Mahfud MD: Pemerintah Sudah Bicarakan Wacana Pengadilan Tanah

NERACA

Jakarta - Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD mengungkapkan bahwa pemerintah dalam beberapa kesempatan telah membicarakan wacana membentuk Pengadilan Tanah penyelesaian sengketa-sengketa pertanahan dan pemberantasan mafia tanah.

Hal itu disampaikan Mahfud saat memberi arahan pembuka rapat lintas kementerian/lembaga serta perwakilan tokoh masyarakat terkait konflik pertanahan dan mafia tanah di kantor Kemenko Polhukam, Jakarta, Kamis (19/1).

"Sulit, sehingga ada beberapa kali rapat di sidang kabinet, kita mencoba mengintrodusir mungkin kita perlu Pengadilan Tanah, yang hukum acaranya, eksekusi nya, ikracht-nya, dan sebagainya itu berbeda dengan hukum biasa," papar Mahfud.

Pasalnya, Mahfud mengingatkan pemerintah tidak bisa menyelesaikan mafia tanah dengan cara semena-mena.

Terlebih apabila hanya mengerahkan dengan kekuatan polisi, misalnya, justru bisa menjadi tindakan yang melanggar hukum dan menimbulkan gugatan berkepanjangan lagi. Sehingga harus ada proses secara hukum yang berkeadilan.

Meski demikian, Mahfud mengakui bahwa apabila Pengadilan Tanah sudah dibentuk secara resmi sekalipun, tidak menutup kemungkinan ada celah lain yang bisa ditempuh secara hukum oleh pihak-pihak tertentu.

Dalam arahannya, Mahfud juga sempat memaparkan sedikitnya 11 modus masalah pertanahan dan mafia tanah yang hasil temuan tim Kemenko Polhukam.

Salah satunya adalah penguasaan tanah aset pemerintah baik itu barang milik negara (BMN), barang milik daerah (BMD), atau aset BUMN secara tanpa hak oleh masyarakat yang terkadang melibatkan orang-orang kuat yang juga memiliki klaim.

Mahfud mencontohkan modus permasalahan itu dengan kasus sengketa tanah antara PTPN VIII dengan pondok pesantren Markaz Syariah di kawasan Megamendung, Bogor, Jawa Barat.

"Sesudah diteliti di pinggir-pinggirnya banyak juga orang gede yang punya tanah di situ, pensiunan menteri lah, pensiunan jenderal lah, mantan bupati, punya semua di situ," ungkapnya.

Temuan itu disebut Mahfud membuat masalah yang ada semakin rumit, tetapi masih mungkin diselesaikan.

Hanya saja persoalan serupa bisa terjadi di daerah lain yang menemui masalah karena pejabat penerbit sertifikat tanah kerap kali sudah meninggal dunia.

"Yang buat sertifikat Kepala BPPN-nya sudah mati, lurah yang buat surat keterangan sudah mati, kantor kelurahan nya sudah pindah dokumennya hilang semua, kan hukum tidak bisa kalau tanpa itu. Hukum yang sekarang begitu, makanya kita bertemu, nanti kita buat hukum, ya kalau perlu hukum rimba juga," ujar Mahfud.

Konsultasi dengan Mahkamah Agung

Kemudian Mahfud MD mengatakan pihaknya akan berkonsultasi dengan Mahkamah Agung perihal wacana pembentukan Pengadilan Tanah untuk penyelesaian sengketa pertanahan dan pemberantasan mafia tanah.

Pasalnya, menurut Mahfud perlu diperjelas masuk ke mana pengadilan tanah tersebut dalam lingkungan peradilan.

"Tentu kita akan bicara dengan Mahkamah Agung, karena pengadilan itu sudah ada pakem nya. Kalau pengadilan tanah masuk ke PTUN, apa ke perdata, atau ke umum, nanti kita bicarakan," tutur Mahfud.

