Jakarta-Pemerintah dalam waktu dekat akan menetapkan kriteria konsumen yang berhak mengonsumsi BBM Subsidi jenis Pertalite dan Solar melalui revisi Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 191/2014 tentang Penyediaan, Pendistribusian, dan Harga Jual Eceran BBM. Adapun konsumen yang berhak mengisi BBM Pertalite yang diusulkan antara lain kalangan industri kecil, usaha pertanian, usaha perikanan, transportasi dan pelayanan umum.
NERACA
Menurut anggota komite BPH Migas Abdul Halim, revisi Perpres 191/2014 sudah berada di tangan Presiden Jokowi. Dia menyebut, Presiden dalam waktu dekat akan segera mengumumkan isi Perpres anyar tersebut. "Dalam waktu dekat Presiden Republik Indonesia (Jokowi) bisa memberikan keputusan atas yang kami ajukan," ujar Abdul Halim dalam acara diskusi publik Indef di Jakarta, Selasa (14/2).
Meski demikian, dia tidak menyebutkan lebih lanjut terkait waktu pengumuman revisi Perpres 191/2014 oleh Presiden Jokowi. Namun, dia memastikan proses revisi terus berlanjut untuk menemui titik terang. "Revisi lampiran 191 ini sudah melewati beberapa tahapan dan insya Allah sudah di-high level," ujarnya.
Dia mengatakan, revisi Perpres 191/2014 diperlukan untuk payung hukum kegiatan penyaluran BBM subsidi yang lebih tepat sasaran. Antara lain dengan membatasi jenis-jenis kendaraan tertentu yang berhak mengonsumsi BBM Pertalite maupun Solar.
Selain itu, revisi Perpres 191/2014 akan memperbaiki skema penyaluran BBM dengan pemanfaatan teknologi informasi, melalui pendaftaran konsumen pengguna pada web subsidi tepat, yang juga dapat diakses melalui aplikasi My Pertamina. Sehingga, penyaluran BBM subsidi tidak lagi bersifat terbuka.
"Revisi Perpres 191 sangat komprehensif ya, ini kita lakukan sedemikian rupa untuk menjaga APBN. Karena APBN ini salah satu kunci subsidi ini harus disalurkan tepat sasaran," jelas Abdul Halim.
Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi (BPH Migas) telah menetapkan kuota BBM) jenis bahan bakar khusus penugasan (JBKP/Pertalite) sebesar 32,56 juta kiloliter (KL) untuk 2023. Jumlah kuota Pertalite tahun ini lebih besar dibandingkan tahun 2021 yang mencapai 29,91 juta KL. "Untuk kuota Pertalite 2023 sebanyak 32,56 juta KL," tutur Abdul Halim.
Menurut dia, penambahan kuota Pertalite untuk tahun 2023 berdasarkan proyeksi tren konsumsi bulanan BBM Tahun 2022 yang sudah mendekati normal setelah mengalami penurunan saat pandemi. Kemudian, tren peningkatan aktivitas masyarakat juga terus terjadi seiring terjaganya tren pemulihan ekonomi nasional.
Sementara itu, kuota BBM Jenis Bahan Bakar Tertentu (JBT) untuk minyak solar sebesar 17 Juta KL. Diikuti, minyak tanah (kerosene) sebesar 0,5 Juta KL untuk 2023. Adapun, realisasi penyaluran Pertalite di tahun 2022 mencapai 29,49 juta KL. Realisasi ini setara 99% dari total kuota 29,91 juta KL. Sedangkan, realisasi penyaluran Solar mencapai 17,60 juta KL di sepanjang 2022, atau mencapai 90% dari total kuota 17,83 juta KL. "Untuk realisasi kerosone (minyak tanah) mencapai 0,49 juta KL. Atau 101% dari total kuota 0,485 juta KL," ujar Abdul Halim.
BPH Migas berkomitmen untuk mendistribusikan JBT Solar dan JBKP Pertalite dengan tepat sasaran. Antara lain melalui melalui revisi Perpres 191/2014, juga ditingkatkan pengendalian penyaluran BBM dengan pemanfaatan teknologi informasi, melalui pendaftaran konsumen pengguna pada web subsidi tepat, yang juga dapat diakses melalui aplikasi My Pertamina.
Kriteria Konsumen Pertalite
Secara terpisah, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) memaparkan rencana usulan terbaru terkait kriteria konsumen yang berhak mendapatkan Bahan Bakar Minyak (BBM) subsidi yakni minyak tanah (kerosene), Solar subsidi dan jenis BBM Khusus penugasan (JBKP) atau Pertalite.
Menurut Dirjen Minyak dan Gas Bumi (Migas) Tutuka Ariadji, rincian terbaru ini akan dimasukan pada revisi Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 191 Tahun 2014 yang hingga saat ini masih dibahas.
Dia menjelaskan, di dalam Perpres tersebut belum diatur terkait siapa yang berhak membeli BBM Pertalite. Oleh sebab itu pihaknya mengusulkan adanya kriteria konsumen yang berhak mendapat BBM Pertalite.
