Tren Investor Milenial di Balik Moncernya Kinerja Pasar Modal

Saatnya yang muda yang berkarya, kalimat yang tepat menggambarkan pesatnya pertumbuhan investor generasi milenial di pasar modal. Bonus demografi yang terjadi di Indonesia menjadi peluang yang tepat untuk mengajak generasi milenial melek pasar modal. Apalagi saat ini, investasi di pasar modal menawarkan kemudahan dan keterjangkauan sehingga stigma bahwa investasi di pasar modal perlu modal besar bisa dipatahkan. Bahkan saat ini, dengan modal Rp 100 ribu sudah bisa menjadi investor.

Tren pesatnya pertumbuhan investor domestik yang didominasi generasi milenial memberikan sentiment positf terhadap fundamental pasar modal. Dimana kondisi ini akan membuat industri lebih tahan banting dan tidak rapuh terhadap sentiment dari luar. Data Kustodian Sentral Efek Indonesia (KSEI) menyebutkan, jumlah investor pasar modal sudah mencapai angka 9,11 juta investor per akhir Juni 2022. Jumlah ini mencatatkan kenaikan 2,82% secara bulanan dari posisi Mei yang sebesar 8,86 juta. Bahkan angka tersebut terus tumbuh seiring dengan kemudahan dan keterjangkauan investasi di pasar modal di era digital saat ini.

Hingga 23 November 2022, jumlah investor di pasar modal mencapai 10.115.140 SID atau naik 35,1% dari 2021 sebanyak 7.489.337 SID. Capaian 2021 ini bertumbuh 92,9% dibanding 2020 sebanyak 3.880.753 SID. Dari total investor di pasar modal 10.115.140 SID per 23 November 2022, sebanyak 4.374.271 merupakan investor saham atau naik 26,7% dari 2021 sebanyak 3.541.513 SID. Raihan ini melonjak 103,6% dari 2020 sebanyak 1.695.268 SID.

Sementara dari 10.115.140 investor, sebanyak 99,6% merupakan investor individu dan sisanya 0,37% merupakan investor institusi. Adapun dari 10.115.140 investor, sebanyak 99,6% merupakan investor lokal dan sisanya 0,34 adalah investor asing. Jika dilihat dari pendidikan, investor pasar modal tamatan SMA mendominasi, yaitu 60% dengan nilai investasi mencapai Rp 200 triliun. Investor pasar modal didominasi oleh investor berusia di bawah 30 tahun sudah mencapai lebih dari 59% dengan nilai aset lebih dari Rp 54 triliun.

Direktur Utama PT Kustodian Sentral Efek Indonesia (KSEI), Uriep Budhi Prasetyo mengatakan, kemajuan teknologi yang serba digital dan kecanggihan infrastruktur membuat investor di pasar modal naik. "Harga gadget juga semakin terjangkau sehingga memudahkan investor mengakses produk investasi dan kami perkirakan hingga akhir tahun ini capai 10,3 juta investor atau single investor identification (SID),”ujarnya.

Selain itu kata dia, regulator pasar modal melakukan simplikasi pembukaam rekening saham atau reksa dana. Implementasi simplifikasi ini memberikan dampak cukup besar bagi peningkatan jumlah investor pasar modal terlebih di masa pandemi Covid-19."Dulu orang Papua, Maluku atau Indonesia Timur kalau mau buka rekening saham butuh beberapa bulan untuk mengurus dokumen, karena sebagian besar kantor perusahaan sekuritas berada di Jabodetabek, sementara sekarang sudah online dan lebih cepat," kata dia.

Melihat tren pertumbuhan tersebut, Uriep menargetkan hingga tutup tahun 2022 jumlah investor bisa tembus 10,2 juta atau 10,3 juta. Menyadari begitu besar dampak tersebut, memacu PT Bursa Efek Indonesia (BEI) mendorong penetrasi pertumbuhan investor muda lebih banyak lagi dan lebih melek pasar modal. Ya, jumlah investor lokal yang terus meningkat secara signifikan, terutama di masa pandemi Covid-19, merupakan tanda bahwa masyarakat Indonesia semakin sadar pentingnya berinvestasi dan menjadikan pasar modal sebagai alternatif untuk berinvestasi. Data demografi juga memperlihatkan bahwa investor saham masih terkonsentrasi di pulau Jawa yaitu sebesar 69,59%, termasuk 13,97% investor yang berdomisili di DKI Jakarta dengan nilai aset yang mencapai Rp3.772,32 triliun.

