Menggugah Partisipasi Korporasi - Bursa Karbon Ciptakan Pertumbuhan Bisnis Berkelanjutan

September 2023 menjadi sejarah penting bagi industri pasar modal di usianya ke-46, dimana bursa karbon resmi diluncurkan dan diperdagangkan di PT Bursa Efek Indonesia. Kehadiran bursa karbon selain memberikan tawaran diversifikasi investasi juga untuk mewariskan bumi lebih baik untuk anak cucu kedepannya. Pasalnya, hasil dari seluruh proses perdagangan karbon melalui bursa karbon akan dapat kembali direinvestasikan kepada upaya menjaga keberlanjutan lingkungan hidup, terutama pengurangan emisi karbon yang dimulai secara bersama-sama.

Presiden Joko Widodo (Jokowi) dalam peresmiannya menyampaikan, bursa karbon Indonesia merupakan kontribusi nyata Indonesia untuk berjuang bersama dunia melawan krisis akibat perubahan iklim karena hasil perdagangan karbon akan direinvestasikan pada upaya menjaga lingkungan khususnya pengurangan emisi karbon.

Dengan potensi karbon yang besar, Presiden optimistis Indonesia bisa menjadi poros karbon dunia dengan tetap konsisten membangun dan menjaga ekosistem karbon di dalam negeri. Disebutkan, dari besaran target pengurangan emisi gas rumah kaca, potensi perdagangan karbon ditaksir mencapai Rp 3.000 triliun. Sementara Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Mahendra Siregar menambahkan bahwa pendirian bursa karbon Indonesia merupakan momentum bersejarah Indonesia dalam mendukung upaya pemerintah mengejar target untuk menurunkan emisi gas rumah kaca (GRK) sesuai ratifikasi Paris Agreement.“Bursa karbon Indonesia akan menjadi salah satu bursa karbon besar dan terpenting di dunia karena volume maupun keragaman unit karbon yang diperdagangankan dan kontribusinya kepada pengurangan emisi karbon nasional maupun dunia. Hari ini kita memulai sejarah dan awal era baru itu," kata Mahendra.

Meski pasar karbon bisa memberikan potensi ekonomi yang begitu besar dan banyak negara tertarik menggeluti dan mengembangkan bidang ini, namun bursa karbon di Indonesia sepi transaksi sejak diluncurkan. Kondisi inipun menjadi skeptis pelaku pasar akan pengembangan dan masa depan bursa karbon di Indonesia. Pihak otoritas sendiri menyikapinya, bursa karbon masih menjadi barang baru sehingga masih banyak belajar, butuh waktu dan proses pengembangannya. Kondisi ini sama seperti halnya ketika pasar modal diluncurkan, hanya beberapa emiten yang tercatat. Kini seiring berjalannya waktu jumlah emiten capai lebih dari 900.

Kendati demikian, pihak otoritas mengakui perkembangan bursa karbon di Indonesia jauh lebih baik dari Malaysia dan Singapura. Hal ini dibuktikan dengan data statistik IDXCarbon Trading Resume per 15 November 2023  mencapai Rp29,63 miliar, total Trading Volume sebesar 468.124 tCo2e, dengan harga tertinggi mencapai Rp77 ribu. Angka ini tumbuh dibandingkan negara tetangga yang kehadiran bursa karbonnya lebih lama, namun total trading volume-nya belum sebesar IDXCarbon.“Kita lebih berhasil dari banyak negara, terutama dari negara jiran Malaysia. Kita sudah ada transaksi, meski transaksi kita masih belum begitu besar sedangkan potensi kita sangat besar. Lihat saja, total trading volume kita adalah 468 ribuan, di Malaysia itu adalah 167 ribu. Jadi sepertiga dari kita saat ini,” kata Iman Rachman, Direktur Utama BEI.

Sementara Kepala Eksekutif Pengawas Pasar Modal, Keuangan Derivatif, dan Bursa Karbon OJK, Inarno Djajadi menuturkan, sepinya transaksi bursa karbon tidak bisa dibandingkan dengan bursa saham karena keduanya mempunyai mekanisme perdagangan yang berbeda. “Jadi, perlu untuk tidak membandingkan dengan pasar 'equity'. Ini, memang mekanismenya lain, karakternya itu berbeda dan tentunya ini bukan perdagangan yang spekulatif, yang dalam jual beli dalam satu hari akan keluar,”tuturnya.

