Fasilitas Pajak atas Royalti bagi Orang Pribadi

 

Oleh :  Mohammad Ishaq Ibrahim, Penyuluh Ahli Muda KPP Perusahaan Masuk Bursa

 

Pemerintah memberikan fasilitas penurunan tarif pemotongan pajak bagi para pekerja seni dari 15% menjadi 6%. Fasilitas ini tidak terbatas hanya untuk pekerja seni namun berlaku juga untuk seluruh wajib pajak orang pribadi yang menerima penghasilan berupa royalti.

Fasilitas ini tertuang dalam  Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-1/PJ/2023 tanggal 16 Maret 2023 yang mengatur mengenai pedoman teknis tata cara pemotongan, penyetoran, dan pelaporan Pajak Penghasilan (PPh) pasal 23 atas penghasilan royalti yang diterima atau diperoleh wajib pajak orang pribadi yang menerapkan penghitungan PPh menggunakan norma penghitungan penghasilan neto.

Royalti menurut Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta adalah imbalan atas pemanfaatan Hak Ekonomi suatu Ciptaan atau Produk Hak Terkait yang diterima oleh pencipta atau pemilik hak terkait.  Penghasilan Royalty merupakan hak untuk menerima sejumlah uang karena penggunaan kekayaan intelektual yang dimiliki atau diciptakan, seperti seni pertunjukan, waralaba, paten, karya tulisan atau buku, karya seni musik dan lain sebagainya. Sebagian besar orang pribadi yang menerima penghasilan royalty merupakan pekerja seni.

Hak Cipta merupakan hak eksklusif pencipta yang timbul secara otomatis berdasarkan prinsip deklaratif setelah suatu ciptaan diwujudkan dalam bentuk nyata tanpa mengurangi pembatasan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Sedangkan Pemegang Hak Cipta adalah Pencipta sebagai pemilik Hak Cipta, pihak yang menerima hak tersebut secara sah dari Pencipta, atau pihak lain yang menerima lebih lanjut hak dari pihak yang menerima hak tersebut secara sah.

Pemanfaatan secara komersial Ciptaan dan/atau produk Hak Terkait dengan tujuan untuk memperoleh keuntungan ekonomi akan menjadi sumber penghasilan bagi pemegang hak cipta. Pihak lain yang mendapatkan Lisensi atau izin tertulis yang diberikan oleh Pemegang Hak Cipta atau Pemilik Hak Terkait melaksanakan hak ekonomi atas Ciptaan tersebut atau produk Hak Terkait dengan syarat tertentu akan membayar Royalti yaitu imbalan atas pemanfaatan Hak Ekonomi suatu Ciptaan atau Produk Hak Terkait yang diterima oleh pencipta atau pemilik hak terkait.

Aspek Pajak Pribadi Pemilik Royalti

Penghasilan royalty merupakan objek PPh pasal 23 dan menurut UU PPh tarif pemotongan pajaknya sebesar 15% dari seluruh penghasilan (bruto) yang dibayarkan oleh pengguna royalty. Penerima penghasilan royalty dapat berbentuk badan usaha maupun orang pribadi. PPh 23 merupakan kredit pajak bagi penerima royalty.

Tariff PPh badan berdasarkan UU Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP) mulai tahun pajak 2022 sebesar 22% sedangkan Orang pribadi terdiri dari 5 layer dengan tariff terendah 5% dan tertinggi 35% untuk penghasilan kena pajak di atas Rp. 5 milyar.

Sebelum berlaku PER-1/PJ/2023, Tariff pemotongan PPh pasal 23 masih 15%. Mulai 16 Maret  2023 tariff PPh atas royalty dapat menggunakan mekanisme norma penghitungan penghasilan neto (NPPN). Sesuai pasal 2 (3) PER-1/PJ/2023, NPPN Orang Pribadi yang memperoleh penghasilan berupa royalty mendapat fasilitas dalam menghitung pajak penghasilan sebesar 40%. Penerapan penghitungan fasilitas tarif pajak royalti ini menjadi 15% x 40% x jumlah bruto, sehingga tariff efektif pajaknya sebesar 6%.

ketentuan ini khusus berlaku untuk wajib pajak orang pribadi dalam negeri yang menggunakan NPPN dalam menghitung PPhnya dan telah menyampaikan pemberitahuan penggunaan NPPN kepada Direktorat Jenderal Pajak (DJP) paling lambat 3 (tiga) bulan setelah awal tahun pajak dengan dibuktikan adanya Bukti Penerimaan Surat (BPS). Pemberitahuan penggunaan NPPN dapat dilakukan dengan aplikasi on line melalui laman : www.pajak.go.id.