Pihaknya mengusulkan konsumen yang berhak mengisi BBM Pertalite di antaranya Industri kecil, usaha pertanian, usaha perikanan, transportasi dan pelayanan umum. Usulan revisi tersebut juga mencakup pada jenis BBM Tertentu (JBT) Solar.
"Ada tambahan komoditas JBKP atau bensin RON 90 di mana sektor konsumen penggunanya meliputi industri kecil, usaha perikanan, usaha pertanian, transportasi, dan pelayanan umum," ujar Tutuka dalam RDP dengan Komisi VII DPR-RI seperti dikutip merdeka.com, kemarin.
Sementara untuk konsumen minyak tanah (kerosene), Tutuka menjelaskan tidak ada perubahan dari aturan lama, yakni mencangkup rumah tangga, usaha mikro dan perikanan. Sedangkan untuk kriteria konsumen Solar subsidi yakni sektor industri kecil, usaha perikanan, usaha pertanian, transportasi darat, transportasi laut, transportasi perkeretaapian dan pelayanan umum.
Tutuka menilai, revisi Perpress Nomo 191 Tahun 2014 sangat mendesak, sehingga dilakukan pertimbangan, di antaranya diperlukan peraturan BBM JBT dan JBKP tepat sasaran karena belum ada pengaturan konsumen pada pengguna untuk JBKP. "Pengaturan untuk konsumen pengguna JBT yang berlaku saat ini masih terlalu umum sehingga menimbulkan multitafsir," ujarnya.
Kedua, mengacu pada Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) 2023, kuota JBT Solar ditetapkan sebesar 17 juta KL dan kuota minyak tanah ditetapkan sebesar 500 ribu KL, dimana kota yang ditetapkan tersebut dibawah proyeksi konsumsi JBT tahun 2023.
Ketiga, tren realisasi konsumen JBKP tahun 2020-2022 telah ditetapkan kouta JBKP tahun 2023 sebesar 32,56 juta KL atau tumbuh 10,38%. "Kemudian keempat, jika tidak dilakukan revisi Perpres Nomor 191 tahun 2014 berpotensi terjadinya over kuota JBT Solar dan JBKP Pertalite. Sehingga diperlukan pengaturan konsumen pengguna melalui revisi agar dapat dilakukan pengendalian konsumsi dan subsidi menjadi tepat sasaran, " tegas dia.
Sebelumnya, PT Pertamina (Persero) memperluas program uji coba pembelian BBM subsidi jenis Pertalite dan Solar untuk 138 kabupaten/kota di 12 provinsi mulai Februari 2023.
Menurut Direktur Perencanaan dan Pengembangan Bisnis PT Pertamina Patra Niaga Harsono Budi Santoso, tahap awal uji coba pembelian BBM via MyPertamina telah sukses dilakukan di 34 kabupaten/kota hingga Desember 2022. "Sampai Februari, direncanakan tambahan sekitar 138 kabupaten/kota," ujar Harsono dalam RDP bersama Komisi VII DPR-RI, Selasa (7/2). Pertamina sejauh ini telah melakukan sinkronisasi data dengan Korlantas Polri, dengan target go-live bisa tercapai pada bulan ini.
Dalam menjalankan program subsidi BBM tepat sasaran via MyPertamina, Harsono melanjutkan, Pertamina juga terus memproses temuan dalam rangka digitalisasi SPBU. Itu dilakukan sembari menanti revisi Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 191 Tahun 2014 tentang Penyediaan, Pendistribusian, dan Harga Jual Eceran BBM. "Tentunya ada beberapa finding juga, di sini merupakan ruang-ruang untuk perbaikan pada saat implementasi nantinya, sambil tunggu revisi Perpres 191/2014," ujarnya.
Menurut pemaparannya, digitalisasi SPBU melalui aplikasi MyPertamina jadi kunci penting dalam program pengendalian BBM subsidi Pertalite dan Solar. bari/mohar/fba
NERACA Jakarta – Perang dua negara bersaudara India dan Pakistan memberikan dampak terhadap ekonomi dunia, termasuk Indonesia. Namun demikian, menurut…
Jakarta-Bank Indonesia menyoroti kondisi pertumbuhan kredit Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) kini makin melesu. Deputi Direktur Departemen Ekonomi…
NERACA Jakarta - Pemerintah menyatakan kesiapannya untuk segera membahas Rancangan Undang-Undang (RUU) Perampasan Aset bersama Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Menteri…
NERACA Jakarta – Perang dua negara bersaudara India dan Pakistan memberikan dampak terhadap ekonomi dunia, termasuk Indonesia. Namun demikian, menurut…
Jakarta-Bank Indonesia menyoroti kondisi pertumbuhan kredit Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) kini makin melesu. Deputi Direktur Departemen Ekonomi…
NERACA Jakarta - Pemerintah menyatakan kesiapannya untuk segera membahas Rancangan Undang-Undang (RUU) Perampasan Aset bersama Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Menteri…