Menakar Akuntabilitas Pengelolaan APBN

 

Oleh: Marwanto Harjowiryono

Widyaiswara Ahli Utama, Pemerhati Kebijakan Fiskal

 

Dalam beberapa bulan ke depan, Bendahara Umum Negara (BUN) dan Pengguna Anggaran (PA), yang dalam UU No. 1 Tahun 2004 diamanahkan sebagai pengelola dana  APBN, akan diaudit oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Dalam peraturan tersebut, Presiden selaku Kepala Pmerintahan sekaligus  bertindak sebagai Chief Executive Officer (CEO), mendelegasikan urusan pengelolaan fiskal kepada Menteri Keuangan sebagai Chief Financial Officer (CFO) dan penggunaan anggaran kepada para Menteri dan Pimpinan Lembaga yang memimpin Kementerian dan Lembaga (K/L) untuk bertindak sebagai   Chief Operational Officer (COO).

Tahapan pelaksanaan anggaran (budget execution) dalam siklus anggaran  memang merupakan tahap krusial dalam implentasi penganggaran (budgeting). Dana yang  dihasilkan dari penerimaan perpajakan, dan PNBP, serta dana pembiayaan  defisit akan dieksekusi untuk membiayai seluruh proyek dan kegiatan dari belanja APBN. Karena itu, akuntabilitas penggunaan dana APBN pada tahap ini harus dipastikan  agar setiap rupiah yang dibelanjakan dari APBN benar-benar  untuk kesejahteraan rakyat.

Siklus anggaran tersebut akan ditutup dengan tahap pertanggungjawaban penggunaan dana APBN. Sesuai dengan UU No. 17 Tahun 2003, Presiden harus menyampaikan RUU Pertanggungjawaban Pelaksanaan APBN kepada DPR berupa laporan keuangan yang telah diperiksa oleh BPK selambat-lambatnya lambat 6 bulan setelah tahun anggaran berakhir. Hasil pemeriksaan BPK ini akan memberi kepastian seberapa baik akuntabilitas pengelolaan APBN selama satu tahun anggaran.

Lantas bagaimana akuntabilitas BUN dan PA dapat diyakini? Akuntabilitas pengelolaan keuangan akan tergambar dengan jelas dari hasil opini pemeriksaan atas laporan keuangan masing-masing entitas. Opini BPK atas  Laporan Keuangan  BUN (LK BUN) dan Laporan Keuangan Kementerian dan Lembaga  (LK K/L) akan berjenjang sesuai dengan kualitasnya, yakni   opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP), Wajar Dengan Pengecualian (WDP), Tidak Wajar atau Adversed, dan opini Disclaimer atau Tidak Memberikan Pendapat (TMP).

Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP) merupakan konsolidasi  dari LKBUN dan LKKL yang menggambarkan pengelolaan seluruh dana APBN.  Pada tahun 2022,  LKPP merupakan konsolidasi  dari    1 LKBUN, dan 82 LKKL. Sejak  Indonesia merdeka,  LKPP pertama kali dapat disusun secara lengkap pada tahun 2004. Bahkan opini WTP  baru diperoleh pemerintah pusat pada tahun 2016. Dengan demikian, akuntabilitas level tertinggi tersebut baru dapat terwujud setelah 71 tahun kita merdeka. Opini WTP ini  dapat dipertahankan selama 7 tahun berturut-turut, hingga tahun 2022

Saat ini, LKPP 2023 unaudited sedang disusun pemerintah dan akan diserahkan kepada BPK pada bulan Maret 2024 mendatang untuk dilakukan pemeriksaan.  Kita semua berharap agar akuntabilitas pengelolaan APBN tetap terjaga baik, dan tetap dapat memperoleh opini WTP. Akuntabilitas pengelolaan anggaran negara yang terjaga dengan baik ini akan meningkatkan kredibilitas dan kepercayaan stake holder negara, terutama para investor.

Lantas apa kreteria yang harus dipenuhi sehingga laporan keuangan  dapat memperoleh opini terbaik. LKPP harus mampu membuktikan telah memenuhi  beberapa kriteria sebagai berikut : a) kesesuaian dengan standar akuntansi pemerintahan (SAP), b) kecukupan pengungkapan dalam LKPP (adequate disclosures), c) kepatuhan terhadap peraturan perundangan, dan d) efektivitas sistem pengendalian internal. Dengan demikian, bila ada fakta yang ditutupi  dalam laporan keuangan atau ada pelaksanaan yang melanggar kepatuhan atas ketentuan perundangan, maka laporan keuangan akan memperoleh opini yang jelek.

Lantas, bila LKKL satu entitas  telah mendapatkan opini WTP,  apakah akan menjamin tidak akan terdapat kasus korupsi pada intitas itu? Mengapa  masih saja terdapat kasus korupsi pada entitas tertentu, dan bagaimana menjelaskan kasus  itu.

BERITA TERKAIT

IPPP 2024 Bukti Kepercayaan bagi RI

     Oleh : Adib Prasetya Pengamat Hubungan Internasional     Sidang Indonesia-Pacific Parliamentary Partnership (IPPP) atau forum parlemen Indonesia dengan…

Berkolaborasi Upaya Kerek PDB

  Oleh: Airlangga Hartarto Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Benar, bahwa Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) menjadi salah satu penopang…

Harga Migor Naik, Beban Ekonomi Kian Berat

  Oleh: Achmad Nur Hidayat, MPP Pengamat Kebijakan Publik   Harga Eceran Tertinggi (HET) minyak goreng (Migor) Minyakita mengalami kenaikan…

BERITA LAINNYA DI

IPPP 2024 Bukti Kepercayaan bagi RI

     Oleh : Adib Prasetya Pengamat Hubungan Internasional     Sidang Indonesia-Pacific Parliamentary Partnership (IPPP) atau forum parlemen Indonesia dengan…

Berkolaborasi Upaya Kerek PDB

  Oleh: Airlangga Hartarto Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Benar, bahwa Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) menjadi salah satu penopang…

Harga Migor Naik, Beban Ekonomi Kian Berat

  Oleh: Achmad Nur Hidayat, MPP Pengamat Kebijakan Publik   Harga Eceran Tertinggi (HET) minyak goreng (Migor) Minyakita mengalami kenaikan…