Agar Ekonomi Tumbuh Diatas 6%

 

Agar Ekonomi Tumbuh Diatas 6%
NERACA
Jakarta - Ekonom senior Chatib Basri memberi masukan kepada Calon Presiden (Capres) yang berkompetisi pada Pemilu 2024 agar ekonomi Indonesia bisa tumbuh di atas enam persen pada periode 2024-2029. “Kita akan melihat bahwa nanti opsi kebijakannya tidak akan banyak dan akan similar (sama) dengan apa yang kita pakai saat ini,” kata Chatib Basri di sela Regional Chief Economist Forum di Nusa Dua, Kabupaten Badung, Bali, akhir pekan kemarin. 
Dalam kesempatan itu, Menteri Keuangan RI 2013-2014 tersebut mengungkapkan sejumlah opsi guna mendukung pertumbuhan RI di atas enam persen di antaranya menaikkan penerimaan pajak agar rasio pajak terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) ikut terdongkrak. Kementerian Keuangan mencatat rasio pajak Indonesia pada 2022 tercatat sebesar 10,4 persen terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) atau meningkat dibandingkan 2021 mencapai 9,1 persen.
Kemudian, masukan lainnya yakni meningkatkan produktivitas, menarik investasi asing/penanaman modal asing (PMA) atau pembiayaan dari luar negeri serta kombinasi semua opsi tersebut. Langkah itu dilakukan mencermati tabungan domestik atau gross domestic saving Indonesia terhadap PDB mencapai 37 persen berdasarkan data Bank Dunia selama 2016-2022. Sedangkan setiap satu persen pertumbuhan ekonomi RI membutuhkan peningkatan investasi sekitar 6,8 persen terhadap PDB.
Chatib menambahkan apabila Indonesia ingin pertumbuhan ekonominya 6-7 persen maka rasio investasi terhadap PDB harus mencapai 40,8 persen hingga 47,6 persen. Berdasarkan data Kementerian Keuangan, realisasi pendapatan negara per Oktober 2023 mencapai Rp2.240,1 triliun atau sudah 90,9 persen dari target APBN 2023 yang mencatatkan pertumbuhan 2,9 persen dibandingkan periode sama tahun lalu (yoy). Ada pun penerimaan pajak mencapai Rp1.523,7 triliun atau 88,69 persen dari target yang tumbuh 5,3 persen (yoy).
Sedangkan posisi utang Indonesia mencapai Rp7.950,52 triliun hingga 31 Oktober 2023. Ada pun rasio utang terhadap PDB sebesar 37,68 persen yang masih di bawah dari batas rasio utang berdasarkan Undang-Undang Nomor 17 tahun 2023 batas rasio utang mencapai 60 persen. Apabila dirinci, utang tersebut didominasi surat berharga negara (SBN) dengan denominasi rupiah yang mencapai Rp7.048,90 triliun atau 88,66 persen dari total utang pemerintah.
Disamping itu, Chatib juga menyoroti soal konflik yang terjadi di Timur Tengah. Menurutnya, konflik antara Palestina dan Israel bisa menimbulkan risiko ekonomi bagi Indonesia. Setidaknya ada tiga risiko yang akan dialami Indonesia apabila konflik tersebut tidak kunjung usai. Pertama, perang di wilayah Timur Tengah rentan mengakibatkan terjadinya perang minyak (oil war) yang berimplikasi terhadap harga minyak dunia hingga Bahan Bakar Minyak (BBM) di Indonesia.
“Oil war itu mungkin implikasinya adalah harga BBM. Persoalannya adalah apakah harga BBM nanti akan di-adjust atau nggak. Jadi yang di-absorb adalah subsidinya,” kata Chatib.  Kemudian risiko yang kedua yakni pengaturan subsidi BBM akan menimbulkan defisit pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) yang meningkat. Bahkan Chatib memproyeksikan apabila kebijakan subsidi BBM diterapkan, maka tingkat inflasi akan naik sekitar 4 persen. Risiko ketiga yang akan terjadi yakni meningkatnya harga beras. Hal tersebut menurut Chatib akan sangat mempengaruhi masyarakat Indonesia, termasuk dalam aspek penyaluran bantuan sosial dari pemerintah.

 

 

 

NERACA

Jakarta - Ekonom senior Chatib Basri memberi masukan kepada Calon Presiden (Capres) yang berkompetisi pada Pemilu 2024 agar ekonomi Indonesia bisa tumbuh di atas enam persen pada periode 2024-2029. “Kita akan melihat bahwa nanti opsi kebijakannya tidak akan banyak dan akan similar (sama) dengan apa yang kita pakai saat ini,” kata Chatib Basri di sela Regional Chief Economist Forum di Nusa Dua, Kabupaten Badung, Bali, akhir pekan kemarin. 

Dalam kesempatan itu, Menteri Keuangan RI 2013-2014 tersebut mengungkapkan sejumlah opsi guna mendukung pertumbuhan RI di atas enam persen di antaranya menaikkan penerimaan pajak agar rasio pajak terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) ikut terdongkrak. Kementerian Keuangan mencatat rasio pajak Indonesia pada 2022 tercatat sebesar 10,4 persen terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) atau meningkat dibandingkan 2021 mencapai 9,1 persen.