Setelah berbicara dengan Mahkamah Agung, pemerintah bisa menentukan dasar regulasi pembentukan Pengadilan Tanah, misalnya, berbentuk Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) atau langsung Undang-Undang (UU)

"Nanti lah kalau soal Perppu, itu nanti. Kita bicara dulu dengan Mahkamah Agung. Yang penting kita bicara dulu, wujudnya kayak apa, lalu bajunya nanti apakah Perppu atau Undang-undang, kita nanti lihat," ucapnya.

Kendati demikian Mahfud menegaskan bahwa pada prinsipnya pemerintah sudah berpikir harus dibuatkan instrumen hukum baru untuk kebutuhan penyelesaian sengketa pertanahan dan pemberantasan mafia tanah.

Mahfud menegaskan kembali arahan yang sempat ia sampaikan saat membuka rapat tersebut, bahwa pemerintah dihadapkan pada situasi dilematis dalam upaya pemberantasan mafia tanah.

"Memang dilematis, (praktik) mafia tanah itu dilakukan dengan cara cepat dan melanggar hukum. Sedangkan kita (pemerintah) mau menyelesaikannya harus menurut aturan hukum. Menurut aturan hukum itu urut-urutannya panjang," ujarnya.

Sehingga, diharapkan pembentukan Pengadilan Tanah bisa menjadi jalan terobosan masalah tersebut.

"Kita masih mau cari jalan terobosan yang antara lain tadi, yang dibuat pengadilan khusus, yaitu pengadilan tanah," kata Mahfud.

Mahfud mengakui bahwa persoalan mafia tanah itu sudah terlalu banyak dan bertingkat di Indonesia, dan tidak hanya ditangani oleh Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN), tetapi juga kepolisian dan Kejaksaan Agung.

"Di KSP (Kantor Staf Presiden -red) juga banyak. Jadi tim anti mafia tanah itu sudah banyak, tapi ya itu tadi, selalu mentok pada prosedur-prosedur dan bukti-bukti yang sifatnya formal, sehingga perlu dicari instrumen hukum baru," ujarnya.

Sebelumnya, dalam arahan pembuka rapat tersebut, Mahfud mengungkapkan bahwa wacana membentuk Pengadilan Tanah sudah beberapa kali mengemuka dalam sidang kabinet. Ant

 

 

BERITA TERKAIT

Hadi: Satgas Pemberantasan Judi Online Tak Sebatas Penegakan Hukum

NERACA Jakarta - Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) RI Hadi Tjahjanto menyebut kerja satuan tugas (satgas)…

Kompolnas Ungkap Progres Baru Penanganan Kasus Firli Bahuri

NERACA Jakarta - Anggota Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) Yusuf Warsyim mengungkap akan ada progres/kemajuan baru dalam penanganan perkara/kasus dugaan pemerasan oleh…

Kejaksaan Agung Lembaga Penegakan Hukum Paling Dipercaya

NERACA Jakarta - Hasil jajak pendapat terbaru Indikator Politik Indonesia April 2024, kembali menempatkan Kejaksaan Agung sebagai lembaga hukum paling…

BERITA LAINNYA DI Hukum Bisnis

Hadi: Satgas Pemberantasan Judi Online Tak Sebatas Penegakan Hukum

NERACA Jakarta - Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) RI Hadi Tjahjanto menyebut kerja satuan tugas (satgas)…

Kompolnas Ungkap Progres Baru Penanganan Kasus Firli Bahuri

NERACA Jakarta - Anggota Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) Yusuf Warsyim mengungkap akan ada progres/kemajuan baru dalam penanganan perkara/kasus dugaan pemerasan oleh…

Kejaksaan Agung Lembaga Penegakan Hukum Paling Dipercaya

NERACA Jakarta - Hasil jajak pendapat terbaru Indikator Politik Indonesia April 2024, kembali menempatkan Kejaksaan Agung sebagai lembaga hukum paling…