Green Economy Microfinance Syariah

Oleh: Agus Yuliawan

Pemerhati Ekonomi Syariah

Green economy atau ekonomi hijau kini menjadi isu pembahasan di tengah kontestasi Pemilu 2024. Hal ini tak lepas dari orientasi global yang saat ini aktif mengkampanyekan tentang energi terbarukan sebagai pengganti dari energy fosil (minyak, batubara dan gas alam) yang selama ini tidak ramah terhadap lingkungan. Dengan adanya ekonomi hijau diharapkan segala aspek pembangunan memiliki keberlanjutan dan keseimbangan antara pembangunan dan pertumbuhan ekonomi dengan pelestarian lingkungan.

Untuk mengimplementasikan ekonomi hijau di berbagai negara sudah banyak melakukannya dengan menciptakan produk regulasi yang berpihak pada pengembangan  ekonomi hijau. Salah satunya adalah sektor keuangan, yang mana ada banyak  lembaga keuangan perbankan yang memiliki portofolio khusus untuk pembiayaan di sektor pembangunan ekonomi hijau. Bahkan ada pula yang memiliki prosentasi tersendiri pembiayaan untuk ekonomi hijau, terutama di Indonesia dalam bentuk lending model ekonomi hijau. Lantas bagaimana dengan microfinance atau keuangan mikro syariah di Indonesia?

Dalam berbagai pengamatan dan analisa  perkembangan di lembaga keuangan mikro (LKM) dalam bentuk koperasi atau sejenisnya belum ada yang memiliki spesifik konsen dan paham tentang ekonomi hijau  sebagai grand design seperti dilakukan  perbankan. Toh seandainya ada hanya terbatas pada koperasi produksi seperti koperasi pertanian, peternakan, susu, kopi, sawit dll yang memang konsen dalam agro bisnis. Begitu juga di koperasi syariah hanya sebatas pemanfaatan dana CSR (corporate social responsibility) atau qardhul hasan yang dikembangkan melalui Baitulmaal. Sejauh ini belum ada microfinance syariah melakukan hal yang sama seperti perbankan dengan memiliki porsi lending model khusus untuk ekonomi hijau.

Maka dari itu dalam rangka keberlanjutan pembangunan ekonomi apalagi microfinance adalah bagian operator ekonomi di masyarakat khususnya menengah kebawah, perlu dilakukan terobosan – terobosan baru berupa financial engineering yang memberikan porsi spesifik terhadap sektor ekonomi hijau. Tentunya untuk menjalankan atau membuat produk keuangan ekonomi hijau harus ada kebijakan stimulus dari pemerintah sehingga tidak membebani bagi pelaku keuangan mikro, seperti adanya insentif keringan pajak bagi pelaku microfinance, modal yang disalurkan adalah CSR pemerintah daerah atau pusat yang ditempatkan/disinergikan  ke microfinance berupa dana murah dan reward bagi microfinance yang pro terhadap pembangunan ekonomi hijau.

Perlu diakui,  dalam perspektif syariah, ada kesesuaian konsep antara ekonomi hijau dengan konsep ekonomi Islam yang berlandaskan Al-Qur’an dan Hadits. Ekonomi Islam memiliki tujuan yang sama dengan ajaran agama Islam, yaitu maqashid syariah dengan terwujudnya kemaslahatan bagi manusia. Di ekonomi hijau ini  ada penyesuaiannya dengan adanya prinsip sosial dan etika bisnis Islam, prinsip pelestarian lingkungan dan mengurangi permasalahan sosial, prinsip pembangunan berkelanjutan, dan prinsip falah yang mencakup pemeliharaan agama, pemeliharaan jiwa, pemeliharaan akal, pemeliharaan keturunan, dan pemeliharaan harta.

Di perspektif ini sudah seharunsya microfinance syariah Indonesia menerapkan ekonomi hijau untuk menjadi strategi pengembangan dalam pembiayaan, sehingga akan banyak inovasi – inovasi ekonomi di masyarakat dalam mendukung kebijakan pembangunan ekonomi hijau.

Pada pembangunan ekonomi hijau, pemerintah telah menyiapkan program Green Growth sebagai langkah mitigasi untuk menghadapi perubahan iklim. Langkah ini meliputi bauran kebijakan baik secara substansi, kelembagaan maupun pembiayaan. Salah satu bentuk dari langkah tersebut adalah tersubstitusinya aspek perubahan iklim dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Sosial (RPJMN) 2020–2024. Adapun upaya yang ada di dalamnya, meliputi peningkatan kualitas lingkungan hidup, peningkatan ketahanan bencana dan perubahan iklim serta penggunaan rendah karbon.

Melalui pertumbuhan ekonomi hijau, diharapkan sektor industri ekonomi dapat terintegrasi untuk mewujudkan penggunaan sumber daya alam secara bertanggung jawab, mencegah dan mengurangi polusi serta menciptakan peluang peningkatan kesejahteraan sosial dengan membangun ekonomi hijau (green economy).Dengan demikian, pembangunan berkelanjutan semakin dapat diwujudkan berdasarkan pada pemahaman bahwa konflik antara ekonomi dan lingkungan dapat terekonsiliasi dengan baik.

BERITA TERKAIT

Stigma Buruk Meningkatnya Utang

  Oleh: Marwanto Harjowiryono Pemerhati Kebijakan Fiskal   Belakangan ini, berbagai ruang publik, baik media sosial maupun bermacam forum diskusi,…

April 2025, Neraca Perdagangan Surplus

Oleh: Budi Santoso Menteri Perdagangan   Neraca perdagangan Indonesia pada April 2025 mencatatkan surplus sebesar USD0,16 miliar.  Surplus April 2025…

Menagih Janji Ekonomi Syariah

Oleh : Agus Yuliwan Pemerhati Ekonomi Syariah Sejak dilantik pada 20 Oktober 2024 hingga sekarang, masyarakat Indonesia menanti kepada pemerintah…

BERITA LAINNYA DI

Stigma Buruk Meningkatnya Utang

  Oleh: Marwanto Harjowiryono Pemerhati Kebijakan Fiskal   Belakangan ini, berbagai ruang publik, baik media sosial maupun bermacam forum diskusi,…

April 2025, Neraca Perdagangan Surplus

Oleh: Budi Santoso Menteri Perdagangan   Neraca perdagangan Indonesia pada April 2025 mencatatkan surplus sebesar USD0,16 miliar.  Surplus April 2025…

Menagih Janji Ekonomi Syariah

Oleh : Agus Yuliwan Pemerhati Ekonomi Syariah Sejak dilantik pada 20 Oktober 2024 hingga sekarang, masyarakat Indonesia menanti kepada pemerintah…