Problematika PPh PT Perorangan dan Jalan Keluarnya

 

Oleh: Yurnalis RY, SH, MH., Penyuluh Madya KPP PMA 5 Ditjen Pajak *)

 

Upaya untuk menstimulasi peningkatan investasi dan mendorong kebangkitan UMKM akibat pandemi Covid-19 terus menerus dilakukan oleh pemerintah. Masalah perijinan dan kesempatan untuk mendapatkan akses pendanaan dari perbankan coba dijawab melalui penyempurnaan perundang-undangan.

Melalui Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja (UU Cipta Kerja) menegaskan definisi baru terkait Perseroan. Pasal 109 pada bagian lima beleid tersebut membuka peluang berdirinya Perseroan dengan hanya oleh 1 (satu) orang pemegang saham (selanjutnya disebut PT Perorangan).

Adanya PT Perorangan sebagai entitas badan hukum baru memang telah mensimplifikasi banyak hal khususnya terkait perijinan. Namun demikian, ada hal lain yang patut menjadi perhatian yaitu terkait dengan pemenuhan hak dan kewajiban perpajakannya. Bagaimana PT Perorangan sebagai wajib pajak melakukan pemenuhan hak dan kewajiban perpajakannya akan penulis uraikan lebih lanjut.  

PT Perorangan Subjek Pajak

Pasal 1 angka 2 dan 3 UU Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP) pada kluster Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP) mendefinisikan wajib pajak adalah orang pribadi atau badan. Sementara itu, Pasal 2 ayat (1) UU HPP pada kluster Pajak Penghasilan (PPh) mengklasifikasikan subjek pajak menjadi orang pribadi, warisan yang belum terbagi sebagai satu kesatuan menggantikan yang berhak, badan dan bentuk usaha tetap.

Badan merupakan sekumpulan orang dan/atau modal yang merupakan kesatuan baik yang melakukan usaha maupun yang tidak melakukan usaha yang meliputi perseroan terbatas, perseroan komanditer, perseroan lainnya, badan usaha milik negara atau badan usaha milik daerah dengan nama dan dalam bentuk apapun, firma, kongsi, koperasi, dana pension, persekutuan, perkumpulan, Yayasan, organisasi massa, organisasi sosial politik, atau organisasi lainnya, lembaga dan bentuk badan lainnya termasuk kontrak investasi kolektif dan bentuk usaha tetap.

Meskipun perseroan terbatas termasuk dalam kategori Subjek Pajak Badan menurut UU HPP baik pada kluster KUP dan PPh, namun belum secara spesifik menguraikan tentang perseroan perorangan (PT Perorangan). Sementara di sisi lain pada bagian lima UU Cipta Kerja Pasal 109 angka 1 memperkenalkan  bentuk entitas badan hukum baru yakni Perseroan Perorangan dengan mengubah defenisi Perseroan Terbatas menjadi “Perseroan Terbatas, yang selanjutnya disebut Perseroan, adalah badan hukum yang merupakan persekutuan modal, didirikan berdasarkan perjanjian, melakukan kegiatan usaha dengan modal dasar yang seluruhnya terbagi dalam saham atau Badan Hukum perorangan yang memenuhi kriteria Usaha Mikro dan Kecil sebagaimana diatur dalam peraturan perundangundangan mengenai Usaha Mikro dan Kecil.”  

UU Cipta Kerja  disusun menggunakan  omnibus  law system yaitu dalam  satu undang-undang  terdapat  banyak  pengaturan  sehingga  terjadi  unifikasi  hukum  dalam  satu undang-undang,  bentuk undang-undangan  seperti  ini  banyak  digunakan  oleh negara yang  menggunakan  sistem  hukum common  law ataupun anglosaxon. Salah satu UU yang mengalami perubahan lewat terbitnya UU Cipta Kerja adalah Undang-undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas.

Dengan urut-urutan tersebut di atas maka dapat disimpulkan bahwa PT Perorangan sebagai salah satu bentuk dari Perseroan Terbatas merupakan entitas hukum baru, dengan demikian merupakan Subjek Pajak sebagaimana diatur dalam UU HPP pada kluster KUP dan PPh.

Hak dan Kewajiban Pajak

Telah ditegaskan pada Pasal 109 UU Cipta Kerja bahwa meski pendirinya hanya 1 orang, PT Perorangan tetap berstatus badan hukum, sama seperti halnya Perseroan yang selama ini  disyaratkan memiliki minimal 2 pendiri dan pemegang saham. PT Perorangan adalah badan hukum yang memenuhi kriteria Usaha Mikro dan Kecil sebagaimana diatur dalam peraturan perundangundangan mengenai Usaha Mikro dan Kecil dengan pemegang saham terdiri dari 1 orang saja. Merujuk pada Pasal 6 UU Nomor 20 Tahun 2008 tentang Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah, entitas usaha dikategorikan sebagai UMK jika memiliki kekayaan bersih paling banyak Rp500.000.000,00. Penjualan tahunan pun dibatasi paling banyak sebesar Rp2.500.000.000,00.