Namun berdasarkan hasil evaluasi, lanjut Inarno, jika dibandingkan dengan negara tetangga seperti Singapura dan Malaysia, bursa karbon Indonesia termasuk mempunyai perkembangan yang cukup baik. Kedepan OJK akan terus mengkaji perkembangan bursa karbon dan berkolaborasi dengan Kementerian LHK, Kementerian ESDM, Kementerian Keuangan dan Kemenko Maritim dan Investasi. Sementara Direktur Pengembangan BEI, Jeffery Hendrik mengakui, sepinya transaksi bursa karbon menjadi salah satu tantangan dalam memajukan bursa karbon.

Oleh karena itu, sosialisasi terkait bursa karbon masih terus dilakukan baik kepada media, emiten terkait dan pihak swasta untuk menjual efek karbonnya. Dirinya pun meyakini pengguna jasa IDX Carbon berpotensi terus bertambah. Dimana penerapan regulasi Carbon Border Adjustment Mechanism (CBAM) dinilai dapat berimbas positif terhadap aktivitas pasar karbon global.

 

Pembangunan Berkelanjutan 

Ya, pencapaian dan realisasi bursa karbon tidak hanya sekedar angka di atas kertas saja, tetapi partisipasi aktif perusahaan menjadi penting dengan tujuan memenuhi prinsip Environmental, Social and Governance untuk mewujudkan pembangunan berkelanjutan. Hal inilah yang menjadi alasan pasar modal memiliki peran penting dalam pembangunan berkelanjutan.

Pertama, bagaimana pasar modal dapat memobilisasi tabungan dan peningkatan modal dan mengarahkannya ke proyek yang sejalan dengan prinsip ESG. Kedua, bagaimana pasar modal dapat mengubah visi perusahaan dengan memasukkan kriteria ESG ke dalam praktik manajemen terbaik mereka dengan membatasi akses keuangan bagi mereka yang melanggar ESG.

Ketiga, pasar modal dapat mempengaruhi praktik tata kelola perusahaan yang baik yang mendorong pembangunan berkelanjutan melalui mekanisme kepemilikan. Oleh karena itu, lewat bursa karbon menjadi komitmen dan kontribusi pasar modal dalam mewujudkan pembangunan berkelanjutan dengan menerapkan praktek ESG. Nantinya, penguatan praktik-praktik ESG juga akan memungkinkan pasar modal memainkan peran yang lebih besar dalam transisi Indonesia menuju ekonomi rendah karbon dan tahan iklim.

Pemanfaatan bursa karbon sebagai bagian dukungan pembangunan berkelanjutan disambut baik pelaku industri perbankan. Citra Amelya, Senior Vice President ESG Group Bank Mandiri menuturkan, Bank Mandiri sangat mengapresiasi peluncuran Bursa Karbon Indonesia. Menurutnya, kehadiran Bursa Karbon merupakan milestone baru bagi Indonesia sebagai tambahan aksi nyata untuk merealisasikan target net zero emission 2060 atau lebih cepat.

Disampaikannya, perseroan percaya pembelian carbon unit merupakan salah satu cara dari banyak cara lainnya untuk mencapai target Net Zero Operations 2030 sebagai bagian dari penerapan ESG. Kontribusi di Bursa Karbon dan pengurangan emisi karbon dalam operasional merupakan bagian dari penerapan ESG di Bank Mandiri. Sekaligus juga merupakan upaya mencapai Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs) ke-13, yakni penanganan perubahan iklim, yang kini menjadi agenda berbagai pihak di seluruh dunia. “Kami percaya dibutuhkan kolaborasi dari seluruh pihak, baik regulator, pelaku industri, investor dan perbankan untuk mensukseskan pasar karbon Indonesia. Kami dari sisi perbankan siap mengambil peran dan mendukung Indonesia menuju ekonomi rendah karbon,”kata Citra Amelya.

Hal senada juga disampaikan perwakilan MMS Group Indonesia (MMSGI), Adri Martowardojo,pembelian unit karbon dan partisipasi dalam IDX Carbon selain untuk mengelola emisi karbon secara efisien juga membantu menciptakan peluang pertumbuhan berkelanjutan bagi bisnis perusahaan."Komitmen MMS Group Indonesia dalam mendukung pembangunan berkelanjutan (sustainability) dan prinsip ESG tidak hanya merupakan kewajiban, tetapi juga peluang untuk berkontribusi pada masa depan yang lebih berkelanjutan," ujar Adri.

Kata Andri, MMSGI telah mengambil langkah-langkah proaktif dalam mendukung prinsip Environmental, Social, and Governance (ESG) melalui berbagai inisiatif hijau. Di antaranya pembangunan solar power plant untuk penggunaan sendiri, smelter untuk industri baterai, serta pemanfaatan lahan untuk inisiatif bagi masyarakat seperti perkebunan dan keperluan air bersih.

