Risiko dan Kesinambungan Fiskal

 

Oleh: Marwanto Harjowiryono

Widyaiswara Ahli Utama, Pemerhati Kebijakan Fiskal

 

Risiko fiskal (fiscal risk) dan kesinambungan fiskal (fiscal sustainability) merupakan dua kondisi yang selalu menjadi concern setiap pengelola anggaran dan belanja negara (budget) suatu negara. Pengelolaan  ini menjadi tugas utama Kementerian  Keuangan selaku Bendahara Umum Negara (The Treasury).

Padahal, tercapainya kesinambungan fiskal tersebut sangat dipengaruhi oleh pengelolaan berbagai faktor risiko fiskal yang berasal dari dalam maupun dari luar perekonomian domistik negara. Pengelolanya meliputi semua kementerian/Lembaga negara, termasuk pelaku ekonomi domistik negara itu. Untuk itu, mengelola kesinambungan fiskal memerlukan kerja sama yang sinergis.

Dalam konteks pengelolaan APBN, kesinambungan fiskal merupakan kondisi anggaran dan pendapata negara yang mampu bertahan untuk membiayai segala urusan negara dan kewajiban negara  dalam jangka panjang. Dengan demikian, konsep kesinambungan fiskal ini mensyaratkan tersedianya kemampuan generasi kini untuk memenuhi segala kebutuhan belanja masa kini, tanpa mengorbankan  kemampuan generasi mendatang dalam membiayai kebutuhan masa yang akan datang.

Secara teknis, kesinambungan fiskal dapat tercapai bila APBN dikelola dengan hati-hati sehingga defisit terkendali pada tingkat yang rendah. Defisit primer (primary deficit), yakni defisit dengan memperhitungkan belanja tanpa bunga utang,  dapat dikelola pada tingkat sangat rendah atau bahkan yang positif (surplus), sehingga pembiayaan utang dapat dibatasi pada tingkat yang rendah. Ketergantungan terhadap pembiayaan utang menjadi minimal.

Kesinambungan fiskal dapat dikelola dengan baik bila otoritas fiskal mampu mengendalikan risiko fiskal, di antara kebijakan strategis fiskal lainnya. Resiko fiskal pada dasarnya  merupakan faktor-faktor   yang dapat memberikan tekanan pada APBN dan beresiko  untuk memperlebar defisit. Berbagai faktor tersebut berisiko  menekan  pendapatan dan meningkatkan  belanja negara,  yang akhirnya berdampak kepada meningkatnya defisit anggaran.

Risiko fiskal juga akan dihadapai dalam APBN 2024. Resiko tersebut memerlukan penanganan serius, dan diupayakan dapat diakomodasikan dalam penyusunan APBN tahun mendatang. Beberapa risiko tersebut  meliputi, risiko yang berasal dari perkembangan ekonomi makro, risiko yang berasal dari kontinjensi kebijakan pemerintah, risiko yang bersumber dari program dan kebijakan pemerintah, serta risiko dari konsolidasi neraca sektor publik.

Risiko makro yang berasal dari ketidak pastian perekonomian global perlu diwaspadai. Melemahnya aktivitas perkonomian dunia akibat melemahnya ekonomi negara-negara  ekonomi besar dunia, seperti USA, Tiongkok, dan Eropa, perlu diperhitungkan. Penyebabnya karena meningkatnya inflasi, volatilitas nilai tukar dunia, serta keterbatasan kemampuan fiskal.  Ketidakpastian harga migas dunia dan beberapa komoditas penting dunia yang menjadi andalan ekspor Indonesia harus diantisipasi  dalam APBN tahun depan.

Dampak ekonomi makro dunia tersebut bersama-sama dengan perkembangan makro domistik akan membawa pengaruh terhadap prediksi pertumbuhan, inflasi, nilai tukar, suku bunga dan  harga migas  yang akhirnya akan mempengaruhi prediksi pendapatan negara, belanja negara dan pembiayaan defisit APBN tahun mendatang.

Risiko atas program dan kebijakan pemerintah, seperti kesepakatan untuk menurunkan tingkat emisi dunia, penggunaan energi yang bersih dan berkesinambungan, program pembiayaan bagi MBR, pelaksanaan mandatory spending di bidang pendidikan, kesehatan dan transfer ke daerah, serta tambahan belanja atas pembiayaan utang, merupakan risiko yang harus diperhitungkan.

Risiko kontinjensi yang berupa risiko penjaminan atas pembangunan infrastruktur pemerintah,  PEN, jaminanan sosial (BPJS Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan), termasuk risiko terjadinya bencana alam juga perlu diwaspadai. Sementara risiko neraca konsolidasi sektor publik, terutama risiko atas meningkatnya liabilities utang selama 3 tahun masa pandemi Covid 19  yang meningkat melebihi laju  pertambahan aset, perlu diperhitungkan dengan cermat.

BERITA TERKAIT

Hingga Mei, Kebijakan Fiskal Tetap Ekspansif

  Oleh: Marwanto Harjowiryono Pemerhati Kebijakan Fiskal   Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati dalam Konferensi Pers APBN KiTA Juni 2025,…

Rebana Jadi Katalis Pertumbuhan

Oleh: Mohammad Rudy Salahuddin Deputi Kemenko Bidang Perekonomian   Kawasan Rebana yang terdiri dari tujuh kabupaten/kota di Provinsi Jawa Barat…

Dampak Ekonomi Perang Israel-Iran

  Oleh: Achmad Nur Hidayat Ekonom UPN Veteran Jakarta   Seberapa rapuhkah jalinan perekonomian global dan nasional di tengah gejolak…

BERITA LAINNYA DI

Hingga Mei, Kebijakan Fiskal Tetap Ekspansif

  Oleh: Marwanto Harjowiryono Pemerhati Kebijakan Fiskal   Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati dalam Konferensi Pers APBN KiTA Juni 2025,…

Rebana Jadi Katalis Pertumbuhan

Oleh: Mohammad Rudy Salahuddin Deputi Kemenko Bidang Perekonomian   Kawasan Rebana yang terdiri dari tujuh kabupaten/kota di Provinsi Jawa Barat…

Dampak Ekonomi Perang Israel-Iran

  Oleh: Achmad Nur Hidayat Ekonom UPN Veteran Jakarta   Seberapa rapuhkah jalinan perekonomian global dan nasional di tengah gejolak…