NERACA
Jakarta – Harga Referensi (HR) komoditas minyak kelapa sawit (Crude Palm Oil/CPO) untuk penetapan Bea Keluar (BK) dan tarif Badan Layanan Umum Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BLU BPD-PKS), atau biasa disebut Pungutan Ekspor (PE), untuk periode Mei 2024 adalah sebesar USD877,28/MT. Nilai ini meningkat sebesar USD 19,67atau 2,29% dari periode April 2024yang tercatat sebesar USD 857,62/MT.
“Saat ini, HR CPO mengalami peningkatanyang menjauhi ambang batas sebesar USD680/MT. Untuk itu, merujuk pada PMK yang berlaku saat ini, pemerintah mengenakan Bea Keluar CPO sebesar USD52/MT dan Pungutan Ekspor CPO sebesar USD90/MT untuk periode Mei2024,” kata Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan (Kemendag), Budi Santoso.
Penetapan ini tercantum dalam Keputusan Menteri Perdagangan Nomor576Tahun 2024 tentang Harga Referensi Crude Palm Oil yang Dikenakan Bea Keluar dan Tarif Layanan BLU BPD-PKS Periode Mei 2024.
Penetapan HR CPO bersumber dari rata-rata harga selama periode 25 Maret—24 April2024 pada Bursa CPO di Indonesia sebesar USD847,02/MT, Bursa CPO di Malaysia sebesar USD907,55/MT, dan Pasar Lelang CPO Rotterdam sebesar USD1.004,75/MT.
Berdasarkan Permendag Nomor 46 Tahun 2022, bila terdapat perbedaan harga rata-rata pada tiga sumber harga sebesar lebih dari USD40, maka perhitungan HR CPO menggunakan rata-rata dari dua sumber harga yang menjadi median dan sumber harga terdekat dari median.
Berdasarkan ketentuan tersebut, HR bersumber dari Bursa CPO di Malaysia dan Bursa CPO di Indonesia. Sesuai dengan perhitungan tersebut ditetapkan HR CPO sebesar USD877,28/MT.
Selain itu, minyak goreng (refined, bleached, and deodorized/RBD palm olein) dalam kemasan bermerek dan dikemas dengan berat netto ≤ 25 kg dikenakan Bea Keluar (BK) USD0/MT dengan penetapan merek sebagaimana tercantum dalam Keputusan Menteri Perdagangan Nomor 577 Tahun 2024 tentang Daftar Merek Refined, Bleached, and Deodorized (RBD) Palm Olein dalam Kemasan Bermerek dan Dikemas dengan Berat Netto ≤ 25 kilogram (kg).
BK CPO periode Mei 2024 merujuk pada Kolom Angka 5 Lampiran Huruf C Peraturan Menteri Keuangan Nomor 39/PMK/0.10/2022 jo. Nomor 71 Tahun 2023 sebesarUSD 52/MT. Sementara itu, pungutan Ekspor CPO periode Mei 2024 merujuk pada Lampiran Huruf C Peraturan Menteri Keuangan Nomor Nomor 103/PMK.05/2022 jo.154/PMK.05/2022 sebesar USD 90/MT.
Peningkatan HR CPO ini dipengaruhi oleh adanya peningkatan permintaan sebagai langkah antisipatif untuk Idulfitri, sedangkan produksi sawit di Malaysia dan Indonesia menurun akibat anomali cuaca serta perkembangan konflik antara Ukraina dan Rusia, serta Iran dan Israel yang berdampak pada fluktuasi harga minyak mentah (crude oil) dan minyak nabati lainnya.
Terkait dengan CPO, Direktur Eksekutif Gabungan Pengusaha KeIapa Sawit Indonesia (GAPKI), Mukti Sardjono memaparkan, produksi CPO bulan Februari 2024 diperkirakan mencapai 3.883 ribu ton atau turun 8,25% dari 4.232 ribu ton pada Januari 2024. Demikian pula dengan produksi PKO diperkirakan turun sekitar 8,24% dari 402 ribu ton pada Januari 2024 menjadi 369 ribu ton pada Februari 2024. Turunnya produksi ini disebabkan antara lain jumlah hari kerja pada bulan Februari yang lebih sedikit dibandingkan bulan Januari.
