Pajak dan UMKM

 

Oleh: Novarida Frinadyas, Asisten Penyuluh Pajak KPP Pratama Sidoarjo Selatan

 

Apa yang terlintas dibenak Anda jika mendengar kata “Pajak”? . Kata "pajak" sering kali memicu berbagai reaksi positif dan negatif di kalangan masyarakat, terutama bagi pelaku UMKM yang usahanya belum mencapai skala besar tetapi sudah dikenakan pajak.

Persepsi negatif terkait pajak yang menjadi penyebab rendahnya kontribusi UMKM di sektor pajak. Dari banyaknya UMKM yang beredar di Indonesia, hanya sebagian kecil yang terdaftar sebagai Wajib Pajak (WP) UMKM yang menyetor dan melaporkan pajak.

Beberapa pelaku UMKM merasa bahwa beban pajak yang dikenakan terlalu tinggi dan dapat menghambat pertumbuhan usaha. Mereka khawatir bahwa keuntungan yang akan berkurang signifikan setelah dipotong pajak.

Ada juga pelaku UMKM mengeluhkan kompleksitas dan beban administratif dalam proses pelaporan dan pembayaran pajak. Mereka merasa bahwa prosedur yang rumit memakan waktu dan sumber daya yang seharusnya bisa digunakan untuk mengembangkan usaha.

Adapun kendala yang dialami oleh UMKM yang menyebabkan rendahnya kontribusi penerimaan di sektor pajak, dapat disimpulkan bahwa hal ini terjadi karena minimnya pengetahuan terkait perpajakan untuk UMKM. Oleh karena itu, pemerintah mulai memfokuskan pelaku UMKM agar mudah mendapatkan kegiatan pemberdayaan UMKM, baik dari sisi  pengembangan kapasitas usaha dan  sisi edukasi perpajakan guna meningkatkan konstribusi UMKM dalam sektor penerimaan negara.

Penggunaan sarana dan prasarana yang mendukung kemajuan UMKM sangatlah penting untuk mendorong peningkatan kontribusi pelaku UMKM. Salah satu upaya yang telah dilakukan adalah dengan memberikan fasilitas keringanan tarif pajak untuk UMKM.

 Melalui PP 46 Tahun 2013 UMKM dikenakan tarif 1% dari omset. Namun peraturan tersebut telah diubah dengan terbitnya PP 23 pada tahun 2018 dimana tarif untuk UMKM diturunkan menjadi 0,5% dari omset dengan catatan jika omset UMKM tidak lebih dari Rp4,8 miliar dalam setahun, kebijakan itu berlaku untuk UMKM yang menjalankan usaha secara offline maupun online baik wajib pajak badan maupun orang pribadi.

Perubahan tarif pajak tersebut bertujuan untuk mendukung perkembangan UMKM serta meringankan beban pelaku UMKM sehingga bisa lebih banyak lagi pelaku UMKM yang berkontribusi dalam perpajakan. Sayangnya, penerapan tarif fasilitas ini masih jarang diketahui para pelaku UMKM terutama pelaku UMKM orang pribadi.

Untuk dapat memanfaatkan fasilitas tarif 0,5% sangatlah mudah, wajib pajak UMKM dapat  mengajukan permohonan Surat Keterangan PP 55 secara elektronik melalui DJPonline dimenu KSWP. Surat Keterangan PP 55 akan langsung terunduh otomatis, jika wajib pajak sudah memenuhi kriteria sebagai wajib pajak UMKM.

Adapun yang dimaksud wajib pajak UMKM yang memenuhi kriteria adalah wajib pajak badan atau orang pribadi yang menjalankan usaha dan memilki penghasilan bruto atau omset kurang dari 4,8 miliar dan KLU (Kode Klasifikasi Lapangan Usaha) yang terdaftar di sistem DJP  sesuai dengan PP 55. Wajib pajak UMKM perlu mengantongi Surat Keterangan PP 55 sebagai dasar pemotongan PPh Final UMKM.

