Oleh: Marwanto Harjowiryono
Widyaiswara Ahli Utama, Pemerhati Kebijakan Fiskal
Musgrave (1959) jauh hari telah mengemukakan tentang tiga peran penting kebijakan fiskal dalam pengelolaan keuangan negara, yakni peran alokasi, distribusi dan stabilisasi. Peran ini tidak hanya dieksekusi melalui kebijakan perpajakan (taxation), namun dilakukan juga melalui belanja barang dan jasa, serta belanja modal yang dilakukan pemerintah (government spending). Arah dari kebijakan ini akan mempengaruhi pertumbuhan ekonomi serta penyediaan kesempatan kerja.
Secara teoritis, kucuran dana dari pemerintah dalam bentuk belanja APBN akan mendorong aggregate demand ke atas. Dengan demikian semakin besar belanja negara dikeluarkan dari APBN, semakin kuat dorongan ekonomi untuk tumbuh. Sementara, semakin ringan kewajiban perpajakan dibebankan kepada masyakat dan dunia usaha, akan makin memberikan peluang perekonomian untuk tumbuh. Namun, penerimaan perpajakan itu penyumbang terbesar (sekitar 82%) pendapatan negara. Untuk itu, perlu pertimbangan yang matang untuk menurunkan pajak.
Lantas, apakah pelaksanaan APBN hingga Oktober 2023 telah mampu menjalankan fungsinya dalam memenuhi pilar sasaran kebijakan makro ekonomi tersebut? Secara nasional Kemenkeu dan Bappenas telah merencanakannya bersama dengan seluruh kementerian Lembaga (K/L). Dalam pelaksanaannya, tidak mudah menggerakkan lebih dari 20 ribu satuan kerja (satker) di K/L selaku stake holder utama pelaksanaan APBN untuk bergerak secara sinergis. Peran para Menteri dan Pimpinan Lembaga menjadi sangat krusial dalam eksekusi penerimaan dan belanja negara di masing-masing bagian anggaran.
Menkeu Sri Mulyani dalam konferensi pers, Jumat (24/11) menyampaikan bahwa pelaksanaan APBN 2023 hingga bulan Oktober 2023 berjalan dengan baik, dan on track. Pendapatan yang dapat dikumpulkan mencapai Rp2.240,1 triliun (90,9% dari target), sementara belanja yang dikeluarkan mencapai Rp2.240,8 triliun (73,2% pagu), sehingga pelaksanaan APBN hingga Oktober mengalami deficit sebesar Rp 0,7 triliun (0,003 % dari PDB).
Belanja APBN telah mampu dieksekusi melebihi uang masyarakat yang masuk ke kas negara dalam bentuk penerimaan perpajakan dan PNBP. Secara makro, APBN telah mampu mendorong kegiatan ekonomi nasional untuk lebih tumbuh dan berkembang, sekaligus mampu menciptakan kesempatan kerja bagi masyarakat. Namun, realisasi belanja yang baru mencapai 73 ,2% dari pagu, merupakan persoalan yang harus diselesaikan dalam sisa waktu yang efektif tinggal 1,5 bulan ke depan.
Dalam sisa waktu yang tersedia, dana yang mengucur dari pemerintah diharapkan akan lebih besar lagi. Hingga akhir Desember, sebagaimana tertuang dalam UU APBN 2023, deficit APBN akan mencapai Rp 598,2 triliun (2,84% dari PDB).
Di sisi lain, belanja hingga Desember diharapkan dapat dieksekusi lebih dari Rp 820 triliun. Konsekuensinya, pada bulan November dan Desember, pengelola dana APBN, baik pengelola perbendaharaan di K/L, maupun Kemenkeu sebagai treasurer negara, harus mengawal eksekusi belanja ini dengan cermat dan hati-hati.
Saat yang tepat bagi para Menteri dan Pimpinan Lembaga untuk turut terlibat dalam mendorong eksekusi belanja negara ini. Dengan demikian, aparat pengelola perbendaharaan di bawah tanggung jawabnya akan merasa mendapatkan dukungan dari the top leader. Mereka tidak merasakan kesendirian dalam menjalankan tugas strategis ini. Terbangun semangat dalam menjalankan tugas untuk eksekusi belanja di masa kritis ini, sehingga akhirnya mampu mendorong peningkatan kesejahteraan seluruh masyarakat, bangsa dan negara.
Oleh: Marwanto Harjowiryono Pemerhati Kebijakan Fiskal Situasi perekonomian global sedang mengalami tekanan yang berat, terutama dipicu oleh kebijakan…
Oleh: Febri Hendri Antoni Arief Juru Bicara Kementerian Perindustrian Kondisi industri manufaktur di dalam negeri terbukti menghadapi pukulan berat dari…
Oleh: Pande K. Trimayuni Ketua Forum Komunikasi Alumni (FOKAL) UI Barusan saya membaca kiriman artikel di sebuah WA group…
Oleh: Marwanto Harjowiryono Pemerhati Kebijakan Fiskal Situasi perekonomian global sedang mengalami tekanan yang berat, terutama dipicu oleh kebijakan…
Oleh: Febri Hendri Antoni Arief Juru Bicara Kementerian Perindustrian Kondisi industri manufaktur di dalam negeri terbukti menghadapi pukulan berat dari…
Oleh: Pande K. Trimayuni Ketua Forum Komunikasi Alumni (FOKAL) UI Barusan saya membaca kiriman artikel di sebuah WA group…