Oleh: Suhardi, Penyuluh Pajak Ahli Muda KPP Madya Tangerang *)
Seiring dengan kemudahan proses pengajuan izin mendirikan bangunan (IMB), masyarakat berbondong-bondong untuk mendirikan bangunan secara swadaya. Namun demikian, tak banyak masyarakat yang tahu bahwa ada aspek pajak yang melekat di balik itu. Masyarakat mungkin masih awam dengan istilah Pajak Pertambahan Nilai (PPN) atas Kegiatan Membangun Sendiri (KMS). Hal tersebut kerap menjadi pertanyaan publik, “mengapa kegiatan membangun sendiri dikenai PPN?”
Pengaturan PPN atas KMS merupakan amanat Pasal 16C dan pasal 16G huruf i Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan UU Nomor 7 tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP). Regulasi bertujuan untuk memberikan kepastian hukum dalam pengenaan PPN atas KMS, mendorong peran serta masyarakat dalam pembayaran PPN atas KMS, memberikan kemudahan dan penyederhanaan administrasi perpajakan, serta memberikan rasa keadilan dalam pengenaan PPN atas KMS.
PPN atas KMS adalah pengenaan PPN atas kegiatan membangun bangunan, baik bangunan baru ataupun perluasan bangunan lama yang tidak dilakukan dalam kegiatan usaha atau pekerjaan oleh orang pribadi atau badan usaha yang hasilnya digunakan sendiri atau digunakan pihak lain.
Kegiatan membangun sendiri harus memenuhi sejumlah kriteria pengenaan PPN atas KMS. Pertama, dilakukan bukan dalam ruang lingkup kegiatan usaha atau pekerjaan. Kedua, konstruksi utama bangunan terdiri dari kayu, beton, pasangan batu bata atau bahan sejenis dan/atau baja.
Ketiga, diperuntukkan bagi tempat tinggal atau tempat kegiatan usaha. Keempat, luas keseluruhan paling sedikit 200m2. Kelima, kegiatan membangun dilakukan secara sekaligus dalam suatu jangka waktu tertentu; atau bertahap sebagai satu kesatuan kegiatan sepanjang tenggang waktu antara tahapan membangun tersebut tidak lebih dari 2 (dua) tahun. Kegiatan membangun sendiri tersebut baru dikenai PPN apabila kelima kriteria tersebut terpenuhi.
Pengenaan PPN atas KMS terutang menggunakan mekanisme PPN besaran tertentu yaitu dihitung dengan rumus 20% (dua puluh persen) dikali tarif PPN dikali Dasar Pengenaan Pajak (DPP). DPP berupa nilai tertentu sebesar jumlah biaya yang dikeluarkan dan/atau yang dibayarkan untuk membangun bangunan untuk setiap masa pajak sampai dengan bangunan selesai, tidak termasuk biaya perolehan tanah.
PPN atas KMS terutang pada saat dimulainya pembangunan sampai dengan bangunan selesai. Adapun tempat terutang sesuai dengan lokasi bangunan didirikan. Adapun PPN-nya harus disetorkan dengan menggunakan surat setoran pajak (SSP) paling lambat tanggal 15 (lima belas) bulan berikutnya setelah berakhirnya masa pajak.
Sebagai ilustrasi, apabila orang pribadi atau badan melakukan kegiatan membangun sendiri yang telah memenuhi kelima kriteria di atas pada bulan Juli 2022, maka PPN atas KMS harus disetor menggunakan surat setoran pajak paling lambat pada tanggal 15 Agustus 2022.
PPN atas KMS sebagai Pajak Masukan
SSP yang digunakan sebagai sarana penyetoran PPN atas KMS merupakan dokumen tertentu yang kedudukannya dipersamakan dengan faktur pajak. PPN yang tercantum dalam dokumen tertentu merupakan pajak masukan yang dapat dikreditkan, sepanjang memenuhi ketentuan pengkreditan pajak masukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Orang pribadi atau badan yang melakukan kegiatan membangun sendiri juga harus melakukan pelaporan atas penyetoran PPN atas KMS. Apabila orang pribadi atau badan bukan Pengusaha Kena Pajak (PKP), maka penyetoran dianggap sebagai pelaporan. Sebaliknya, apabila orang pribadi atau badan adalah PKP maka pelaporan dengan menggunakan mekanisme pelaporan melalui SPT Masa PPN 1111 ke KPP dimana PKP terdaftar.
Setoran PPN atas KMS berfungsi sebagai pajak masukan yang dapat dikreditkan. Melalui aplikasi e-Faktur, WP dapat melaporkannya ke dalam Formulir B2 SPT Masa PPN. Selanjutnya, apabila PPN atas KMS tidak dapat dikreditkan, maka WP dapat melaporkannya ke dalam Formulir B3 SPT Masa PPN 1111. Informasi terkait data penyetoran PPN atas KMS dalam suatu masa pajak juga harus dilaporkan dalam Induk SPT Masa PPN 1111.
Sebagai penutup, PPN atas KMS bukanlah objek pajak baru. Pengaturan terkait kriteria kegiatan membangun sendiri yang dikenakan PPN diatur melalui Permenkeu. Setoran PPN atas KMS dapat menjadi pajak masukan bagi orang pribadi atau badan PKP yang melakukan kegiatan membangun sendiri. Tentunya, kesadaran masyarakat akan pentingnya menghitung dan menyetor PPN atas KMS mencerminkan kesadaran pajak yang paripurna. *) Tulisan ini merupakan pendapat pribadi
Oleh: Nana Sukmawati, Mahasiswa PTS di Palembang Narasi Palsu terkait "Indonesia Gelap" yang beredar belakangan ini mencuat…
Oleh : Doni Wicaksono, Pemerhati Pangan Pemerintah terus menunjukkan komitmen kuat dalam membangun generasi sehat dan…
Oleh: Bagus Pratama, Peneliti Ekonomi Pembangunan Pelemahan ekonomi global yang sedang berlangsung telah memberikan dampak pada…
Oleh :Andi Mahesa, Mahasiswa PTS di Jakarta Keberhasilan pemerintah dalam menurunkan transaksi judi daring (online) secara signifikan…
Oleh : Nancy Dora, Pengamat Pendidikan Pemerintah kembali menunjukkan komitmennya dalam memutus rantai kemiskinan melalui sektor pendidikan…
Oleh: Herwin Kurniawati, Penyuluh KPP Pratama Wates, DIY Musim haji telah tiba. Jamaah haji Indonesia kloter pertama sudah memasuki…