NPPN merupakan fasilitas untuk Wajib Pajak Orang Pribadi yang penghasilannya baik dari usaha atau pekerjaan bebas dengan peredaran bruto dalam 1 tahunnya kurang dari Rp4,8 miliar.  Hal ini diatur dalam pasal 14 UU PPh dan dijelaskan lebih lanjut dalam Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor Per-17/PJ/2015 Tentang Norma Penghitungan Penghasilan Neto, kecuali atas penghasilan yang dikenai pajak penghasilan bersifat final

Dalam laporan SPT Tahunan PPh Orang Pribadi, penghasilan royalti yang diterima dilaporkan pada kolom pekerjaan bebas dengan jumlah peredaran usaha sebesar nilai bruto dikali dengan norma. Bukti pemotongan PPh 23 atas royalty sebagai kredit pajak.

Apabila perhitungan pajak terhutang penghasilan royalti digabung dengan yang lain menjadi kurang bayar, atas kekurangan tersebut harus dibayar sebelum SPT dilaporkan. Namun apabila PPh terhutang setelah dikurangi kredit pajak menjadi lebih bayar, atas lebih bayar tersebut dapat kompensasikan dengan kewajiban pajak lainya atau diminta pengambalian.

Aspek Pajak Pengguna Royalti

Pengguna atau pemilik lisensi atas hak cipta pada saat membayar penghasilan royalty harus memotong pajak dengan membuat bukti pemotongan PPh Pasal 23 dan memberikan bukti kepada pemilik royalty. Selanjutnya menyetorkan pajak yang telah dipotong ke kas negara dan melaporkan dalam Surat Pemberitahuan (SPT) Masa Pajak Penghasilan Unifikasi.

Batas akhir pembayaran PPh Pasal 23 yang dipotong oleh Pemotong PPh sesuai Pasal 2 ayat (6) PMK No. 80/2010 harus disetor paling lambat tanggal 10 (sepuluh) bulan berikutnya setelah Masa Pajak berakhir. Sedangkan Batas akhir pelaporan SPT Masa Pajak Penghasilan unifikasi sesuai Pasal 8 ayat (1) PER-24/PJ/2021 paling akhir 20 hari sesudah masa pajak berakhir. Apabila SPT Masa PPh unifikasi tidak disampaikan dalam waktu yang telah ditentukan, sanksi administrasi akan dikenakan kepada pemotong/pemungut PPh.

Pengguna royalty harus memotong PPh pasal 23 sebesar 6% apabila pemilik royalty menunjukan BPS pemberitahuan penggunaan norma penghitungan penghasilan neto, namun apabila tidak dapat menunjukan BPS tersebut, atas penghasilan royalty dipotong 15%.

Dalam hal terdapat kesalahan potong seharusnya 6% namun terpotong 15%, pemotong tidak perlu melakukan pembetulan dan bukti potong tersebut dapat menjadi kredit pajak bagi penerimanya. Pengguna royalty yang tidak atau kurang memotong Pajak dapat dikenakan sanksi administratif berupa kenaikan sebesar 75% (tujuh puluh lima persen) dari Pajak Penghasilan yang dipotong atau dipungut tetapi tidak atau kurang disetor.

Fasilitas penurunan tarif ini dapat dimanfaatkan oleh wajib pajak orang pribadi yang telah menyampaikan pemberitahuan kepada DJP mengenai penggunaan norma dalam penghitungan pajak penghasilan. Hal ini akan mendorong kreativitas dan produktivitas para pencipta karya.

BERITA TERKAIT

Alarm Refleksi Indeks Integritas Pendidikan

  Oleh: Johana Lanjar W, Penyuluh Antikorupsi Utama Kemenkeu *)     Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kembali menyoroti wajah pendidikan nasional…

Jaga Stabilitas Sosial Masyarakat, Waspada Narasi Hoaks dalam Aksi Buruh

  Oleh: Anggi Kusumawardhani, Pengamat Masalah Perburuhan Peringatan Hari Buruh Internasional atau May Day 2025 harus dimaknai sebagai momentum memperkuat…

Masyarakat Menerima Hasil PSU, Bentuk Kedewasaan Berpolitik

    Oleh: Ratna Dwi Putranti,  Peneliti di Urban Catalyst Management     Dalam perjalanan demokrasi Indonesia, Pemungutan Suara Ulang…

BERITA LAINNYA DI Opini

Alarm Refleksi Indeks Integritas Pendidikan

  Oleh: Johana Lanjar W, Penyuluh Antikorupsi Utama Kemenkeu *)     Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kembali menyoroti wajah pendidikan nasional…

Jaga Stabilitas Sosial Masyarakat, Waspada Narasi Hoaks dalam Aksi Buruh

  Oleh: Anggi Kusumawardhani, Pengamat Masalah Perburuhan Peringatan Hari Buruh Internasional atau May Day 2025 harus dimaknai sebagai momentum memperkuat…

Masyarakat Menerima Hasil PSU, Bentuk Kedewasaan Berpolitik

    Oleh: Ratna Dwi Putranti,  Peneliti di Urban Catalyst Management     Dalam perjalanan demokrasi Indonesia, Pemungutan Suara Ulang…