Mengingat PT Perorangan adalah badan hukum (subjek pajak) dengan penjualan tahunan paling banyak Rp2.500.000.000,00 (kategori UMK), maka sesuai Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2018 (PP 23/2018) termasuk dalam kategori wajib pajak yang memiliki peredaran bruto tertentu. Wajib pajak tersebut adalah Orang Pribadi atau Badan dengan peredaran bruto tidak melebihi Rp4,8 milyar dalam satu tahun pajak (populer disebut WP Badan UMKM).

WP Badan dengan kategori di atas tidak perlu bingung melaksanakan hak dengan kewajiban perpajakannya. Terdapat dua alternatif pilihan bagi PT Perorangan dalam menjalankan hak dan kewajiban perpajakannya khususnya terkait Pajak Penghasilan (PPh). Hal ini ditegaskan Ditjen Pajak melalui Surat Edaran Nomor SE-20/PJ/2022 tanggal 7 Juli 2022 tentang Pendaftaran dan Pemberian NPWP Serta Pengenaan PPh bagi Perseroan Perorangan.

Pertama, WP Badan UMKM dikenakan PPh sesuai PP 23/2018. PPh yang dikenakan dihitung dengan tarif 0,5% dari jumlah peredaran bruto dan bersifat final. Namun demikian, bagi Wajib Pajak Badan UMKM pengenaan PPh Final tersebut hanya dapat diterapkan paling lama 3 (tiga) tahun. Setelah lewat dari 3 (tiga) tahun maka WP Badan UMKM dikenakan tarif umum sesuai PPh sesuai Pasal 17 UU PPh.

Sebagai catatan, terdapat satu hal yang harus diingat WP Badan tersebut di atas tidak berhak memanfaatkan fasilitas seperti halnya Wajib Pajak Orang Pribadi UMKM. Fasiltas tersebut berupa tidak dikenakannya PPh atas bagian peredaran bruto sampai dengan Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah) dalam 1 (satu) Tahun Pajak.

Kedua, Wajib Pajak Badan UMKM dapat memilih untuk dikenakan PPh dengan tarif umum sesuai Pasal 17 UU PPh. Satu hal yang harus diingat, Wajib Pajak Badan UMKM yang sejak semula memilih untuk dikenakan PPh dengan menggunakan tarif umum tidak berhak lagi untuk dikenakan PPh Final sesuai PP 23/2018.

Sebagai fasilitas bagi wajib pajak di atas, PT Perorangan seperti halnya Wajib Pajak Badan lainnya, tertentu tetap memperoleh fasilitas pengurangan tarif sesuai Pasal 31E UU PPh. Fasilitas hanya diberikan kepada  Wajib Pajak Badan dengan peredaran bruto sampai dengan Rp50 milyar, yaitu sebesar 50% dari tarif PPh bagi Wajib Pajak Badan yang dikenakan atas penghasilan kena pajak dari bagian peredaran bruto sampai dengan Rp4,8 milyar.

Sebagai penutup sekaligus catatan bagi para pelaku usaha, Pasal 9 PP No. 8 / 2021 mengatur bahwa PT Perorangan harus mengubah status badan hukumnya menjadi Perseroan jika pemegang saham menjadi lebih dari 1 orang; dan/atau tidak memenuhi kriteria usaha mikro dan kecil sebagaimana diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai usaha mikro dan kecil. Itu berarti, segala kemudahan dan fasilitas di atas termasuk fasilitas perpajakan hanya berlaku jika entitas berbentuk PT Perorangan. *) Tulisan ini merupakan pendapat pribadi

BERITA TERKAIT

Target Investasi Strategis untuk Dorong Pertumbuhan Ekonomi

  Oleh : Astrid Widia, Pengamat Kebijakan Publik    Danantara telah menetapkan arah investasi strategis sebagai upaya nyata mendorong pertumbuhan…

Hapus Outsourcing: Solusi Permanen Atasi Upah Minimum

    Oleh: Ira Lailatul, Pemerhati Ketenagakerjaan Pemerintah Indonesia kembali menunjukkan keberpihakannya terhadap kesejahteraan pekerja melalui kebijakan strategis yang kini…

Komitmen Pemerintah Kian Kuat Menuju Kemandirian Energi

  Oleh: Aldi Syahreza, Pengamat Energi Terbarukan   Langkah Indonesia menuju kemandirian energi semakin mendapat penegasan kuat di bawah kepemimpinan…

BERITA LAINNYA DI Opini

Target Investasi Strategis untuk Dorong Pertumbuhan Ekonomi

  Oleh : Astrid Widia, Pengamat Kebijakan Publik    Danantara telah menetapkan arah investasi strategis sebagai upaya nyata mendorong pertumbuhan…

Hapus Outsourcing: Solusi Permanen Atasi Upah Minimum

    Oleh: Ira Lailatul, Pemerhati Ketenagakerjaan Pemerintah Indonesia kembali menunjukkan keberpihakannya terhadap kesejahteraan pekerja melalui kebijakan strategis yang kini…

Komitmen Pemerintah Kian Kuat Menuju Kemandirian Energi

  Oleh: Aldi Syahreza, Pengamat Energi Terbarukan   Langkah Indonesia menuju kemandirian energi semakin mendapat penegasan kuat di bawah kepemimpinan…