Kemudian, masukan lainnya yakni meningkatkan produktivitas, menarik investasi asing/penanaman modal asing (PMA) atau pembiayaan dari luar negeri serta kombinasi semua opsi tersebut. Langkah itu dilakukan mencermati tabungan domestik atau gross domestic saving Indonesia terhadap PDB mencapai 37 persen berdasarkan data Bank Dunia selama 2016-2022. Sedangkan setiap satu persen pertumbuhan ekonomi RI membutuhkan peningkatan investasi sekitar 6,8 persen terhadap PDB.

Chatib menambahkan apabila Indonesia ingin pertumbuhan ekonominya 6-7 persen maka rasio investasi terhadap PDB harus mencapai 40,8 persen hingga 47,6 persen. Berdasarkan data Kementerian Keuangan, realisasi pendapatan negara per Oktober 2023 mencapai Rp2.240,1 triliun atau sudah 90,9 persen dari target APBN 2023 yang mencatatkan pertumbuhan 2,9 persen dibandingkan periode sama tahun lalu (yoy). Ada pun penerimaan pajak mencapai Rp1.523,7 triliun atau 88,69 persen dari target yang tumbuh 5,3 persen (yoy).

Sedangkan posisi utang Indonesia mencapai Rp7.950,52 triliun hingga 31 Oktober 2023. Ada pun rasio utang terhadap PDB sebesar 37,68 persen yang masih di bawah dari batas rasio utang berdasarkan Undang-Undang Nomor 17 tahun 2023 batas rasio utang mencapai 60 persen. Apabila dirinci, utang tersebut didominasi surat berharga negara (SBN) dengan denominasi rupiah yang mencapai Rp7.048,90 triliun atau 88,66 persen dari total utang pemerintah.

Disamping itu, Chatib juga menyoroti soal konflik yang terjadi di Timur Tengah. Menurutnya, konflik antara Palestina dan Israel bisa menimbulkan risiko ekonomi bagi Indonesia. Setidaknya ada tiga risiko yang akan dialami Indonesia apabila konflik tersebut tidak kunjung usai. Pertama, perang di wilayah Timur Tengah rentan mengakibatkan terjadinya perang minyak (oil war) yang berimplikasi terhadap harga minyak dunia hingga Bahan Bakar Minyak (BBM) di Indonesia.

“Oil war itu mungkin implikasinya adalah harga BBM. Persoalannya adalah apakah harga BBM nanti akan di-adjust atau nggak. Jadi yang di-absorb adalah subsidinya,” kata Chatib.  Kemudian risiko yang kedua yakni pengaturan subsidi BBM akan menimbulkan defisit pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) yang meningkat. Bahkan Chatib memproyeksikan apabila kebijakan subsidi BBM diterapkan, maka tingkat inflasi akan naik sekitar 4 persen. Risiko ketiga yang akan terjadi yakni meningkatnya harga beras. Hal tersebut menurut Chatib akan sangat mempengaruhi masyarakat Indonesia, termasuk dalam aspek penyaluran bantuan sosial dari pemerintah.

BERITA TERKAIT

Digitalisasi Ferizy, ASDP Tingkatkan Keamanan dan Kemudahan Layanan Penyeberangan

  NERACA Jakarta — PT ASDP Indonesia Ferry (Persero) terus berinovasi dengan mengakselerasi digitalisasi layanan, diantaranya pemesanan tiket online di…

SIG Pasok Beton Siap Pakai untuk Pembangunan Tol Lampung - Jambi

SIG Pasok Beton Siap Pakai untuk Tol Bayung Lencir - Tempino NERACA  Jakarta – PT Semen Indonesia (Persero) Tbk (SIG)…

HR Excellence Award 2024, Terobosan Juara HR Dongrak Kinerja Perusahaan

HR Excellence Award 2024, Terobosan Juara HR Dongrak Kinerja Perusahaan NERACA  Jakarta - Mengelola sumber daya manusia (SDM) di era…

BERITA LAINNYA DI Ekonomi Makro

Digitalisasi Ferizy, ASDP Tingkatkan Keamanan dan Kemudahan Layanan Penyeberangan

  NERACA Jakarta — PT ASDP Indonesia Ferry (Persero) terus berinovasi dengan mengakselerasi digitalisasi layanan, diantaranya pemesanan tiket online di…

SIG Pasok Beton Siap Pakai untuk Pembangunan Tol Lampung - Jambi

SIG Pasok Beton Siap Pakai untuk Tol Bayung Lencir - Tempino NERACA  Jakarta – PT Semen Indonesia (Persero) Tbk (SIG)…

HR Excellence Award 2024, Terobosan Juara HR Dongrak Kinerja Perusahaan

HR Excellence Award 2024, Terobosan Juara HR Dongrak Kinerja Perusahaan NERACA  Jakarta - Mengelola sumber daya manusia (SDM) di era…