Menelisik Koordinasi Kebijakan Fiskal dan Moneter

 

Oleh: Marwanto Harjowiryono

Widyaiswara Ahli Utama, Pemerhati Kebijakan Fiskal

 

Faure (2004) menyimpulkan bahwa  koordinasi kebijakan fiskal dan moneter yang dilaksanakan  di sebuah negara akan membuahkan hasil yang lebih baik,  dibandingkan  bila kebijakan tersebut dilakukan secara parsial dan saling terpisah. Meskipun secara empiris dan teoritis koordinasi dua kebijakan makro tersebut telah membuktikan hasil yang positif, namun pelaksanaannya tidak mudah untuk diterapkan.

Untuk Indonesia, secara empiris koordinasi dua kebijakan makro ekonomi tersebut telah memiliki sejarah panjangi. Pada era berlakunya UU No 13 Tahun 1968, Bank Indonesia selaku bank sentral yang mengelola kebijakan moneter, saat itu juga sekaligus sebagai anggota Dewan Moneter.  Ketua dijabat oleh Menteri Keuangan yang dalam keseharian mengelola kebijakan fiskal. Kala itu, koordinasi kebijakan moneter dan fiskal sangat erat mengingat setiap bulan dilakukan pertemuan Dewan Moneter.

Masa itu, bahkan Bank Indonesia dapat memberikan kredit pada lembaga tertentu, seperti pemberian kredit kepada Bulog, dan kredit likuiditas lainnya. Langkah ini yang  menimbulkan dampak negative berupa meningkatnya jumlah uang beredar, dan ujungnya mendorong inflasi meningkat. Kondisi ini yang menjadi momok kaum monetaris, manakala terjadi fiskal defisit, meskipun digunakan untuk mendorong pertumbuhan ekonomi, namun dapat berdampak pada memburuknya kondisi moneter, yang tercemin dari meningkatnya inflasi.

Era koordinasi model Dewan Moneter ini berakhir setelah Krisis Moneter, bersamaan dengan diterapkannya Undang Undang No. 23 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan Undang Undang No. 3 tahun 2004. Dalam perundangan ini, Bank Indonesia berubah menjadi lembaga yang independen dalam menjalankan berbagai tugas moneternya.

Ke depan, koordinasi yang solid antara kebijakan fiskal dan moneter harus dilakukan secara konsisten dengan tetap menghormati kewenangan masing-masing. Dampak dari kebijakan moneter dan fiskal yang diambil terhadap perekonomian juga harus menjadi perhatian bersama. Kita beruntung memiliki pimpinan fiskal dan moneter yang matang dan leadership yang kuat, sehingga koordinasi dan harmonisasi terus dapat terjaga dengan baik.

Ujian atas koordinasi dihadapi juga pada saat penanganan Covid-19 lalu. Pemerintah harus mengeluarkan belanja yang cukup besar, sehingga defisit APBN mencapai sekitar Rp1.000 triliun (lebih dari 6% dari PDB). Padahal kondisi pasar tidak cukup kuat untuk dapat menyerap kebutuhan tersebut. Pada sisi lain, karena prinsip independensi, BI tidak dapat membantu dan terlibat secara langsung mengatasi masalah yang mengancam bangsa dan negara itu. Semata-mata karena pengaturan legalnya tidak memberikan peluang untuk melakukannya.

Langkah penyelamatan kehidupan masyarakat dan perekonomian bangsa dapat terurai setelah diterbitkan Perpu No 1 Tahun 2020 yang akhirnya ditetapkan menjadi UU No 2 Tahun 2020. Perundangan ini memberikan legalitas kepada BI untuk dapat membantu mengatasi penanganan Covid melalui kebijakan burden sharing atas beban penangganggulangan Covid kala itu. Sebuah kompromi kebijakan yang koordinatif dan sinergis dalam menyelamatkan kehidupan berbangsa dan bernegara.

Tahun 2023, melalui UU Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (UU P2SK), fungsi dan tugas BI bertambah, meliputi bukan hanya menjaga kestabilan nilai Rupiah, dan mengaja kestabilan sitem pembayaran, namun juga harus turut bertanggung jawab untuk menjaga kestabilan sistem keuangan dalam rangka mendukung pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan melalui kebijakan makro prudensial. Dengan demikian BI saat ini turut bertanggung jawab juga atas upaya untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat. Sinergis dengan kebijakan fiskal dalam mendorong pertumbuhan dan penyediaan lapangan kerja.

BERITA TERKAIT

IPPP 2024 Bukti Kepercayaan bagi RI

     Oleh : Adib Prasetya Pengamat Hubungan Internasional     Sidang Indonesia-Pacific Parliamentary Partnership (IPPP) atau forum parlemen Indonesia dengan…

Berkolaborasi Upaya Kerek PDB

  Oleh: Airlangga Hartarto Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Benar, bahwa Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) menjadi salah satu penopang…

Harga Migor Naik, Beban Ekonomi Kian Berat

  Oleh: Achmad Nur Hidayat, MPP Pengamat Kebijakan Publik   Harga Eceran Tertinggi (HET) minyak goreng (Migor) Minyakita mengalami kenaikan…

BERITA LAINNYA DI

IPPP 2024 Bukti Kepercayaan bagi RI

     Oleh : Adib Prasetya Pengamat Hubungan Internasional     Sidang Indonesia-Pacific Parliamentary Partnership (IPPP) atau forum parlemen Indonesia dengan…

Berkolaborasi Upaya Kerek PDB

  Oleh: Airlangga Hartarto Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Benar, bahwa Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) menjadi salah satu penopang…

Harga Migor Naik, Beban Ekonomi Kian Berat

  Oleh: Achmad Nur Hidayat, MPP Pengamat Kebijakan Publik   Harga Eceran Tertinggi (HET) minyak goreng (Migor) Minyakita mengalami kenaikan…