 

Ceruk Pasar 

Besarnya peluang pertumbuhan bursa karbon, kata ekonom Indef Abra Talattov harus dioptimalkan dan bisa menjadi momentum untuk mendongkrak geliat sektor energi terbarukan dan pengembangan teknologi ramah lingkungan di Indonesia. Menurut Indonesia Carbon Trade Association (IDCTA), potensi ekonomi karbon di Indonesia dapat mencapai US$565,9 miliar (sekitar Rp8.488 triliun). Sementara Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan RI (KLHK) memprediksi potensi perdagangan karbon di Indonesia mencapai Rp350 triliun, lantaran Indonesia mampu menyerap sekitar 113,18 gigaton karbon.

Nilai tersebut diperoleh dari luasnya hutan hujan tropis yang merupakan terbesar ketiga dunia dengan luas area 125,9 juta hektare yang mampu menyerap emisi karbon sebesar 25,18 miliar ton. Luas hutan mangrove di Indonesia mencapai 3,31 juta hektare yang mampu menyerap emisi karbon sekitar 950 ton karbon per hektare atau setara 33 miliar karbon untuk seluruh hutan mangrove, ditambah lahan gambut terluas di dunia dengan area 7,5 juta hektare yang mampu menyerap emisi karbon mencapai sekitar 55 miliar ton.

Melihat besarnya potensi tersebut, kata Abra, realisasi bursa karbon nantinya jadi pijakan awal dalam membangun reputasi Indonesia di mata dunia berkaitan agenda net-zero emission. Pada penyelenggaraan tahap awal ini, Abra berharap regulator dan otoritas mampu meraih berbagai target dan indikator keberhasilan yang ingin dicapai, sembari secara bertahap mempersiapkan perluasannya ke sektor-sektor lain, seperti sektor kehutanan, pertanian, limbah, minyak & gas, industri umum, dan perikanan-kelautan. "Kalau berhasil, maka penerapan bisa segera diperluas, sampai akhirnya Indonesia bisa masuk pasar karbon internasional. Keuntungan geografis Indonesia pun nantinya bisa dimanfaatkan sebagai salah satu sumber pendapatan negara," jelas Abra.

Selain itu, Bursa karbon juga bukti bahwa Indonesia terbuka terhadap berbagai investasi atas teknologi dan inovasi berkaitan energi bersih. Secara tidak langsung, hal ini akan memberikan efek berupa peningkatan minat investor di sektor energi terbarukan dan teknologi ramah lingkungan di Tanah Air. Selain itu, keberadaan bursa karbon nantinya akan memberikan tekanan agar pelaku usaha di setiap sektor industri memacu berbagai inisiatif pengurangan emisi karbon, bahkan berlomba mendulang cuan atas kredit karbon.
Ke depan, aspek monitoring, reporting, and verification (MRV) terhadap unit karbon yang diperdagangan di Bursa Karbon Indonesia dinilai perlu penyesuaian agar sesuai dengan best practice di pasar karbon internasional.

BERITA TERKAIT

Dukung Ketahanan Pangan - Progres Proyek Bendungan Manikin Lebihi Target

NERACA Jakarta - PT PP (Persero) Tbk (PTPP) melaporkan proyek pembangunan Bendungan Manikin Paket 2 yang berlokasi di Kabupaten Kupang,…

Daya Beli Masyarakat Melemah - Astra Pangkas Belanja Modal Jadi Rp25 Triliun

NERACA Jakarta – Mempertimbangkan melemahnya daya beli masyarakat dan perlambatan ekonomi global menjadi alasan PT Astra International Tbk (ASII) memangkas…

Cipta Sarana Medika Bidik Laba Tumbuh 191%

NERACA Jakarta – Resmi mencatatkan sahamnya di Bursa Efek Indonesia (BEI), emiten rumah sakit PT Cipta Sarana Medika Tbk. (DKHH)…

BERITA LAINNYA DI Bursa Saham

Dukung Ketahanan Pangan - Progres Proyek Bendungan Manikin Lebihi Target

NERACA Jakarta - PT PP (Persero) Tbk (PTPP) melaporkan proyek pembangunan Bendungan Manikin Paket 2 yang berlokasi di Kabupaten Kupang,…

Daya Beli Masyarakat Melemah - Astra Pangkas Belanja Modal Jadi Rp25 Triliun

NERACA Jakarta – Mempertimbangkan melemahnya daya beli masyarakat dan perlambatan ekonomi global menjadi alasan PT Astra International Tbk (ASII) memangkas…

Cipta Sarana Medika Bidik Laba Tumbuh 191%

NERACA Jakarta – Resmi mencatatkan sahamnya di Bursa Efek Indonesia (BEI), emiten rumah sakit PT Cipta Sarana Medika Tbk. (DKHH)…

Berita Terpopuler