“Total konsumsi dalam negeri pada bulan Februari juga mengalami penurunan 4,02% dibandingkan bulan Januari 2024 yaitu dari 1.942 ribu ton menjadi 1.864 ribu ton. Konsumsi pada bulan Februari untuk pangan, oleokimia dan biodiesel mengalami penurunan secara berurutan menjadi 769 ribu ton, 175 ribu ton dan 920 ribu ton dari 800 ribu ton, 187 ribu ton dan 957 ribu ton pada bulan Januari atau turun masing-masing sebesar 3,87%, 6,42% dan 3,77%. Penurunan konsumsi juga antara lain disebabkan jumlah hari kalender Februari yang lebih sedikit dari bulan Januari,” papar Mukti.
Di sisi ekspor, lanjut Mukti, kinerja total ekspor bulan Februari mengalami penurunan 26,48% yaitu dari 2.810 pada bulan Januari menjadi 2.166 ribu ton pada bulan Februari. Secara volume, penurunan terbesar terjadi pada olahan CPO dari 1.933 ribu ton menjadi 1.495 ribu ton (-438 ribu ton), diikuti dengan CPO dari 367 ribu ton menjadi 152 ribu ton (-215 ribu ton), dan oleokimia dari 393 ribu ton menjadi 364 ribu ton (-29 ribu ton).
“Ekspor olahan PKO naik dari 106 ribu ton menjadi 129 ribu ton (+23 ribu ton). Akibat dari penurunan volume yang besar tersebut, nilai ekspor bulan Februari hanya mencapai USD 1.808 Juta, turun dari USD 2.304 Juta pada bulan Januari, meskipun harga CPO cif Rotterdam naik dari USD 958/ton menjadi USD 965/ton,” jelas Mukti.
Mukti pun memaparkan, penurunan volume ekspor dari bulan Januari ke Februari yang terbesar terjadi untuk tujuan India yakni sebesar 287 ribu ton dari 527 ribu ton menjadi 240 ribu ton (-54,45%), diikuti tujuan Pakistan sebesar 97 ribu ton dari 284 ribu ton menjadi 187 ribu ton (-34,15%) dan tujuan Afrika sebesar 91 ribu ton dari 639 ribu ton menjadi 548 ribu ton (-14,24%). Tujuan China sebesar 49 ribu ton dari 375 ribu ton menjadi 326 ribu ton (-13,07%) dan Bangladesh sebesar 43 ribu ton dari 77 ribu ton menjadi 34 ribu ton (-55,84%) serta EU sebesar 27 ribu ton dari 368 ribu ton menjadi 341 ribu ton (-7,34%).
Triwulan I-2025, Volume Penyaluran Gas PGN Sebesar 861 BBTUD Jakarta – PT Perusahaan Gas Negara Tbk (PGN), Subholding Gas Pertamina,…
Mei 2025, Harga Referensi CPO Sebesar USD924,46/MT Jakarta – Harga Referensi (HR) komoditas minyak kelapa sawit (crude palm oil/CPO) untuk…
Optimis Ekspor Tuna Semakin Meningkat Maluku Utara – Tingginya permintaan ekspor ikan laut seperti tuna maka pemerintah membangun sentra-sentra perikanan…
Elemen Masyarakat Wajib Jaga Kondusivitas Saat Hari Buruh Jakarta – Dalam menghadapi berbagai dinamika sosial yang terjadi saat ini, elemen…
Triwulan I-2025, Kemendag Catat 1.657 Layanan Konsumen Jakarta – Kementerian Perdagangan (Kemendag) melalui Direktorat Jenderal Perlindungan Konsumen dan Tertib Niaga…
Lokasi Jual Beli Ikan Hias di Kalbar Disegel Jakarta – Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) menindak tegas pelaku usaha yang…