Melihat perkembangannya, sejak tahun 2021 jumlah investor saham telah meningkat 15,96% dari 3.451.513 di akhir tahun 2021 menjadi 4.002.289 pada akhir Juni 2022. Tren peningkatan tersebut telah terlihat sejak tahun 2020 ketika investor masih berjumlah 1.695.268.  Direktur Anugerah Mega Investama, Hans Kwee menuturkan, para generasi Z dan milenial sudah seharusnya mendominasi jumlah investor dan transaksi di pasar saham karena perkembangan informasi tentang saham sangat masif di kalangan mereka. Disampaikannya, umur-umur di generasi Z dan milenial produktif ini adalah periode akumulasi kekayaan karena pendapatan sudah meningkat dan butuh investasi untuk merencanakan masa tua.

Dirinya menambahkan, para investor saham dari generasi Z dan milenial mungkin kalah dari segi dana dibanding generasi sebelumnya, tapi dari segi jumlah investor mereka lebih dominan."Mereka lahir di era teknologi yang sudah maju, sejak kecil sudah bermain gadget sehingga informasi tentang investasi saham sangat mudah didapatkan," katanya.

Kemudian, lanjut Hans, Generasi Z dan milenial dikenal berani dan mau belajar mengenai investasi saham, sehingga diproyeksikan jumlah pelaku pasar modal akan terus mengalami kenaikan."Kalau dilihat sekarang jumlah mereka ada 4 juta lebih, jadi saya pikir jumlah mereka akan terus bertambah," ucapnya.

Dia pun menambahkan, keunggulan para generasi Z dan milenial umumnya sekarang ini adalah sangat berani untuk melakukan investasi dan transaksi saham."Secara umum mereka lebih berani ambil risiko di saham, mereka melihat orang lain sukses di pasar saham sehingga berani ambil risiko," jelasnya.

Peran media sosial seperti Facebook, Instagram, Youtube, Tiktok yang terdapat banyak konten-konten mengenai investasi saham juga membuat para Generasi Z dan milenial semakin semangat untuk berkecimpung di investasi saham.

 

Pendalaman Literasi Keuangan


Dibalik pesatnya pertumbuhan investor milenial di pasar modal, tentunya harus dibarengi dengan pendalaman literasi guna menciptakan investor yang berkualitas dan tidak hanya sekedar mengejar angka pertumbuhan. Kasus ratusan mahasiswa Institut Pertanian Bogor (IPB) terjerat pinjaman online (pinjol) akibat ingin investasi di salah satu akun toko online dengan iming-iming keuntungan 10% namun tidak menerimanya sesuai janji menjadi gambaran literasi keuangan dan khususnya pasar modal belum dalam ketimbang pertumbuhan inklusi keuangan.

SNLIK Infografis (295 mm x 270mm)-01.jpg

 

 

Anggota Dewan Komisioner OJK Bidang Edukasi dan Perlindungan Konsumen, Friderica Widyasari mengatakan, para mahasiswa IPB tidak terjerat skema pinjaman online illegal menjadi gambaran jelas bahwa literasi keuangan menjadi hal dasar yang harus diperdalam. Tengok saja, para mahasiswa yang merupakan kalangan akademisi bisa terbebas dari skema penipuan rupanya menjadi korban penipuan. "Kita mengira kalau dari kalangan akademisi itu pasti paham gitu, pasti pintar, pasti tidak akan terkena modus-modus penipuan berkedok investasi dan lainnnya ternyata belum tentu juga,"ungkapnya.

Oleh karena itu, kasus yang menjerat mahasiswa tersebut semakin menguatkan keyakinan bahwa kemampuan untuk mengelola dan memahami keuangan itu merupakan salah satu keterampilan hidup yang esensial. Dirinya menegaskan bahwa keterampilan untuk menata keuangan sangat diperlukan oleh semua orang. Maka untuk menghindari kasus serupa, OJK telah melakukan edukasi secara masif ke beberapa universitas. Adapun dua hal yang diberikan dalam edukasi kepada para mahasiswa yaitu, tentang waspada penipuan berkedok investasi dan pengetahuan serta keterampilan keuangan. "Jadi tidak hanya tahu mana entitas ilegal atau legal tetapi mereka juga harus tau bagaimana sih untuk mengeelola keuangannya dengan baik dan benar dan itu kami lakukan. Sampai akhir tahun akan kami lakukan ke kampus-kampus untuk memberikan edukasi,"tegasnya.

Kata Ekonom Core Indonesia, Yusuf Rendy Manilet, mahasiswa yang seharusnya lebih melek terhadap produk keuangan, nyatanya justru menjadi korban penipuan investasi dan kemudian malah terjerat pinjaman online (pinjol) menjadi pengingat bahwa upaya meningkatkan literasi dan inklusi keuangan belum selesai. “Pengurs OJK yang belum lama ini berganti pucuk kepemimpinan, tentu ini akan menjadi pekerjaan rumah tambahan. Apalagi jika mengacu pada kasus di IPB yang korbannya justru orang-orang berpendidikan yang seharusnya lebih melek terhadap produk-produk keuangan atau investasi dan juga risikonya," ujarnya.

