum APBD (RKUA) oleh Kepala Derah berdasarkan Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD). Penyusunan RKUA berpatokan pada pedoman penyusunan APBD yang ditetapkan oleh Menteri Dalam Negeri setiap tahun. Selanjutnya, RKUA yang sudah disusun itu disampaikan kepada DPRD untuk dibahas dan mendapatkan persetujuan yang kemudian disepakati dan ditetapkan menjadi Kebijakan Umum APBD (KUA).
Sementara itu, untuk penyusunan rancangan APBD, diperlukan adanya urutan Prioritas dan Plafon Anggaran Sementara (PPAS). PPAS merupakan program prioritas dan patokan batas maksimal anggaran yang diberikan kepada SKPD untuk setiap program sebagai acuan dalam penyusunan RKA-SKPD. Kemudian PPAS tersebut dibahas oleh Pemda dengan DPRD hingga disepakati dan ditetapkan menjadi Prioritas dan Plafon Anggaran (PPA).
Dalam rangka mendorong perekonomian regional, penyusunan APBD di daerah harus didasarkan pada kondisi perekonomian yang terjadi di wilayah tersebut. Sehingga perlu adanya sinkronisasi dan harmonisasi antara KEM PPKF Regional dengan penyusunan KUA PPAS yang menjadi dasar penyusunan APBD. Sehingga APBD dapat menjadi katalisator pembangunan di daerah untuk mendorong pertumbuhan ekonomi daerah dan meningkatkan kesejahteraan rakyat di daerah. *) Artikel ini merupakan pendapat pribadi.
Oleh : Hernanda Adi, Mahasiswa Uninus Bandung Realisasi kinerja Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) menunjukkan tren…
Oleh: Dhita Karuniawati, Peneliti di Lembaga Studi Informasi Strategis Indonesia Dalam menghadapi tantangan ekonomi global dan dinamika industri…
Oleh: Dr. Wirawan B. Ilyas, Advokat & Konsultan Hukum Maraknya berbagai pelanggaran hukum yang terjadi sejak beberapa tahun yang…
Oleh : Hernanda Adi, Mahasiswa Uninus Bandung Realisasi kinerja Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) menunjukkan tren…
Oleh: Dhita Karuniawati, Peneliti di Lembaga Studi Informasi Strategis Indonesia Dalam menghadapi tantangan ekonomi global dan dinamika industri…
Oleh: Dr. Wirawan B. Ilyas, Advokat & Konsultan Hukum Maraknya berbagai pelanggaran hukum yang terjadi sejak beberapa tahun yang…