Wajib pajak UMKM yang bertransaksi dengan pemotong atau pemungut, dengan menunjukkan dan menyerahkan Salinan Surat Keterangan PP 55,  tidak akan dikenakan PPh Pasal 21, PPh Pasal 22 atau PPh Pasal 23. Dengan adanya Surat Keterangan PP 55, pemungut atau pemotong hanya melakukan pemotongan PPh Final dengan tarif 0,5%. Pemungut atau pemotong tersebut wajib membuat bukti potong dan menyetorkan pajak yang telah dipotong.

Batas Waktu

Adapun Surat Keterangan PP 55 berlaku sejak tanggal diterbitkan hingga masa 4 tahun untuk bentuk badan CV (commanditaire vennootschap), firma dan koperasi, 3 tahun untuk bentuk badan PT (perseroan terbatas), dan 7 tahun untuk wajib pajak orang pribadi. Perlu diingat juga bahwa masa berlaku Surat Keterangan PP 55 bisa berakhir lebih awal apabila omset wajib pajak telah mencapai Rp4,8 miliar sebelum kadaluarsa Surat Keterangan PP 55 atau wajib pajak memilih untuk menggunakan ketentuan umum.

Bagaimana jika Surat Keterangan PP 55 sudah kadaluarsa? Jika wajib pajak badan dan orang pribadi telah melebihi batas waktu penggunaaan surat keterangan PP 55 atau dalam satu tahun pajak telah mendapatkan omzet melebihi Rp4,8 Miliar maka akan dikenakan tarif normal sesuai Pasal 17. Khusus pengusaha Orang Pribadi  yang omzetnya tidak melebihi Rp4,8 Miliar Rupiah dapat memanfaatkan Norma Penghitungan Penghasilan Netto (NPPN) untuk menghitung Pajak Penghasilan terutang.

Perlu diketahui juga, bahwa tidak semua UMKM dikenakan pajak. Dalam aturan terbaru yang terbit tahun 2022 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan dan PP 55/2022, khusus untuk orang pribadi usahawan yang omsetnya masih dibawah Rp500 juta dalam setahun,  selama 7 tahun terhitungan sejak terdafatr NPWP tidak dikenakan pajak, akan tetapi tetap memiliki kewajiban untuk melaporkan SPT Tahunan.

Pajak dan UMKM adalah dua elemen yang tidak terpisahkan dalam pembangunan ekonomi. Dengan pendekatan yang tepat, pajak tidak harus menjadi beban, tetapi dapat dilihat sebagai kontribusi penting dalam menciptakan lingkungan usaha yang lebih baik. Pemerintah, pelaku UMKM, dan masyarakat harus bekerja sama untuk menemukan keseimbangan yang mendukung pertumbuhan ekonomi Indonesia.

 

BERITA TERKAIT

Alarm Refleksi Indeks Integritas Pendidikan

  Oleh: Johana Lanjar W, Penyuluh Antikorupsi Utama Kemenkeu *)     Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kembali menyoroti wajah pendidikan nasional…

Jaga Stabilitas Sosial Masyarakat, Waspada Narasi Hoaks dalam Aksi Buruh

  Oleh: Anggi Kusumawardhani, Pengamat Masalah Perburuhan Peringatan Hari Buruh Internasional atau May Day 2025 harus dimaknai sebagai momentum memperkuat…

Masyarakat Menerima Hasil PSU, Bentuk Kedewasaan Berpolitik

    Oleh: Ratna Dwi Putranti,  Peneliti di Urban Catalyst Management     Dalam perjalanan demokrasi Indonesia, Pemungutan Suara Ulang…

BERITA LAINNYA DI Opini

Alarm Refleksi Indeks Integritas Pendidikan

  Oleh: Johana Lanjar W, Penyuluh Antikorupsi Utama Kemenkeu *)     Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kembali menyoroti wajah pendidikan nasional…

Jaga Stabilitas Sosial Masyarakat, Waspada Narasi Hoaks dalam Aksi Buruh

  Oleh: Anggi Kusumawardhani, Pengamat Masalah Perburuhan Peringatan Hari Buruh Internasional atau May Day 2025 harus dimaknai sebagai momentum memperkuat…

Masyarakat Menerima Hasil PSU, Bentuk Kedewasaan Berpolitik

    Oleh: Ratna Dwi Putranti,  Peneliti di Urban Catalyst Management     Dalam perjalanan demokrasi Indonesia, Pemungutan Suara Ulang…