Dirinya pun menegaskan, di luar kasus IPB ternyata tidak ada korelasinya antara pendidikan yang tinggi dengan kemampaun literasi keuangan. Hal ini perlu menjadi peringatan untuk semua pihak bahwa literasi keuangan harus lebih ditingkatkan.

Sementara Kepala Eksekutif Pengawas Pasar Modal OJK, Inarna Djajadi menegaskan, meningkatnya kinerja pasar modal Indonesia harus dibarengi dengan peningkatan  literasi dan inklusi keuangan maupun investasi masyarakat. Oleh karena itu, dirinya meminta masyarakat untuk mempelajari dan memahami terlebih dahulu manfaat hingga risiko dalam berinvestasi di pasar modal. Masyarakat juga diminta untuk tidak menggunakan sumber dana dari kebutuhan pokok, dana darurat, maupun hasil pinjaman dalam bertransaksi di pasar modal.

Diakuinya, fenomena pertumbuhan kinerja pasar modal sangat menggembirakan, namun juga perlu dicermati, seperti upaya meningkatkan pemahaman tentang investasi pada instrumen keuangan yang memadai, sehingga tidak terjadi herd behaviour, noise trading maupun investing in bubble, untuk mencapai yield yang tinggi tanpa memperhitungkan risiko legalitas produk serta logika.

Inarno menilai, literasi dan inklusi investor Indonesia masih rendah di tengah naiknya kinerja pasar modal, sehingga diperlukan berbagai upaya oleh semua pihak untuk meningkatkan pengetahuan dan pemahaman investor terhadap pasar ini. Menurutnya, penyebab masih rendahnya literasi dan inkulisi investor pasar modal Indonesia, yakni terbatasnya channeling distribution di daerah dan belum optimalnya infrastruktur jaringan pemasaran dalam menambah jumlah basis investor domestik.

Survei Nasional Literasi dan Inklusi Keuangan (SNLIK) oleh OJK pada 2019, juga menunjukkan indeks literasi keuangan masih di angka 38,03 persen dan indeks inklusi keuangan di angka 76,19 persen. Hal ini menunjukkan belum pahamnya masyarakat Indonesia dengan karakteristik berbagai produk dan layanan jasa keuangan yang ditawarkan oleh lembaga jasa keuangan formal.

Asal tahu saja, per 31 Agustus 2022, kinerja pasar modal Indonesia sedang mengalami peningkatan, yakni IHSG mengalami pertumbuhan sebesar 9,07% year to date (ytd) dengan berada di posisi 7.178. Kemudian nilai kapitalisasi pasar juga tumbuh sebesar 13,45% ytd mencapai Rp9.632 triliun. Kemudian investor pasar modal Indonesia mengalami pertumbuhan hingga menembus 10 juta investor.

Dimana kinerja IHSG dan kapitalisasi pasar modal tercayay termasuk yang tertinggi di kawasan ASEAN, dan hal ini menggambarkan pasar modal Indonesia masih menarik bagi investor asing maupun domestik. Sementara itu, dengan jumlah penduduk sebanyak 270,2 juta jiwa, rasio pasar modal Indonesia masih rendah dengan berada di kisaran 3,46%.



BERITA TERKAIT

Di Balik Citra Sukses Iwan Sunito - OJK Ingatkan Investor Waspadai Investasi Internasional

NERACA Jakarta -Pengusaha properti asal Indonesia, Iwan Sunito melalui perusahaan barunya, One Global Capital menggelar roadshow bertajuk “Invest Like a…

Bayu Buana Targetkan Pendapatan Naik 7,75%

NERACA  Jakarta – Meski dihadapkan masih lemahnya daya beli masyarakat, namun emiten pariwisata PT Bayu Buana Tbk. (BAYU) mengaku optimis…

Laba Bank Seabank Indonesia Tumbuh 88%

NERACA Jakarta- Di kuartal pertama 2025, PT Bank Seabank Indonesia berhasil membukukan laba sebelum pajak sebesar Rp124 miliar dengan laba…

BERITA LAINNYA DI Bursa Saham

Di Balik Citra Sukses Iwan Sunito - OJK Ingatkan Investor Waspadai Investasi Internasional

NERACA Jakarta -Pengusaha properti asal Indonesia, Iwan Sunito melalui perusahaan barunya, One Global Capital menggelar roadshow bertajuk “Invest Like a…

Bayu Buana Targetkan Pendapatan Naik 7,75%

NERACA  Jakarta – Meski dihadapkan masih lemahnya daya beli masyarakat, namun emiten pariwisata PT Bayu Buana Tbk. (BAYU) mengaku optimis…

Laba Bank Seabank Indonesia Tumbuh 88%

NERACA Jakarta- Di kuartal pertama 2025, PT Bank Seabank Indonesia berhasil membukukan laba sebelum pajak sebesar Rp124 miliar dengan laba…